Jumat, 23 Juli 2021

Edward Said, Sastra, dan Politik

Dahta Gautama
lampungpost.com
 
Perjalanan intelektual Edward Said, seorang kritisi sastra terkemuka dan pembela lantang hak asasi manusia, telah membawa dirinya berkeliling dunia dan melintasi beraneka disiplin. Memberikan sumbangan penting bagi terciptanya perdebatan kontemporer tentang orientalisme, analisis wacana, politik pembangkangan dan post-kolonialisme.
 
Dengan mengkaji kekuasaan-kekuasan yang mapan di seluruh dunia, Said telah menyingkap sejumlah isu penting mengenai imperialisme, keterbelakangan dan kebudayaan. Sebagai orang yang menganggap seluruh dunia sebagai tanah airnya, ia menaruh harapan pada budaya-budaya yang tersisih dan peran intelektual sebagai sarana untuk membebaskan pemikiran kritis manusia dan menekankan kembali pentingnya pelbagai bentuk budaya melalui penafsiran ulang atas sejarah.
 
Pemikiran ulang Said yang kritis tentang sejarah mengandung arti sangat penting, yang kebetulan ia ungkapkan seiring dengan maraknya beraneka tanggapan yang berpengaruh luas mengenai periode restrukturisasi global, di mana kekuatan-kekuatan imperialis yang culas terus melancarkan pengaruhnya terhadap politik dan kebudayaan dunia.
 
Dilahirkan di Palestina, kemudian menjadi pengungsi di Mesir sesudah kekalahan Palestina pada tahun 1947 dan kemudian menjadi imigran di Amerika Serikat. Said telah melewatkan sebagian besar hidupnya sebagai seorang yang terusir dari tanah airnya sendiri. Sebab itulah ia memiliki rasa simpati yang mendalam terhadap kebudayaan yang tersisih. Hidup di tengah meluapnya semangat kebencian rasis di AS, di mana orang-orang Amerika konservatif sayap kanan sempat membakar kantornya, Said telah belajar menghadapi oposisi dan menuliskan suasana ketidakadilan yang tengah berlangsung.
 
Dalam memoarnya yang terbaru, Out of Place, Edward Said menelusuri lokasinya yang ambivalen dan kontradiktoris, disertai perasaan yang kian menguat sebagai orang asing–seorang Palestina–yang Kristen, dengan nama Inggris di depan nama belakang Arab dan tinggal di Amerika.
 
Dalam tahun-tahun ketika ia menjadi mahasiswa di AS, Said berangsur-angsur mulai merasa terasing dari budaya Amerika yang pro-Israel. Dengan dikalahkannya bangsa Arab oleh orang-orang Israel pada perang tahun 1967, sebagian wilayah Palestina pun lenyap, dan ini mendorong Said untuk berpikir dan menulis secara ekstensif tentang masalah Palestina.
 
Pada tahun 1977 ia bergabung dengan Dewan Nasional Palestina yang merupakan parleman di pengasingan. Sejak saat itu ia mencoba dalam pengertian tertentu untuk mengombinasikan minatnya terhadap sastra, filsafat dan kebudayaan dengan minat terhadap politik kontemporer. Karya Said adalah upaya untuk menjembatani kesenjangan antara privat dan yang publik. Kritik sastranya senantiasa sejalan dengan pengalaman politik pribadinya serta pendiriannya yang radikal dan oposisional, yang berusaha menyuarakan kebenaran terhadap kekuasaan.
 
Perjalanan hidup Said adalah kisah tentang dunia yang pada dasarnya telah lenyap dan terlupakan. Kisah itu dinarasikan dengan latar belakang Perang Dunia II dan politik Timur Tengah, hingga tercapainya Perjanjian Oslo pada tahun 1993 yang menjadi saksi kesepakatan tentang Palestina. Namun, yang lebih penting dari peristiwa-peristiwa bersejarah itu, ia merupakan kisah tentang suatu bentuk yang tersingkir, yang bertutur tentang keberangkatan, kedatangan, perpisahan, pengasingan, nostalgia, kerinduan akan kampung halaman dan perjalanan itu sendiri.
 
Kesan keseluruhannya, tulis Said, senantiasa ketersingkiran. Ini menjelaskan hibriditas Said atau “ruang antara” yang ia tempati sebagai orang usiran, yang hidup pada batas-batas identitas antar-budaya. Said memandang posisinya ini sebagai posisi yang menguntungkan, di mana ia bisa menjadi seorang intelektual yang merupakan “orang usiran atau marginal”.
 
Said merasakan kedekatan yang mendalam dengan Joseph Conrad, yang kegelandangannya sebanding dengan pengalamannya sendiri, berada dalam “ruang ketiga”, yakni hampir selalu berada diluar kemapanan. Seperti Conrad, ia memanfaatkan tulisannya sebagai sarana untuk mencegah disintegrasi personal. Kesadaran sebagai orang usiran menjadi ilham dibalik eksplorasinya yang terus-menurus terhadap sastra dan politik. Hasil akhirnya adalah seorang usiran yang senantiasa bertarung dengan dunia “nyata”, kepekaan migran yang berjuang untuk menemukan akomodasi dan perubahan. Proyek Said menjadi proyek pembebasan dan sejarah dan kebenaran resmi, dengan cara membangun kesadaran tentang sejarah pinggiran yang berisi kebenaran nyata yang kerap tertindas.
 
Intelektual dan Politik Lokasi
 
Pada 1968, sesudah terbentuknya Organisasi Pembebasan Palestina, Said memutuskan dengan tegas untuk tidak memisahkan antara yang personal dengan yang politik. Sudah tiba saatnya untuk menceburkan kebudayaan ke dalam lumpur politik. Hasil dari keputusan ini adalah menulis kupasan yang bersifat membangkang dan subversif tentang refresentasi Barat dan Timur.
 
Tahun 1970-an merupakan masa merembesnya teori tinggi Prancis ke dalam dunia Anglo-Saxon. Dalam konteks inilah kajian budaya post-kolonial terlembagakan. Proyek ini yang pertama kali dicetuskan oleh Frantz Fanon dan Aime Cesaire, lantas diperkuat oleh Edward Said lewat bukunya yang berpengaruh luas, Orientalism (1978), di mana ia, seperti kalangan Marxis Barat yang lain, menekankan pentingnya kebudayaan dan filsafat didalam paradigma Gramscian dan Foucaultdian mengenai strategi kekuasaan.
 
Luasnya tugas pembaruan di tengah konteks ekonomi transnasional dan keruntuhan proyek-proyek sosialis, dan terutama karena diproklamasikannya mazhab pemikiran borjuis Barat yang didominasi oleh Francis Fukuyama dan sindroma “Akhir Sejarah”, jelas merupakan masalah yang harus dihadapi Said.
 
Karya Said mengekplorasi secara cermat isu-isu penting tentang representasi budaya dengan jalan membongkar perubahan epistemologis yang berlangsung dibalik lingkup kekuasaan kolonialisme, orientalisme, nasionalisme dan xenofobia.
 
Karya-karya besar Said bisa dibahas dalam konteks ini, dengan menggarisbawahi posisinya sebagai intelektual yang mempersoalkan sejarah, kebudayaan dan sastra sebagai sistem-sistem pemikiran yang merepresentasikan citra-citra penciptaannya sendiri. Demi alasan-alasan yang bertujuan melestraikan struktural pengetahuan dan kekuasaan yang hegemonik. Peran intelektual secara relevansi isu kebudayaan dan identitas ini mendasari komitmennya terhadap idiologi rekonstruksi sejarah, melalui keterlibatannya dalam sastra yang kritis dan politis.

*) Penyair dan jurnalis. Direktur Lembaga Kajian Filsafat Lingkar Profetik (LKFLP) Lampung. http://sastra-indonesia.com/2008/12/edward-said-sastra-dan-politik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita