Minggu, 11 Juli 2021

Ayo, Hancurkan Majapahit!

Muhidin M. Dahlan *
jawapos.com
 
Merujuk kronik Indonesia 2009, media massa pada pekan pertama tahun ini menyuguhkan dua isu ”besar”: Perang Gaza dan hancurnya situs Trowulan. Penyerbuan Israel di Jalur Gaza, Palestina, yang barbarian mencabik nalar waras sebagai masyarakat beradab dalam masyarakat ultrateknologi. Sementara ”penghancuran” situs Trowulan oleh pemerintah atas nama pembangunan Trowulan Information Centre adalah jalan pemusnahan sejarah diri sendiri. Terutama sejarah peradaban Majapahit yang terpaku di bawah tanah Trowulan.
 
Arkeolog berteriak. Koran-koran menulis seram-seram. Berhalaman-halaman lagi. Banyak yang menyatakan keprihatinannya. Pemerintah lalu minta maaf dan meninjau kembali pembangunan pusat informasi ”pelestarian” kejayaan masa silam itu.
 
Apa-apaan ini semua. Mengapa baru brangasan sekarang. Begitu sibuk sepertinya kiamat sejarah sudah di muka pintu. Dan mengapa pula pemerintah mesti repot sembah sujud untuk memohon maaf atas kesalahan yang sudah sangat dan sangat biasa dilakukannya.
 
Penghancuran ingatan atas warisan (cerita) Majapahit itu toh sudah berlangsung dengan sangat lama, sistematis, dan halus. Dan itu dilakukan pemerintah yang dibantu sikap bisu masyarakat (terpelajar) Mojokerto sendiri.
 
Kalau tak percaya, datangi saja dua perpustakaannya: perpustakaan kabupaten dan kota. Dua perpustakaan itu menjadi cermin terbaik bagaimana sejarah Majapahit yang menaungi kota ini menjadi cerita yang telah kehilangan pukaunya. Dua perpustakaan itu nyaris sama buruknya dengan perpustakaan Kediri dari hasil kelana saya di perpustakaan kota-kota yang pernah punya nama besar di masa silam.
 
Kata para pemangku buku, perpustakaan dibuat untuk mencerdaskan masyarakat. Tapi bukan sekadar itu. Perpustakaan juga dibuat sebagai benteng pertahanan ingatan (sejarah) kolektif masyarakat dari gerusan waktu. Perpustakaan adalah jangkar kesadaran dari mana masyarakat itu berasal dan bagaimana menyiasati masa depan dengan jangkar informasi kejayaan dan dosa masa lalu. Maka itulah perpustakaan mesti selalu berada di tengah kota, di jantung kesibukan masyarakat.
 
Tapi di perpustakaan Mojokerto (kabupaten dan kota), kisah kejayaan Majapahit hanyalah puing-puing yang tiada berguna.
 
Ayo, mari masuk ke perpustakaan kabupaten yang ada di Jalan RA Basuni. Jangan lupa buka sepatu/sandal. Tak tahu bagaimana asal muasal aturan yang mirip masuk musala ini. Ruangan itu tak terlalu besar dan mirip puskesmas kecamatan. Buku-buku tak tersusun rapi. Pengategorian buku awut-awutan. Di rak yang mestinya dikuasai kesusastraan juga disusupi buku-buku pendidikan wiraswasta.
 
Hanya satu buku tentang sejarah Kota Mojokerto di sini dengan tampang yang memelas: Sejarah Mojokerto, Sebuah Pendekatan Administratif dan Sosial Budaya. Buku yang disusun Tim Penulisan Sejarah Kabupaten Mojokerto pada 1993 itu tampak kusam. Selain karena ”ketuaan”, juga barangkali tak ada yang menjamahnya. Bayangkan, untuk menjaga warisan sejarah besar Majapahit dengan armada maritim yang demikian tangguh di masa silam itu, perpustakaan kabupaten ini cukup mempercayakannya pada satu buku itu!
 
Tapi, masih lumayan. Dari satu buku sekunder itu saya mencoret-coret beberapa keterangan tentang sejarah Majapahit walau tanpa meninggalkan decak kagum sama sekali. Beberapa paragraf informasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.
 
Sudahlah. Lupakan. Tak usah rewel menanyakan di mana Kitab Negarakertagama yang masyhur itu. Mari masuk kota, lewat Jalan Majapahit, lurus ke Raden Wijaya, dan berhenti di Gajah Mada. Tiga nama jalan itu membuat saya sedikit masygul: O, saya benar-benar berada dalam episentrum sejarah.
 
Apalagi, perpustakaan kota berada di salah satu bahu (Jalan) Gajah Mada. Sosok yang sumpah kuasanya menggetarkan tanah-tanah Nusantara. Ya, Gajah Mada memang jaya, tapi perpustakaannya tidak. Bahkan curiculum vitae (cv) Gajah Mada tak tercatat dalam perpustakaan kota ini. Satu-satunya buku yang saya temui adalah: Perundangan Madjapahit karya Prof Dr Slamet Muljana (Jakarta: Bharata, 1967, 167 hlm.). Di halaman buku itu masih ada stempel Proyek Pengembangan Perpustakaan Jawa Timur T.A. 1984/1985.
 
Saya berpikir, barangkali saja masih ada judul lain, tapi sedang dipinjam orang. Maka, saya buka katalog buku 1997 yang tertudung dalam map kuning yang sudah lecet dan sobek-sobek. Tak ada lagi. Memang cuma itu. Aneh juga, bagaimana bisa perpustakaan kabupaten dan kota bersepakat untuk seri: 1-1. Satu buku di perpustakaan kabupaten, satu buku di perpustakaan kota.
 
Ketimbang pulang ke Jogja dengan penuh kesal, maka kuputuskan bertahan tiga jam dalam perpustakaan yang riuh dan sempit itu. Hanya ngelangut. Membuka buku apa saja dan sesekali menimang koran. Memperhatikan dua kipas angin yang sedang tancap gas dengan didorong mesin pendingin. Mendongak ke atas. Hanya satu neon yang menyala untuk menerangi empat meja besar.
 
Saya memang memegang brosur tentang sejarah berdiri dan kegiatan pengurus perpustakaan yang bersisian dengan taman kanak-kanak ini. Tapi bukan mencatat apa yang ada di brosur itu yang membuat saya mesti jauh-jauh ke kota ini dengan menumpang sepeda motor. Saya ingin melihat dan merasakan langsung bagaimana kota ini memelihara sejarah dirinya sendiri dalam sebuah gedung eksotik bernama perpustakaan.
 
Karena kecewa itu, saya pun urung menuliskan apa pun tentang (perpustakaan) kota ini. Hingga dua tahun kemudian ketika semua orang ramai-ramai berteriak untuk menyelamatkan (situs) Majapahit dari pembangunan bergaya barbar yang ironisnya justru atas nama pembangunan pusat informasi Majapahit, catatan suram kunjungan itu pun saya tarik dari laci dan menyalinnya kembali.
 
Tiba-tiba suara parau novelis Ceko Milan Kundera mendengung: ”Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.”
 
O, Tuan Kundera, bagaimana kalau pernyataan tuan itu saya modifikasi sedikit. Jadinya begini: Untuk menyempurnakan kepahitan nasib (sejarah) Majapahit (dan Mojokerto), selain buku-buku yang merekam sejarah kota itu disingkirkan dari perpustakaan kota, seluruh situs masa silam yang menandai sejarah kota itu juga sudah harus dirusakbinasakan atau jual secuil demi secuil di pasar gelap benda purbakala.
 
Dengan begitu, insya Allah, tiga generasi lagi penghuni kota ini akan diserang epidemi amnesia atas kejayaan masa lalu mereka sendiri. Berdoa saja.
***

*) Kerani di Indonesia Buku. Tinggal di Jogjakarta. http://sastra-indonesia.com/2009/01/ayo-hancurkan-majapahit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita