Minggu, 04 Juli 2021

Anarkis itu Mati Secara Tak Kebetulan

Sitok Srengenge
majalah.tempointeraktif.com
 
ANARKIS ITU MATI KEBETULAN
Karya : Dario Fo
Produksi : Actors Unlimited
Sutradara : Yayat Hendayana
Pemain : Yayat Hendayana, Mohamad Sunjaya, Fathul A. Husein
Tempat : Pusat Kebudayaan Prancis Bandung
 
Pada 1969 sebuah bom meledak. Kantor cabang Banca Nazionalle dell’ Agricoltura di Milan, Italia, porak-poranda. Giuseppe Pinelli, seorang buruh kereta api, ditangkap sebagai tersangka peledakan bom itu. Dalam proses interogasi Pinelli (di)jatuh(kan) dari jendela lantai tiga markas kepolisian Milan hingga tewas. Penyidikan lanjutan yang melibatkan para petugas hanya menghasilkan pernyataan polisi di pelbagai media massa dan laporan akhir yang diwarnai beragam kontradiksi dan inkonsistensi yang mengundang tanda tanya.
 
Setahun kemudian, 1970, Dario Fo, seorang aktor dan dramawan satiris-radikal, menulis lakon Anarkis itu Mati Kebetulan, yang merupakan refleksi transparan atas peristiwa itu. Dengan tokoh sentral “orang gila” yang menyaru sebagai Hakim Agung, Kepala Laboratorium Kriminal, dan Uskup Agung Vatikan, lakon ini menjadi sarana yang efektif untuk melakukan penelanjangan terhadap pernyataan polisi, membongkar praktek kolusi antara para jaksa, hakim, wartawan, dan pemuka agama, yang secara bersama-sama telah menjadi semacam sindikat yang menutup rapat kebenaran peristiwa itu. Lakon ini dinilai berhasil mengungkap kesewenangan dan ketidakadilan di masyarakat. Saratnya aspek politik lakon ini telah menjadi salah satu acuan Akademi Swedia dalam memenangkan Dario Fo sebagai penerima Hadiah Nobel Sastra 1997.
 
Akhir Februari silam, kelompok Actors Unlimited memanggungkan naskah tersebut berdasarkan terjemahan Antonia Soriente dan Prasetyohadi yang diterbitkan jurnal kebudayaan Kalam edisi 12, 1998. Pementasan yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Prancis Bandung itu juga didukung Institut Kebudayaan Italia Jakarta.
 
Di luar problem klasik pementasan teater yang berangkat dari karya terjemahan, seperti ketidaksesuaian antara konteks cerita dan bahasa, kostum dan set, pelaku dan sosok para aktor, lakon ini tak diragukan lagi menyimpan potensi besar untuk tampil sebagai sajian yang memikat. Kelompok Actors Unlimited, melalui pentas berdurasi 2,5 jam (sungguh terasa lamban), boleh dibilang gagal atau kurang berhasil menggali seluruh potensi daya pikat itu. Kegagalan itu disebabkan oleh pilihan strategi pemanggungan mereka yang 100 persen ingkar terhadap pola artistik Dario Fo, yang menjadi syarat bagi upaya penghidupan lakon-lakonnya.
 
Tradisi teater Dario Fo merupakan aktualisasi dari commedia dell’arte, sejenis teater rakyat keliling yang berkembang di Italia dan menyebar ke segenap dataran Eropa selama kurun dua abad, pada paruh kedua abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-18. Teater komedi ini hadir sebagai perlawanan terhadap commedia de corte, teater “resmi” yang direstui penguasa dan senantiasa pentas di gedung-gedung permanen. Panggung teater Fo adalah tempat-tempat publik, piazza, sehingga hampir tak ada jarak kognisi antara pemain dan penonton. Karakter Orang Gila dalam Anarkis itu Mati Kebetulan tidak lain adalah perwujudan roh tradisi giullare dari abad pertengahan, yakni sosok badut yang selalu meledek penuh parodi. Perwujudan itu nyata hadir lewat penampilan Fo yang hanya berdasar cerita berplot longgar, mengandalkan hafalan dan daya improvisasi, tanpa kostum, musik, maupun aneka mise-on-scene yang mewarnai teater gedongan. Dengan demikian, daya satiris, keluguan, dan kelucuan serta semua kemungkinan dinamika peristiwa teater berpeluang untuk mengemuka secara tak terduga.
 
Namun, pada pentas kelompok Actors Unlimited itu, bahkan jejak Dario Fo seakan lenyap tanpa bekas. Kesan yang hadir justru kemapanan Studiklub Teater Bandung: steril, setia pada naskah tapi kaku, set dan kostum yang realis, panggung prosenium yang berjarak dengan pengunjung.
 
Maklum, sebagian besar pendukung pentas itu, antara lain Yayat Hendayana (sutradara dan pemeran Orang Gila), Mohamad Sunjaya (Inspektur Kepala), dan Fathul A. Husein (Inspektur Bertozzo) adalah aktor Studiklub. Gaya pemanggungan seperti itu, akhirnya, seakan hanya melontarkan sederet hafalan, suasana yang mampat, dan kehilangan unsur komikal, serba tertib dan menjemukan.
 
Pentas bukannya menjadi medan penghidupan, melainkan pembunuhan karakter beserta sejarah sosialnya. Di sana para tokohnya mati, secara tidak kebetulan. Yang berharga dari pentas ini adalah upaya menghadirkan dan memperkenalkan suatu tradisi yang berbeda, di samping proses pemaknaan yang penting bagi para pendukungnya.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/12/anarkis-itu-mati-secara-tak-kebetulan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita