Senin, 05 Juli 2021

Satrio Piningit Di Negeri Tuyul

Wahyu Triono Ks *
 
Sebahagian masyarakat bangsa Indonesia, bahkan dengan kepercayaannya meyakini bahwa “Ratu Adil” atau Satrio Piningit ialah sosok pemimpin yang mampu membawa nusantara atau bangsa Indonesia menuju negara yang gemah ripah loh jinawi toto temtrem kertoraharjo (kaya sumber daya alam dan subur, aman, tentram dan sejahtera).
 
Bung Karno sang proklamator bangsa Indonesia pun di suatu kesempatan pernah menyatakan bahwa, kelak suatu saat nanti bangsa Indonesia akan dipimpin oleh seorang “Ratu Adil” atau Satrio Piningit yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju zaman keemasan.
 
Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya “Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, Kapankah matahari terbit?” Soekarno (1930), dalam bukunya Indonesia Menggugat.
 
Bila mengikuti alur ramalan Prabu Sri Jayabaya tentang keadaan Nusantara, di suatu masa di masa datang akan ada suatu masa yang penuh bencana. Gunung-gunung akan meletus, bumi berguncang-guncang, laut dan sungai akan meluap, ini akan menjadi masa penuh penderitaan. Masa kesewenang-wenangan dan ketidakpedulian. Masa orang-orang licik berkuasa, dan orang-orang baik akan tertindas. Tetapi, setelah masa yang paling berat itu akan datang zaman baru, zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan, zaman keemasan nusantara. Dan zaman baru itu akan datang setelah datangnya sang “Ratu Adil” atau Satrio Piningit.
 
Banyaknya berbagai bencana dan persoalan bangsa Indonesia yang datang dan pergi silih berganti apakah pertanda bahwa bangsa Indonesia tengah memasuki suatu masa yang disebut zaman “Kala Bendhu”, suatu zaman yang digambarkan dengan kekacauan dan pengrusakan yang demikian dahsyat. Kedahsyatan itu sering pula dinamakan dengan masa “Goro-Goro” yang digambarkan dengan “Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap”, bumi mengalami kegoncangan yang dahsyat hingga langit menjadi tergetar.
 
Suatu masa yang disebut zaman “Kala Bendhu” atau “Goro-Goro” ini sebagai awal akan datangnya suatu zaman keemasan dengan datangnya seorang pemimpin yang disebut “Ratu Adil” atau Satrio Piningit membawa bumi nuswantoro atau nusantara ke masa kejayaan, dimana kebenaran akan jaya: “Suro diro joyodiningrat lebur dening pangastuti” atau “Semua angkara murka atau tindak kejahatan akan kalah dengan keluhuran budi”, dan dalam terminologi Islam disebut: “Idza jaal haqqu wazahaqal bathil, innal batila kana zahaqu.”
 
Ratu Adil Atau Satrio Piningit
 
Kita mungkin dengan diam-diam atau bahkan dengan terbuka, berharap kelak bangsa Indonesia akan dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki berbagai keutamaan yang oleh kepercayaan masyarakat Jawa disebut “Ratu Adil” atau Satrio Piningit.
 
Kelak akan datang seorang “Ratu Adil” atau Satrio Piningit yang akan membawa keadilan dan kesejahteraan serta mengangkat derajat dan martabat manusia (versi Jayabaya). Akan muncul pemuda pilihan Tuhan dari tanah suci yang menaklukkan bumi di seluruh bagian barat dan timur (versi Nostradamus). Akan hadir keturunan Nabi yang nama dan gelarnya seperti Nabi, yang menerangi bumi dengan keadilan. Kerajaannya menyerupai Nabi Sulaiman dan Iskandar Zulkarnain (versi Al Hadist).
 
Sifatnya yang lemah lembut, penuh perasaan dan kasih sayang layaknya seorang ratu yang memerintah. Sifatnya yang juga adil dalam menjalankan hukum dan persamaan derajat membuat dia disebut sebagai “Ratu Adil”, karena dia adalah keadilan itu sendiri.
 
Istilah “Ratu Adil” atau Satrio Piningit baru dikenal pada zaman pujangga Kraton Mataram di Surakarta, pada sekitar tahun 1830-1873 Masehi, meskipun sebelumnya telah ada Jangka Tanah Jawa yang merupakan mahakarya Prabu Sri Jayabaya pada masa keemasannya di Kerajaan Kediri (1135-1157 M).
 
Prabu Sri Jayabaya menyebut dalam ramalannya: “Marga sirapih, rawuhnya, nata ginaib sanyata, wiji sijilane utama, ingapuran naranata, kang kapisan, karanya, adenge tanpa sarana, nagdom, makduming srinata, sonya rutikedannya” artinya: kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib dan mempunyai sifat-sifat utama.
 
Munculnya yang tidak terduga dan sifat-sifat keutamaan pemimpin baru yang dalam Jangka Tanah Jawa Prabu Sri Jayabaya diyakini akan mengakhiri zaman “Kolo Bendhu”, besar kemungkinan oleh R. Ng. Ronggowarsito dicoba untuk dihadirkan sosoknya secara lebih jelas, dengan mengartikannya sebagai “Ratu Adil” atau Satrio Piningit, dengan berbagai sifat-sifat keutamaannya.
 
Segala sifat adil “Ratu Adil” atau Satrio Piningit yang berarti satria yang masih tersembunyi itu digambarkan oleh R. Ng. Ronggowarsito sebagai tunjung putih semune pudhak sinumpet. Artinya, tokoh yang masih suci bagaikan bunga teratai putih yang harum semerbak laksana bunga pandan yang tersembunyi di kelebatan daunnya.
 
“Ratu Adil” atau Satrio Piningit sebagaimana dimaksud dalam Jangka Tanah Jawa Prabu Sri Jayabaya-R. Ng. Ronggowarsito tersebut digambarkan serba sempurna. Keadilan dan kebijaksanaannya bisa diterima semua kalangan, seperti tersirat pada penjelasan R. Ng. Ronggowarsito berikutnya: wadya punggawa sujud sadya, tur padha rena prentahe. Artinya, rakyat dan para pembesar dengan senang hati menerima segala keputusannya dan tunduk terhadap perintahnya.
 
R. Ng. Ronggowarsito mempertegas lagi dengan mengatakan, “Ratu Adil” atau Satrio Piningit itu tak membebani kehidupan rakyatnya, sebagaimana tersurat pada bait ramalan selanjutnya, wong deso iku wedale kang duwe pajak sewu pan sinuda dening narpati mung metu satus dinar. Artinya, pajak yang dibebankan kepada rakyat dikurangi dari seribu menjadi hanya seratus dinar.
 
“Ratu Adil” atau Satrio Piningit diramalkan akan muncul secara tak terduga ketika zaman dalam keadaan kacau atau zaman “Kolo Bendhu”, dan membuka zaman baru, “Kolo Subo”. Ramalan ini telah pula disebutkan dalam Jangka Tanah Jawa Prabu Sri Jayabaya dalam bait saking marmaning Hyang Sukma, jaman kolobendhu sirna, sinalinan jamanira, mulyaning jenengan nata, ing kono raharjaniro, karaton ing tanah jawa mamalaning bumi sirna, sirep dur angkara murka. Artinya: atas kehendak Tuhan, zaman kolobendhu hilang berganti zaman kemakmuran, hilang kutukan bumi dan angkara murka mereda. R. Ng. Ronggowarsito menyebut zaman Kolo Bendhu dengan zaman edan dalam serat kalatidha.
 
Kepemimpinan yang Amanah
 
Mengikuti berbagai ciri-ciri keutamaan dan gambaran tentang “Ratu Adil” atau Satrio Piningit dalam ramalan Parabu Sri Jayabaya dan R. Ng. Ronggowarsito dapatlah kita meyakini bahwa pemimpin yang menjadi dambaan rakyat itu adalah sosok pemimpin yang amanah (dipercaya), pemimpin yang mewarisi kepemimpinan nabi yang kepribadiannya merupakan penyatuan nur dan cahaya illahi.
 
Pemimpin yang melanjutkan atau mewarisi kepemimpinan nabi itu tentu bisa jadi adalah seorang pemimpin yang sekaligus memiliki sifat-sifat keulamaan, karena ulama adalah pewaris nabi, bisa jadi pada diri tokoh pemimpin itu yang dalam terminologi Jawa disebut “Ratu Adil” atau Satrio Piningit adalah tokoh yang menyatu pada dirinya sebagai umara dan ulama.
 
Bila menggambarkan sosok “Ratu Adil” atau Satrio Piningit sebagaimana yang meyakini adanya Imam Mahdi sebelum datangnya Dajjal maka dalam pemahaman ini Al-Qur’an tidak pernah menyebut tentang Imam Mahdi yang datang menolong umat manusia dari datangnya Dajjal, ada beberapa hadist mengungkap tentang Imam Mahdi diantaranya adalah:
 
“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR Abu Dawud 9435).
 
“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran), dan Allah berikan kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal, dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161).
 
“Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, lalu mereka membaiat Imam Mahdi secara paksa, maka ia diabaiat di antara Rukun dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di anatara Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737).
 
“Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbaiatlah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas dalju karena sesengguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4047).
 
Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah mengutus Rasul dan Nabi untuk memperbaiki tatanan masyarakat yang jahiliyah, masyarakat yang zalim penuh dengan perbuatan angkara murka, kejahatan dan perbuatan dosa yang menentang keesaan dan kekuasaan Allah.
 
Apakah “Ratu Adil” atau Satrio Piningit adalah seperti pemimpin yang ditunjuk oleh Allah melalui nabi dan mewarisi kepemimpinan nabi atau pemimpin yang ditunjuk oleh Allah sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an:
 
“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekeyaan yang banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” “Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapapun yang Dia kehendaki, dan Allah maha luas, maha mengetahui.” (QS: Al-Baqarah. 247).
 
“Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS: Al-Qasas. 5).
 
Kemudian, apakah “Ratu Adil” atau Satrio Piningit itu adalah para pemimpin yang mewarisi kepemimpinan nabi seperti para sahabat nabi yang menjadi khulafaur Rasyidin, atau pemimpin seperti Umar Bin Abdul Azis yang termashur kepemimpinannya sebagai pemimpin yang amanah?
 
Tampaknya dalam perkembangan kepemimpinan di Indonesia yang masih terus menghadapi berbagai persoalan dan masalah terutama masalah krisis moral yang membawa bangsa Indonesia sebagai negara yang terkorup di dunia hingga menjadi suatu negeri yang disebut sebagai “negeri tuyul” dan banyaknya berbagai musibah dan bencana dan “Goro-Goro” apakah telah memenuhi syarat akan munculnya pemimpin yang disebut sebagai “Ratu Adil” atau Satrio Piningit?
 
Kini dan di masa yang akan datang kita belum dapat memastikan bahwa para pemimpin Indonesia itu dapat disebut sebagai “Ratu Adil” atau Satrio Piningit. Kita hanya dapat memastikan bahwa bangsa Indonesia kini dan di masa yang akan datang memiliki pemimpin yang disebut sebagai “Satrio Pinilih”, karena pemimpin itu terpilih dan dipilih oleh rakyat melalui suatu mekanisme pemilihan umum yang demokratis.
 
Apakah kita bangsa Indonesia boleh berharap akan datangnya “Ratu Adil” atau Satrio Piningit sebagai pemimpin yang masih tersembunyi dan siapa sebenarnya “Ratu Adil” atau Satrio Piningit itu? Suatu ramalan yang hanya memiliki mitos, mitologi atau takhayul, atau suatu harapan ideal tentang suatu kepemimpinan yang amanah yang sangat didambakan oleh masyarakat untuk memimpin negara dan bangsa Indonesia dengan jejeg, jujur lan adil, menegakan kebenaran dengan ketegasan, kejujuran dan keadilan, dan menegakkan amar makruf nahi mungkar yang membawa bangsa Indonesia menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Hanya Allah yang maha tahu, yang menguasai alam semesta dan segala isi dan segala rahasia yang terkandung di dalamnya.
***

*) Penulis adalah Direktur CINTA Indonesia dan Professional Campaign and Politic Consultant pada DInov ProGRESS Indonesia. http://sastra-indonesia.com/2010/11/satrio-piningit-di-negeri-tuyul/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita