Sabtu, 24 April 2021

MEMOAR CAMBUK BERDURI TENTANG JEMBER JADUL

 Mashuri *
 
"Pada 1930an, ada dua suratkabar menarik di Jember. Mingguan “Pembrita” pimpinan Kwee Thiam Tjing dalam bahasa Tionghoa-Jawa serta “De Oosthoek Bode” pimpinan Brunswijk van Hulten dalam bahasa Belanda. Di tanah Birnie, kedudukan orang Belanda lebih menonjol dibanding kota-kota lain di Jawa." --Andreas Harsono
 
Jember punya dua koran. Itulah yang terjadi tempo doeloe, sebagaimana pernyataan Andreas Harsono yang dikutip di awal ngablak ini. Namun, di antara dua koran itu yang dianggap revolusioner dan berperan sebagai media kontrol sosial dan pembela kebenaran adalah “Pembrita” Jember. Pasalnya, koran yang terbit mingguan ini dikomandani Kwee Thiam Tjing. Dia dikenal sebagai insan pers yang berpikiran merdeka dan garang dalam memperjuangkan hak-hak publik, bahkan ia punya nama alias yang menakutkan: “Tjambuk Berduri”.
 
Ihwal laju “Pembrita” diuraikan sendiri oleh Kwee dalam sebuah kolomnya di koran “Indonesia Raya” dengan judul "Pembrita 10 Maret 1934" dimuat 19—20 Juli 1972, yang disambung pada 20—26 Juli 1972. "Pembrita" Jember berisi kutipan dari berbagai surat kabar lain yang dianggap penting, ditambah dengan sebuah cerita bersambung yang digandrungi pembaca pada saat itu, berjudul “Darah Kotor”. Yang mengurus "Pembrita" adalah Kwee Thiam Tjing sebagai pimpinan redaksi, dan Tan King Djien sebagai kepala bagian administrasi. Kwee menulis sebagai berikut:
 
“Di tahun 1933 saja (Kwee, red) pindah ke Djember dan disana terbitkan djuga surat kabar mingguan “Pembrita”, jang isinja kutiban lain2 surat kabar punja kabaran penting. Lebih djauh djuga pada pembatja disugukan tulisan redaksi (dalam hal ini saja sendiri jang mewakili redaksi; administrasi dipegang oleh Tan King Djien) dan tjerita bersambung “Darah Kotor”.”
 
“Pembrita” nongol pertama kali tanggal 30 November 1933. Memang terhitung telat apabila dibandingkan dengan kemunculan koran-koran lain. Bahkan, koran sejenis yang bernama “Pembrita” Betawi, nongol pertama kali pada 24 Desember 1884. Terhitung hampir 50 tahun sebelumnya. Namun, ibarat pepatah, lebih baik terlambat daripada ngaplo. Generasi masa kini pun patut mengapresiasi kehadiran “Pembrita” Jember, apalagi gebrakannya termasuk berani pada masanya. Terdapat beberapa keberhasilan yang mendahului zamannya.
Berdasarkan memoar Kwee Thiam Tjing dalam buku “Menjadi Tjamboek Berdoeri” (2010) yang sebelumnya berupa kolom bersambung berjudul “Bahasa Bogem Mentah” dimuat "Indonesia Raya” 20—26 Juli 1972, terdapat uraian tentang ‘cara-cara merdeka’ Kwee dalam memenangkan persaingan untuk mengadakan acara di Jember dan mendapatkan advertensi, alias iklan, dari pembesar Jember pada masa itu. Saingannya tentu saja koran tetangga sendiri, yaitu “De Oosthoek Bode”. Ihwal tersebut, Kwee menulis sebagai berikut:
 
“Di Djember ada djuga terbit “De Oosthoek Bode”, djuga seminggu sekali, tetapi dalam bahasa Belanda dan diterbitkan serta dikemudikan oleh Brunswijk van Hulten, seorang Belanda jang amat angkuh sikapnja karena merasa ada di Djember di “tanah Birnie”, pioneer dari perusahaan tanam tembako. Umumnja memang Belanda di bilangan sana di waktu itu lebih menondjol kedudukannja dibanding dengan golongannja jang hidup di kota-kota besar.
 
Tadinya antara Brunswijk dan saja (Kwee, red.) tidak ada apa-apa, dalam arti ia anggap sebagai angin dan saja pun begitu terhadap dia”
 
Tetapi karena “Pembrita” selalu dapat advertensi dari Regenschapsraad (Dewan Kota), membuat Brunswijk dengki. Puncaknya adalah ketika Kwee berhasil menggandeng pembesar Jember masa itu di Jember untuk bikin acara pasar malam di Alun-alun Jember, iri hati Brunswijk semakin tak ketulungan. Tentang acara pasar malam itu Kwee menulis dengan kocak:
 
“Waktu buat pertama kali pasar malam dibuka, saja sebagai secretaries plen comite diminta untuk berpidato. Maklum, di waktu itu kalau mesti mendadak angkat bitjara di hadepan Kandjeng Tuan Resident, Kandjeng Boepati dan Kandjeng Tuan Asisstent Resident, rasanja tenggorokan dirasanya kering.
 
Tetapi buat saja, djurnalis jang selalu hidup dalam suasana merdeka, itu semua saja anggap biasa sadja. Dan ini hal bikin si Brunswijk gondoknja djadi kembar. Pun saja oleh comite “dipersen” zonder sewa tanah di sekitar puhun waringan di tengah2 aloon2 (di mana pasar malam diadakan) buat bikin stand restoran di mana isteri saja dengan pembantu2nja sediakan soto Madura (isteri saja kelahiran Pamekasan) dan lain2 makanan”.
 
Sebenarnya menarik untuk meneruskan ketegangan antara Kwee dengan Brunswijk, yang juga terkait pemberitaan media masing-masing, tetapi saja, eh saya, khawatir ngablak ini kepanjangen.  Dari kolom dan memoar Kwee, yang patut dicatat adalah beberapa terobosan gemilang yang dilakukan “Pembrita”, dengan Kwee sebagai dedengkotnya. Pertama, menggelar pasar malam di Alun-alun Jember dengan bantuan Boediardjo, wedana kota Jember, Helms, komisaris polisi kota, dan Kho Hong Phing, letnan Tionghoa Jember.
 
Selain itu, adalah menggelar rapat terbuka committee van actie (komisi aksi), yang dihadiri oleh 31 perkumpulan, masing-masing mewakili warga Tionghoa, pribumi, dan Arab di Jember. Tujuannya mendesak agar seluruh tarip Aniem (singkatan dari Algemene Nederlandsh Indisch Electricitiet Maatschapaij, yang di kemudian hari bermetamorfosa menjadi PLN) dan pelayanan air minum diturunkan. Rapat itu membuahkan hasil yang mencengangkan! Londo keok, Coy!
Demikianlah.
 
MA
On Sidokepung, 2021
 
*) Mashuri, lahir di Lamongan, Jawa Timur, 27 April 1976. Karya-karyanya dipublikasikan di sejumlah surat kabar dan terhimpun di beberapa antologi. Dia tercatat sebagai salah satu peneliti di Balai Bahasa Jawa Timur. Tahun 2018, bersama Sosiawan Leak dan Raedu Basha, dipercaya jadi kurator yang bertugas memilih narasumber dan menyeleksi para peserta Muktamar Sastra. Hubbu, judul prosanya yang mengantarkan namanya meraih predikat juara 1 Sayembara Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), tahun 2006. Dia menggeluti hal-ihwal terkait tradisionalitas dan religiusitas. Mashuri, merupakan lulusan dua pesantren di tanah kelahirannya. Dia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Di luar aktivitas pendidikannya, berkiprah di Komunitas Teater Gapus, dan Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya. http://sastra-indonesia.com/2021/04/memoar-cambuk-berduri-tentang-jember-jadul/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita