Sabtu, 24 April 2021

GENRE SASTRA YANG HILANG

Badaruddin Amir *
 
Genre berasal dari bahasa Latin genus, generis, yang berarti "jenis”. Ini istilah Prancis yang menunjuk pada bentuk atau jenis sastra, yaitu karya sastra yang dapat diklasifikasikan menurut jenisnya. Dalam sastra kita sudah mengenal ada genre prosa, genre puisi dan genre drama. Taksonomi genre ini dapat disebut sebagai genre utama sastra, karena di dalamnya masih ada lagi sub-sub genre seperti dalam genre prosa dikenal ada genre roman/novel dan  genre cerpen, dalam genre puisi dikenal ada sub genre puisi epik dan sub genre puisi lirik dan sebagainya, dan dalam genre drama juga dikenal ada sub genre Opera, Melodrama, Farce, Tablo, Sendratari dan pantomom. Demikianlah sehingga pengertian genre sastra sering dipersamakan saja dengan jenis-jenis karya sastra.
 
Menurut Teeuw yang pertama memperkenalkan istilah genre adalah Aristoteles. Ia membagi  sastra berdasarkan ragam perwujudannya yaitu  epik, lirik, dan drama (Teeuw, 1984: 109). “Epik adalah teks yang sebagian berisi deskripsi (paparan kisah), dan sebagian lainnya berisi ujaran tokoh (cakapan). Epik ini biasa disebut prosa. Lirik adalah ungkapan ide atau perasaan pengarang. Dalam hal ini yang berbicara adalah 'aku' lirik, yang biasa disebut penyair. Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi atau sajak, yakni karya sastra yang berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih mengutamakan cara mengekpresikannya. Drama adalah karya sastra yang didominasi oleh cakapan para tokoh. Kriteria drama yang membedakan dengan 2 jenis karya sastra lainnya adalah hubungan manusia dengan dunia ruang dan waktu.”
 
Pembagian genre sastra ini semata-mata berdasarkan perbedaan bentuk fisik karya sastra saja, bukan substansinya. Meski demikian batasan pembagian tersebut semakin kabur juga sehingga kadang-kadang kita pun menyebut genre romantisi, genre simbolik, genre mistisis, dan genre surealis yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai “aliran”.
 
Surat-Surat Sastra sebagai Satu “Genre” yang Hilang
 
Kendati “surat-surat sastra” yang dikirim oleh seorang sastrawan kepada sastrawan lain temannya, belum boleh disebut sebagai sebuah genre sastra, atau sub genre sastra, sebagaimana “puisi esai” masih menjadi perdebatan untuk penamaannya, namun dengan tanda petik marilah kita memahami bahwa “Surat-surat sastrawan” ini adalah satu jenis karya sastra juga. Perbedaan kemunculannya dengan “puisi esei” adalah – “puisi esei” dulunya tidak dikenal dan sekarang ini mulai diperkenalkan sebagai sebuah “genre baru” dalam sastra. Sedangkan “Surat-surat sastra” sudah dikenal dari dulu meski bukan sebagai sebuah genre, namun sekarang ini mulai hilang secara pelan-pelan seiring dengan kehadiran HP dan alat komunikasi canggih lainnya sudah tergenggam di tangan para sastrawan kita.
 
Dulu di jaman sastrawan senior kita seperti HB. Jassin, Asrul Sani, Ajip Rosidi, Iwan Simatupang dan lain-lain masih aktif menulis, mereka sering berkomunikasi dengan teman-temannya melalui surat. Surat-menyurat menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari proses kreatif mereka. Bahkan surat bukan lagi sekadar bermuatan informasi praktis yang akan disampaikan kepada teman-temannya, tapi juga menjadi media tempat menuangkan gagasan, pikiran-pikiran, prasaan, apresiasi dan juga media untuk menyalurkan aspirasi politik mereka, baik kepada kawan maupun kepada lawan politiknya. Surat-surat di tangan mereka pada akhirnya menjadi salah satu jenis karya sastra tersendiri. Demikianlah kita bisa membaca surat-surat para sastrawan kita –dan kembali menikmati kadar kesastraannya—melalui kumpulan surat-surat mereka yang telah diterbitkan menjadi buku seperti “Surat-Surat Jassin” (HB. Jassin), “Surat-Surat Kepercayaan” (Asrul Sani), “Dia yang Datang Telanjang” (Ajip Rosidi), “Surat-Surat Politik Iwan Simatupang” (Iwan Simatupang) dan yang sangat terkenal “Habis Gelap Terbitlah Terang” (RA. Kartini). Surat-surat tersebut ditulis para sastrawan kita di jaman sebelum adanya HP dan sejenisnya.
 
Sekarang ini bersurat-surat seperti itu jarang lagi dilakukan oleh para sastrawan muda kita sejak adanya HP sebagai media komunikasi paling praktis. Apa lagi di era internet dengan berbagai pasilitas informasi dan komunikasi yang lebih canggil lagi seperti facebook. Dengan kehadiran media-media sosial ini rasanya bersurat-surat secara manual dengan menggunakan kertas dan jasa POS sudah dianggap sebagai kegiatan yang ketinggalan jaman. Tapi dengan hilangnya surat-surat ini sangat terasa sekali bahwa ada satu “genre” sastra kita yang hilang. Itulah “genre” sastra surat yang ternyata bisa dibukukan menjadi sebuah buku tebal dan bermanfaat baik karena nilai sastra maupun karena nilai sejarahnya.
 
Kita yang telah berusia 50-an termasuk generasi terakhir yang masih menggunakan surat-surat untuk berhubungan dengan teman-teman sastrawan lain –yang kemudian harus “menyerah” pula ketika media komunikasi yang lebih canggih itu datang menyantroni kehidupan kita sampai ke desa-desa. Dulu saya sangat menikmati betapa asyiknya bersurat-surat dengan teman-teman yang ada di Sumatra, di Jakarta, di Jogja, di Bali, di Parepare, di Kendari. Kadang-kadang juga berani menyurat ke sastrawan senior seperti Ajip Rosidi yang waktu itu berada di Osaka. Tapi sekarang ini kenikmatan tersebut hilang karena telah tergantikan oleh SMS, WA, email dan inbox dan lain-lain. Jaman narasi surat-surat telah hilang tergantikan jaman short massage service.
 
Entah karena itu pula lah saat ini kita tidak pernah lagi mendengar adanya kumpulan surat-surat yang terbit dalam bentuk buku, dan sekarang sudah mulai ada penerbitan buku kumpulan status yang pernah dimuat di media sosial facebook. Tapi bedanya seperti langit dan bumi.
***
 
*) BADARUDDIN AMIR lahir di Barru, Sulawesi Selatan, 4 Mei 1962. Pendidikan S1 diselesaikannya di FPBS IKIP Ujung Pandang tahun 1999, sedang Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dirampungkannya di Unimuh Makassar tahun 2010. Sejak 1981 mengabdi sebagai guru bahasa dan sastra Indonesia di beberapa SMP Kabupaten Barru, dan sejak 2013 dipercaya sebagai Kepala SMP Negeri di salah satu SMP di Kabupaten Barru. Tahun 2017 diangkat sebagai Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Barru. Di samping itu sebagai wartawan dan Kepala Biro Majalah Dunia Pendidikan Dinas Pendidikan Propinsi Sulawesi Selatan, dan pernah menjadi wartawan di beberapa mingguan yang terbit di Makassar dan tabloid yang terbit di Kalimantan. Blognya https://badaruddinamir.wordpress.com/

http://sastra-indonesia.com/2021/04/genre-sastra-yang-hilang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita