arjuna itu ganteng, katamu setiap hari
padahal kau tidak pernah lihat arjuna
apalagi bertemu, cuma pernah lihat
sosok wayang kulitnya
jadi sebenarnya, kau tidak tahu arjuna
itu ganteng beneran atau tidak
kesimpulannya, arjuna itu aslinya
seperti apa, itu tidak penting
yang penting adalah apa yang kamu
bayangkan tentang ganteng
maka, kekasihmu yang ganteng
adalah arjunamu, berpuluh milyar
wajah ganteng arjuna, iyah
ternyata ganteng arjuna itu pasaran.
ARKEOLOGI PERASAAN
Siapakah kau yang berdiam dalam sunyi,
Siapakah kau yang rindu dalam sepi,
Siapakah kau yang nyanyi dalam bising.
Aku gali tanah, kau selinap hutan, kabut menari
di antara celah jari dan keraguan yang memaksa
“Aku orangnya gak sabaran,” katamu sambil
menarik napas. Mendung membuat kita terburu
buru. Ada cemas terlepas, jatuh dalam kegelapan.
Hingga kini, kita tak pernah tahu di mana dasarnya
Berbekal meteran, kita mengukur batas kedalaman
berpangkal masa lalu yang kita cuma bisa menduga
di mana awalnya, hati kita saling bertatapan.
“Sebenarnya, aku tidak mengenalmu,” katamu lagi
Sambil mengingat-ingat, dan berdoa, apakah dia cinta
atau benci pada kita. Hanya dalamnya buih,
kita tidak pernah tahu, di mana Dia membenam.
SEJARAH AIR MATA
Tubuhku lahir dari kegelapan, juga kebahagian
dan luka. Tapi itu tak membuatku bercabang
Hingga terpejam, meraba tanah yang tersisa
aku cari dirimu di lubuk, tatapan itu terlihat kosong
Apa yang harus aku persiapkan, sembari berkelana,
menikmati mendung dan embun yang menggoda
Kukumpulkan suka dukaku, telaga yang mengendap,
kebeningan itu telah bercampur sedih dan tawa
Pada padang tak berpenghuni, aku tumpahkan segala,
Tapi air mataku cuma satu, harta yang tak terperi
Bersama laut gelombang, dan pelupuk yang berkaca
selalu muncul pertanyaan, dari mana datangnya air mata
Tapi air mataku cuma satu, tak ada yang lain.
PANGGUNGNYA CUMA SATU, BUNG
Iya bung, bener, kita semua butuh panggung
Pejabat butuh panggung
Pengusaha butuh panggung
Ulama butuh panggung
Kita rakyat juga butuh panggung loh, bung
Pejabat butuh panggung untuk mempertahankan kekuasaan
Pengusaha butuh panggung untuk membeli kekuasaan
Ulama butuh panggung untuk mendapatkan kekuasaan
Kita rakyat butuh panggung untuk cari makan, bung
Tapi panggungnya cuma satu bung
Terus bagaimana dong bung?
Ya, tentu yang cari makan sulit bersaing bung
Mungkin dihajar yang mempertahankan kekuasaan
Mungkin digadai yang bisa membeli kekuasaan
Mungkin diiming-imingi yang ingin mendapatkan kekuasaan
Wah, kok seperti drama-dramaan, bung
Iya bung, katanya hidup adalah panggung kekuasaan bung
Kita-kita, asal masih bisa makan, lumayanlah bung
Ayo bung kerja, biar tetap bisa makan.
***
Dr. Aprinus Salam, M. Hum., Sastrawan kelahiran Riau, 7 April 1965. Dosen FIB UGM, Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM sejak 2013, Anggota Senat Akademik UGM 2012-2016, Konsultan Ahli Dinas Kebudayaan DIY (2013-2016). Pendidikan S1, Bahasa dan Sastra Indonesia FIB UGM (Lulus 1992), S2 Program Studi Sastra Pasca Sarjana UGM (Lulus 2002, salah satu wisudawan terbaik), S3 Program Studi Sastra (Program Studi Ilmu-Ilmu Humaniora, Pascasarjana FIB UGM, lulus 2010).
http://sastra-indonesia.com/2021/03/puisi-puisi-aprinus-salam-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar