Rabu, 10 Februari 2021

Perubahan Struktural, Tanpa Karl Marx

Abdurrahman Wahid
 
SELAMA INI apa yang dinamakan “perubahan struktural” seolah-olah sudah menjadi monopoli kaum Marxis. Maka menjadi ramailah suasana sebuah seminar, yang notabene diselenggarakan oleh sebuah lembaga pemerintah di tingkat nasional, ketika ada paper yang menuntut keharusan perubahan struktural dalam kehidupan bangsa kita. Apa kuping tidak salah dengar dan mata tidak salah baca?
 
Ternyata tidak, memang kata struktural itu sendiri berulang kali muncul. Apakah seminar sudah kesusupan eks-PKI? Juga tidak, karena yang membawakan paper adalah agamawan yang jelas tidak komunistis dalam pandangan hidup. Terlebih-lebih, mereka pernah mengakui kebenaran ajaran Marx.
 
Ternyata di balik pernyataan itu ada sebuah proses penalaran. Masalahnya begini: Marx harus diikuti analisanya terhadap keadaan, tetapi jangan begitu saja dituruti dalam kesimpulan. Dengan kata lain, Marxisme haruslah dipahami sebagai kenyataan sejarah, tetapi belum tentu memiliki kebenaran transendental. Kita sendiri harus berani melakukan kritik atas Marxisme, jika tidak ingin dijajah olehnya.
 
Dalam proses itu, kita semua akan dewasa. Betapa tidak, kalau dengan pemahaman analisa Marx kita akan mampu memahami hakikat keadaan yang berkembang? Lalu, dengan keberanian melakukan kritik atas cara metode Marx diterapkan (sebuah masalah metodologis), bukankah kita lalu akan mampu mencari pemecahan bagi masalah kita dengan “penemuan-penemuan” yang sesuai dengan kondisi kita sendiri?
 
Taruhlah kita terima kebenaran asumsi Marx, bahwa perilaku warga masyarakat sangat ditentukan oleh struktur masyarakat mereka sendiri. Dikenal dengan nama paham determinisme ekonomis, pandapat Marx ini akhirnya berujung pada perlunya penggulingan sebuah struktur kekuasaan untuk melakukan perbaikan keadaan masyarakat secara mendasar. Cara lain tidak akan membawa pemecahan.
 
Dirumuskan dengan kata lain, yang dituju adalah transformasi struktur kehidupan masyarakat. Sedangkan struktur hanya dapat ditransformasikan, kalau kekuasaan telah direbut dari tangan pemegang kekuasaan. Ini adalah inti ideologi Marxisme-Leninisme, yang dikenal dengan istilah komunisme.
 
Pertanyaannya, haruskah selalu demikian caranya? Ternyata tidak. Menurut kaum sosisal Demokrat: perubahan dapat dilakukan melalui cara damai, kekuasaan dapat diraih melalui demokrasi parlementer. Artinya, setiap struktur memiliki kelengkapan untuk melakukan perubahan.
 
Dalam transformasi model Marx, atau lebih tepat model Marxisme-Leninisme, transformasi dimulai ketika kekuasaan telah direbut. Apa yang terjadi sebelum itu hanyalah persiapan ke arah transformasi, bukan transformasinya sendiri. Dan setelah kekuasaan direbut, masih perlukah semacam “pengawal revolusi” untuk menjaga kemurnian transformasi yang dihasilkan agar tidak diselewengkan.
 
Bagi yang menolak ajaran Marxisme-Leninisme, walaupun menerima analisa sosial-ekonomisnya, perubahan terjadi justru sebelum kekuasaan “berubah kelamin”. Transformasi terjadi dalam sikap dan perilaku masyarakat secara keseluruhan, melalui proses pendidikan berjangka panjang. Misalnya melalui perjuangan menegakkan keadilan melalui bantuan hukum struktural. Atau melalui kesadaran perilaku politik yang menjunjung asas kebebasan dan persamaan hak, atau melalui penubuhan dan pengembangan organisasi ekonomi yang benar-benar demokratis di tingkat bawah.
 
Hanya mengkhayal? Lihat saja kiprah Lembaga Bantuan Hukum. Atau Yayasan Lembaga Konsumen. Juga organisasi-organisasi yang bergerak di pedesaan untuk menyadarkan warganya akan kemampuan penuh mereka sebagai manusia guna perbaikan kualitas hidup mereka. Termasuk juga media massa kita yang berfungsi edukatif. Apalagi kalau diingat adanya pejabat yang jujur dan tulus, yang mencoba menegakkan birokrasi yang memang benar-benar diperlukan bangsa kita, di tengah-tengah kebalauan hidup di kalangan pemerintahan secara menyeluruh.
 
Semuanya itu struktural, karena akan mematangkan pandangan kita tentang apa yang harus dilakukan di tempat masing-masing. Juga akan mengubah keseluruhan watak kehidupan dalam jangka panjang, tanpa memakai Marxisme dalam pemecahan pokok masalah yang dihadapi.
***
 
[Dari buku “Tuhan Tidak Perlu Dibela” (LKiS, hal 191-193)]

http://sastra-indonesia.com/2020/09/perubahan-struktural-tanpa-karl-marx/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita