Rabu, 10 Februari 2021

Membaca Antologi Cerpen Perempuan Berlipstik Kapur

Judul: Perempuan Berlipstik Kapur
Pengarang : Esti Nuryani Kasam
Penerbit: Penerbit Andi
Tahun Terbit: 2012
Resensi: Qismatun Nihayah
 
Mengupas segala kehidupan yang dialami perempuan, memang seringkali mendapati kenyataan yang mengiris hati. Esti Nuryani Kasam menyuguhkan cerita-cerita yang mengandung beragam pelajaran tentang kekuatan jiwa perempuan yang bisa dijadikan pengajaran dalam mengarungi kehidupan. Ia juga menyinggung kejamnya zaman yang terus menguji ketegaran hati para perempuan. Dengan bahasa yang sederhana namun menyimpan sejuta makna, dikemas lewat cerita pendek (cerpen) dalam buku ini. Esti memperlihatkan kepekaan yang tinggi terhadap berbagai persoalan kehidupan sekitarnya, tidak hanya persoalan pribadi, tetapi juga sosial.
 
Dalam buku kumpulan cerpen “Perempuan Berlipstik Kapur” ini terdapat empat belas judul cerpen. Esti menceritakan betapa beratnya menjadi perempuan masa kini, yang tak mampu bertarung dengan kerasnya arus zaman yang semakin kejam. Dalam judul cerpennya yang pertama, “Rimpang” ia menegaskan bahwa perempuan memang harus lebih pandai agar tak terkalahkan oleh waktu yang terus mengujinya. Tidak hanya pandai, setidaknya perempuan harus menyiapkan mental, jika saja tidak bisa bertahan dalam zaman yang semakin keras ini. Dalam cerpen tersebut ia menceritakan seorang perempuan yang kalah dengan perkembangan zaman. Mengisahkan ketabahan seorang ibu yang terkalahkan oleh anak-anaknya yang telah maju atas peradaban zaman.
 
Sebenarnya ia tidak gagal mendidik anak-anaknya. Bahkan anak-anaknya sukses menjadi apa yang mereka inginkan. Sayangnya kesuksesan yang dicapai anak-anaknya tidak seperti yang ia inginkan. Ia berharap anak-anaknya sukses dan masih tinggal bersamanya, tapi ketiga anaknya pergi entah kemana. Pergi sesuka hati dan merasa telah menemukan dunianya sendiri. Ada yang merantau ke Bali, berguru di sana dan berharap menjadi pelukis sukses. Ada yang sukanya mendaki gunung tanpa memberitahu pulangnya kapan, terkadang sampai berbulan-bulan.
 
Ibunya tak pernah mengerti apa yang dimaksud sukses di mata mereka. Ibunya bahkan tak merasakan kesuksesan mereka. Yang ia tahu dari teman-teman anaknya, anaknya orang yang aktif, berprestasi, dan disayangkan jika jalan anak-anaknya dihalangi. Ia hanya tertunduk diam. Ia pernah sekali menasihati anaknya, agar tetap tinggal bersamanya dan meninggalkan rutinitas mereka yang sedikit membahayakan. Ibunya lebih senang jikalau ia memiliki anak yang biasa-biasa saja, tetapi tetap ada di sampingnya, ada jika dibutuhkannya. Namun mereka membantah dengan alasan di zaman sekarang orang harus berjuang maju, tak hanya melakukan itu-itu saja.
 
Mereka juga mengatakan bahwa ibunya tak bisa mengerti anak muda di zaman sekarang yang dituntut terus maju. Ibunya dianggap masih mengikuti paradigma lama yang layak diperbarui sesuai zamannya. Katanya, di zaman sekarang harus menjadi pribadi pemberani, mandiri, dan aktif. Jika mengikuti jalan ibudanya, hanya pantas hidup sebelum Kartini lahir, yakni sebagai generasi puritan. Anak-anaknya begitu pandai membantah hingga meluluh lantakkan perasaan ibunya. Ia hanya bisa diam dan mengasihani dirinya sendiri.
 
Dalam buku tersebut juga diceritakan begitu pekanya perasaan perempuan. Ia bisa merasakan sesuatu yang terjadi hanya dari instingnya. Perempuan bisa sabar sekalipun telah dikecewakan. Tapi perempuan juga pantas mengambil tindakan tegas, ketika ia telah benar-benar tak mampu membendung kekecewaan. Dalam cerpennya berjudul “Selingkuh itu Indah” Esti menceritakan bagaimana perempuan merasai dengan instingnya saat suaminya berkhianat. Sekalipun si suami tak pernah memperlihatkan atau berubah sikap saat berselingkuh. Juga diceritakan bagaimana perempuan menyikapi kekecewaannya yang tak terbendung dengan meninggalkan suaminya lewat menyibukkan diri bekerja, sembari memberikan kesempatan kepada suaminya agar menceraikannya tanpa mengatakan hal yang dapat menyakiti suaminya.
 
Esti juga bertutur betapa kuatnya perempuan menghadapi kerasnya kehidupan. Ia perihatin, dengan kaumnya yang sering tersiksa di negeri rantau. Seolah belum kering luka terdalam masa lalu tentang kaumnya yang terkubur di perut bumi. Namun ia tak henti berjuang agar kaumnya tak lagi tertindas, seperti dalam cerpen “Aku, Perempuan Gunungkidul”. Di zaman kian keras ini memang dibutuhkan orang-orang kuat dan mau melakukan perubahan, agar tidak tertinggal. Esti berkisah dalam cerpennya “Perempuan Berlipstik Kapur”. Di dalamnya bercerita tentang perempuan penambang kapur yang tegar menghadapi kerasnya hidup di daerah tandus gunung kapur. Ia tinggal di rumah kecil, di sebuah kabupaten gersang, miskin, kurang air, dan banyak tragedi gantung diri. Namun semua keadaan tidak mendukung tersebut ia tetap mengupayakan perubahan agar di desanya tak lagi tertinggal. Sayangnya ia meninggal di tengah perjuangannya mengumpulkan kapur. Ia tertimpa longsor begitu dahsyat, dan di akhir khayatnya ia dikenang oleh masyarakat sebagai perempuan yang menginspirasi kaumnya.
 
Dalam buku kumpulan cerpen ini, Esti mengajak para pembaca menjelajahi batin perempuan melalui kekuatan narasinya. Sebagai sastrawan, Esti sangatlah fasih memotret kedalaman batin kaum perempuan serta permasalahannya. Lewat kata-kata dan simbol-simbol yang kaya unsur lokal, cerpen-cerpennya menjelma bara bagi perempuan untuk senantiasa memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini terpasung. Tokoh-tokoh dalam cerpennya merupakan kesaksian kaum perempuan yang telah memiliki kesadaran gender. Buku ini mengangkat masalah dan harapan hidup perempuan desa di tengah kekuasaan budaya patriarkhi. Buku “Perempuan Berlipstik Kapur” sangat menyentuh dan inspiratif, membuka hati kita lebih memaknai, menghargai, dan menghormati kaum perempuan dalam kehidupan.

12 Januari 2015 http://sastra-indonesia.com/2020/09/membaca-antologi-cerpen-perempuan-berlipstik-kapur/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita