Rabu, 10 Februari 2021

Membaca Sekumpulan Nyanyian Imigran

Cak Bono
 
Judul Buku: Nyanyian Imigran
Penerbit: DF Publisher, Malang Jatim
Hal: xiii+179
Penulis: Anggota BMI Hongkong, Amerika, Swiss dan Jerman
Tahun: 2006
 
Gejala Buruh Migran Menulis (BMI) yang menulis, dalam hal ini bersastra bisa dikatakan bukan merupakan  hal yang  terasa  baru terutama bila dikonfrontasikan dengan Perantau menulis. Sebelumnya, barangkali, kaum migran Indonesia lebih banyak disebut sebagai perantau daripada TKW, TKI dan ataupun BMI. Namun, seiring  perkembangan waktu dan pemahaman sosial yang lebih kritis dan didukung oleh kecanggihan sistem informasi, perlawanan terhadap determinasi, maupun dominasi menjadi begitu  terang-terangan dan bersifat lebih terbuka dan mulai kehilangan sifat-sifat simbolisnya. Dalam hal ini metafora dan eufemisme menjadi sekedar kering makna, kering daya dan sekaligus harus dilawan.
 
Disamping efek politis, efek berikutnya adalah tujuan ekonomis yang mana  kelugasan dalam berbahasa bisa jadi merupakan suatu kebutuhan di era serba instan, cepat dan industralis. Wilayah publik yang termarginalisasi tak menjadi lebih dari sekedar  bernilai peripheral tetapi sekaligus sebagai wilayah ekonomis. Menjadi sebuah komoditas yang  coba ditarik lebih kepusat oleh industri media sebagai citraan-citraan humanitas yang laku untuk dijual seperti halnya acara-acara reality show di telvisi. Memberikan pertolongan dengan pamrih komersial, omset dan rating.
 
Diluar itu semua, posisi Sastra BMI sendiri bisa jadi semakin mengemuka dengan isu dan pendekatan kritis-sosial  atau politik etis gaya baru  yang menempatkan wilayah publik, determinasi dan dominasi sebagai tulang punggung kritis mereka. Dengan begitu persinggungan dengan kebijakan poitik juga tidak bisa dielakkan. Namun, apakah “Nyanyian Imigran” lebih berbau politis daripada sastrawi tentu bergantung sekali kepada versi masing-masing pembaca. Dalam versi sastra tinggi  barangkali standar sastrawi dari  kumpulan cerpen  ini masih jauh dari keinginan khalayak pembaca, apalagi segmentasi pembaca sastra.. Terlepas dari itu semua, bukankah validitas sastra tinggi seringkali masih diperdebatkan?.
 
Berbicara tentang kualitas sedikit banyak akan berhubungan dengan penerimaan khalayak yang semakin heterogen, dan multikurtur. Ada yang menganggap bahwa  kualifikasi  karya sastra sepertinya juga  telah bergeser dari menara kanon.Barangkali  terdengar sedikit herois bila menyinggung perjuangan kelasnya Marxis telah bertransformasi menjadi  perjuangan mengatasi kategorisasi-melawan dominasi. Suara Publik terutama yang  tertindas harus didengarkan; barangkali seperti itu umumnya  propaganda awal dibalik industri sastra dengan tema-tema sosial yang belakangan malah terkesan eksploitatif.
 
Buku kumpulan cerpen “Nyanyian Imigran” yang diangkat dari judul cerpen karya Joey Sambo ternyata diilhami oleh  lagu The Led Zepplin: ‘Immigrant Song’ yang menjadi  pengikat cerpen-cerpen ini dalam satu wadah. Walaupun thema-thema penindasan, feminisme, trafiking ataupun diskriminasi masih menjadi setting dan basis utama fiksi mereka, beberapa penulis BMI malah tak lagi menjadikan hal tersebut sebagai isu utama. Diantaranya bahkan juga mampu menunjukkan jalinan plotting, dan ending yang  lumayan seru seperti dalam: Laki-laki dan Lukisan Burung oleh Lik Kis, Pahlawan Kesiangan oleh Swastika, Hamil oleh Tarrini Sorrita, Gelang Giok Mama oleh Mega Vristian, ataupun Kidung Duka Seorang Buruh oleh Gendhot Wukir, yang ditulis dalam gaya yang lumayan liris.
 
Beberapa cerpen memang masih stereotip mengeksploitasi ketertindasan mereka secara lebih terbuka, tetapi sebagian besar sudah menjadikannya hanya sebagai latar. Gaya bercerita aku-an atau orang pertama yang mendominasi karya yang terkumpul barangkali bisa mengakibatkan efek bosan kepada pembaca terlebih apabila tema yang diangkat cenderung stereotip. Tentu, akan menjadi tak nyaman bagi pembaca bila sekedar membaca ratapan yang diulang-ulang. Meskipun karya yang dimuat pada bagian terdepan: Selembar Kertas Buku Harian BMI justru mengindikasikan hal tersebut dan masih terasa datar atau kurang sentuhan sastrawi.,tetapi, bila pembaca mau mencoba untuk terus bergerak semakin kedalam, maka akan didapati beberapa karya dengan tema dan nada yang bervariasi.
 
Mayoritas penulis sudah mampu menghadirkan suasana yang membawa dan mendeskripsikan setting perantauan dengan lancar dan berkarakter. Mungkin karena kedekatan emosional yang kuat membuat mereka mampu melukiskan dengan lebih dalam tempat-tempat seperti Victoria Park, Wan Chai, pulau tumpukan kotak beton yang disebut Hongkong, ataupun stasiun kereta api Bahnnof. Pembaca akan diajak untuk berwisata  ke dua dunia: geografis dan psikologis.
 
Realisme perantauan, begitulah versi penulis atas gambaran umum dari “Nyanyian Imigran” ini. Berbeda mungkin dengan cerpen ataupun novel yang menggambarkan karakter utamanya sebagai seorang native atau warga asli pribumi. Realisme Perantauan cenderung berjarak dari keaslian (versi penulis: nativitas) lingkungannya; karenanya cenderung berjarak dan lebih bercirikan etnografis yang berujung pada labeling untuk menyamakan atau membedakan level berdasarkan pada ciri fisik, penamaan, ataupun kultur karakter-karakternya.
 
Coba simak cerpen Etik Juwita, sebagai seoarang gadis mati rasa mencoba menggambarkan seorang Nigeria dengan ciri-ciri fisik serta sikap yang tak lebih bermartabat daripada sebangsanya sendiri. Di sisi lain Sigit Susanto berusaha menggambarkan balada seorang perempuan uzur Eropa, langsung dari kacamata seorang native. Barangkali meskipun bisa saja tidak presisi bila dibaca oleh pembaca nativenya, setidaknya usaha untuk menggunakan kacamata Eropa Sentris dalam nada atau sudut pandang bisa memberikan efek kepada pembaca Indonesia bahwa realitas yang disuguhkan oleh Sigit Susanto ‘native’ adanya.
 
Ada gejolak-gejolak yang ditimbulkan oleh cultural shock, geographical shock, ataupun perbedaan anatomi yang berujung pada labeling dan kecenderungan untuk tetap memelihara jarak dari nativitas lingkungan barunya. Tentu saja kita harus memaknainya dalam kerangka fiksi yang harus dijauhkan dari tuduhan rasisme; untuk itu mungkin lebih sesuai  menyebutnya sebagai keterbedaan idiolek.  Pastinya, tak cukup hanya dengan ‘Nyanyian Imigran’ dan  terlalu dini untuk mengklasifikasi jenis fiksi ini sebagai Realisme Perantauan, barangkali akan lebih menarik bila Realisme Perantauan tak hanya berhenti pada taraf ontologis. Secara keseluruhan,  kejutan budaya, penindasan, dan tema sosial kritis yang menjadi tulang punggung dari kumpulan cerpen “Nyanyian Imigran”  adalah lahan potensial bagi momen dan konflik dramatis. Jadi…
 
***

http://sastra-indonesia.com/2020/09/membaca-sekumpulan-nyanyian-imigran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita