Kamis, 25 Februari 2021

FENOMENA KANTONG-KANTONG SASTRA

Gunoto Saparie
Harian Wawasan, 16 Juni 2010
 
Menjelang Temu Sastrawan Jawa Tengah 2010 yang diadakan DKJT 19 Juni mendatang, saya teringat pernyataan Korrie Layun Rampan, yang mengatakan bahwa Jawa Tengah merupakan penyumbang terbesar para penyair dan sajak-sajak (puisi). Dalam Antologi Puisi Jawa Tengah , tercatat 47 penyair dengan 118 puisi. Selain itu, beberapa penerbitan lainnya seperti antologi puisi Kicau Kepodang (I-III), Menara, Menoreh, Serayu , dan lain-lain, menunjukkan bahwa Jawa Tengah menyimpan banyak penyair. Kota-kota seperti Solo, Magelang, Temanggung, Purworejo, Purwokerto, Tegal, Banjarnegara, Purbalingga, Semarang, Kudus, Jepara, Pati, Batang, dan Pekalongan, ternyata memiliki potensi kesuastraan yang tidak dapat diabaikan.
 
Para sastrawan dan penyair itu terwadahi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya sering begitu informal, tidak seperti organisasi kemasyarakatan pada umumnya. Para anggota komunitas-komunitas tersebut sangat beragam, dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Mereka disatukan oleh aktivitas yang sama, yaitu penciptaan dan diskusi tentang sastra, terutama puisi. Mereka selain mengirimkan karyanya ke media cetak yang terbit di Semarang, juga di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Lampung, Medan, Denpasar, dan lain-lain.
 
Mereka pun menerbitkan karya-karya dalam bentuk antologi bersama, baik ditulis dalam kertas stensilan maupun cetak melalui penerbitan resmi. Boleh dikatakan, kegiatan sastra tidak lagi terpusat di Jakarta. Di Jawa Tengah juga, sekitar tahun 1994-1995, Beno Siang Pamungkas, Triyanto Triwikromo, Sosiawan Leak, dan Kusprihyanto Namma, menggelindingkan suatu gerakan yang disebut sebagai Revitalisasi Sastra Pedalaman.
 
Meskipun apa yang dimunculkan oleh penggagas Sastra Pedalaman itu bukan hal baru, tetapi ”pengontraan” para sastrawan daerah terhadap Jakarta menunjukkan, bahwa para pemerhati sastra yang ingin mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Indonesia secara kontinyu pun harus merambah pula ke kantong-kantong sastra yang bermunculan di daerah-daerah.
Hampir pada setiap kota dan kabupaten di wilayan Jawa Tengah memiliki kantong sastra.
 
Kota dan kabupaten yang selama ini kelihatannya sepi dari kegiatan sastra karena kurang terekspos di media massa, ternyata memiliki kantong sastra juga. Yang menarik, mereka tidak hanya mengirimkan karya-karya, baik puisi, cerita pendek, esai, atau kritik sastra, ke koran atau majalah resmi, tetapi juga ke berbagai jurnal, buletin, news letter, yang beredar secara terbatas. Agaknya mereka mendapatkan alternatif atau kompensasi ketika media cetak resmi di kota-kota besar seperti Semarang, Bandung, Jakarta, Surabaya, maupun Yogyakarta, tidak mudah untuk mereka ”tembus”.
 
Sesungguhnya di Jawa Tengah, tepatnya di Semarang, pada tahun 1983 ada suatu pernyataan sejumlah penyair yang ditulis seusai mereka mengikuti pertemuan dan diskusi di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS).
 
Pernyataan Penyair Jawa Tengah 1983 yang diproklamasikan di rumah Darmanto Jatman Jalan Menoreh Raya Sampangan Semarang itu, pada intinya merupakan penolakan terhadap pemusatan kesusastraan di Jakarta dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dan majalah Horison -nya. Jakarta bukan lagi satu-satunya sumber legitimasi kepenyairan dan kesastrawanan Indonesia. Dalam salah satu poin pernyataan itu, penyair Jawa Tengah menyatakan komitmennya untuk lebih memuliakan lingkungan di mana sang penyair tersebut berada.
 
Semarang pada tahun 1980-an pernah memiliki Keluarga Penulis Semarang (KPS) yang diketuai Bambang Sadono SY. Organisasi ini setiap bulan sekali menyelenggarakan Panggung Sastra dengan menampilkan para penyair untuk membacakan puisi-puisi mereka. Selain pembacaan puisi, diadakan semacam diskusi, yang biasanya begitu ramai dan sengit. Sejumlah sastrawan penting di Semarang seperti Darmanto Jatman, Yudiono KS, B Soetiman, Halis LS, Heru Emka, Setyo Yuwono Sudikan, Nurdien Haka, Timur Sinar Suprabana, Pamuji MS, Agoes Dhewa, Bambang Supranoto, Prasetyo Utomo, dan lainlain, aktif terlibat. KPS ketika itu membuktikan, bahwa aktivitas sastra tidak harus digelar di TIM. Apalagi surat kabar lokal ketika itu, Suara Merdeka, banyak memuat kegiatan-kegiatan KPS. Sayang setelah sekitar sepuluh tahun ”berjaya”, KPS yang sempat berganti pimpinan ke Handry TM, terpaksa bubar. Tetapi, meskipun demikian, perannya dalam menghidup-hidupkan iklim bersastra di Semarang tak bisa dipungkiri.
 
KPS sesungguhnya tidak sendirian di Semarang. Di kota ini pun muncul komunitas-komunitas sastra lain. Teater Kuncup, misalnya, yang aktivitasnya selain di bidang teater, juga sastra. Kelompok pimpinan Djawahir Muhammad ini banyak menyelenggarakan lomba baca puisi yang diberi tajuk ”Semarang dalam Sajak”. Puisi-puisi yang dibacakan adalah hasil lomba tulis puisi ”Semarang dalam Sajak”, yaitu bertema tentang Kota Semarang dengan segenap problematikanya.
 
Teater Kuncup ini kemudian dibubarkan sendiri oleh pendirinya, Djawahir. Tetapi kemudian ia mendirikan komunitas dengan nama lain, yaitu Aktor Studio, yang aktivitasnya kurang lebih sama dengan Teater Kuncup. Triyanto Triwikromo, sastrawan yang sedang naik daun itu, ternyata pernah aktif di komunitas ini. Komunitas sastra lain di Semarang yang patut diperhitungkan adalah Teater Emka, di mana selain bergerak di bidang teater, juga sastra.
 
Teater ini adalah milik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dan masih eksis sampai kini. Beberapa orang yang pernah menjadi motor komunitas ini adalah Agus Maladi Irianto, Budi Maryono, Gunawan Budi Susanto, Masturi W Syafaat, dan lain-lain. Di Semarang pula pernah berdiri Kumandang Sastra di bawah pimpinan Victor G Rusdianto yang banyak menyelenggarakan pelatihan baca puisi.
 
Di Kendal ini berdiri Teater Semut yang dipimpin Aslam Kussatyo. Selain Teater Semut, sesungguhnya ada komunitas sastra lain di Kendal, yaitu Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR), yang dimotori Abdul Karim Husain, Noeng Runua, Abdul Wahab, Iswahyudi Noor, dan lain-lain. Di Kudus berdiri Keluarga Penulis Kudus (KPK). Di kabupaten lain muncul kelompokkelompok sastrawan yang cukup eksis di derahnya.
 
Yang menarik, komunitas-komunitas sastra yang bermunculan di Jawa Tengah itu sering lahir tanpa konsepsi matang. Mereka agaknya mendirikan komunitas sastra dengan maksud hanya sebagai ajang silaturahmi. Komunitas sastra ini sering tanpa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Sifatnya yang nirlaba dan swadaya, bukan merupakan lembaga pemerintah, membuat komunitas sastra itu terkesan sangat informal, longgar, dan jauh dari ”tampang birokratis”.
 
Mudah-mudahan Temu Sastrawan Jawa Tengah ini bisa menjadi forum silaturahmi dan saling tukar informasi antarsastrawan serta antarkomunitas sastra. Kita memang sudah lama merindukan forum semacam ini.

*) Sekretaris Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Tinggal di Semarang. http://sastra-indonesia.com/2011/09/fenomena-kantong-kantong-sastra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita