Jumat, 23 Juli 2021

Mengintip Geliat Sastra Kampung

Sahli Hamid *
nupragaan.or.id
 
Perdana Menteri Singapura mewajibkan rakyatnya membaca karya sastra. Kuntowojoyo mengatakan kalau masyarakat Indonesia ingin baik, mereka maka harus membaca karya sastra.
 
Menarik sekali membincang sastra kampung, atau yang biasa disebut sastra pedalaman. Sastra yang sering terabaikan dan lepas dari pandangan, karena dominasi sastra perkotaan yang memiliki fasilitas dan penikmat lebih kaya dan lebih menjanjikan. Tak heran, jika banyak sastrawan angkat kaki dari kampung, hijrah ke kota untuk mengembangkan karier dan mengasah bakat.
 
Sebenarnya, sastra kampung bukan tak memiliki peluang untuk berkembang, dan tak kalah kualitas dibanding sastra kota. Proses kreatifnya pun cenderung lebih orisinal, “perawan”, dan steril dari denyut kepentingan. Begitu pun, dari segi isi, sastra pedalaman terasa lebih dalam dan lebih khidmat dengan nuansa religius yang begitu kental. Lebih-lebih sastra yang lahir dari tangan-tangan kreatif para kiai dan santri di bumi pesantren.
 
Bila diamati, perkembangan sastra mutakhir- khususnya di kabupaten Sumenep-berkait kelindan secara intensif dengan hiruk-pikuk sastra pesantren yang notabene mewakili sastra kampung atau sastra pedalaman. Bahkan, bisa dibilang sastra yang sarat nilai pencerahan ini menjadi tolok ukur perkembangan sastra tingkat Jawa Timur, atau bahkan tingkat nasional. Pada konteks ini, kita melihat Sumenep ternyata bukan hanya ladang tembakau dan tambak garam, tetapi juga rahim yang produktif melahirkan para sastrawan. Lihat saja Kuswaidi Syafi’i, Jamal D Rahman, Ibnu Hajar, M. faizi, Syaf Anton Wr, dan yang lain, selain sastrawan senior sekelas D. Zawawi Imron dan Abd Hadi WM.
 
Memang, diakui perkembangan sastra di Sumenep pada dasawarsa terakhir ini geliatnya kurang menyentak. Tidak seperti pada dekade 90-an sampai awal 2000-an yang pertumbuhannya cukup pesat dan gaungnya terdengar hampir ke seluruh penjuru kota dan desa. Mungkin, ini karena imbas euforia politik, baik level lokal maupun nasional. Seniman dan sastrawan rupanya ikut tergoda untuk turun ke lapangan perpolitikan Indonesia, bukan berkarya untuk memberikan oase moral. Mungkin benar sinyalemen bahwa sastrawan kemudian lebih merapat ke dunia proyek daripada mengasah daya kreatif mereka dan mematangkan kontemplasi serta perenungan mereka. Konsekuensinya, karya mereka tak beranjak secara mutu, mandeg dan stagnan.
 
Itu gambaran secara umum. Secara spesifik, kita melihat pemandangan yang sedikit berbeda dan menumbuhkan rasa optimis. Pesantren ternyata masih cukup subur melahirkan karya-karya bermutu di tengah gairah sastra yang lesu dan mati suri. Lumbung yang masih menyerbakkan aroma sastra itu, untuk menyebut sebagian kecil, adalah Pesantren Annuqayah Guluk-guluk, Pesantren Al-Amin Prenduan, dan pesantren-pesantren lain yang lebih kecil. Di situ kita masih dapat dengan mudah menjumpai komunitas sastra dengan kadar talenta yang kuat dan karya yang layak diperhitungkan secara kualitas.
 
Ini tidak berarti saya menafikan eksistensi dan kualitas para sastrawan yang hidup di perkotaan dan tidak memiliki latar belakang pendidikan pesantren. Mereka, pada derajat tertentu, cukup kreatif dan kaya nilai religius dan transendental. Sebut saja untuk kelompok ini nama semisal Syaf Anton WR, Hidayat Raharja, Mahendra, dan yang lain. Mungkin benar apa yang dikatakan Putu Fajar Arcana bahwa benturan tradisional-modern justru membuat orang membutuhkan bentuk-bentuk konfigurasi simbolis untuk menunjukkan bahwa kekotaan tidak berarti menghilangkan religiusitas dalam diri mereka (Putu Fajar Arcana, Kompas 27/12/2009).
 
Satu hal yang masih menjadi kendala laten bagi sastra kita adalah fakta bahwa sastra kita baru hanya dinikmati oleh segelintir orang, belum mendapat apresiasi sepadan dari masyarakat. Ada beberapa kemungkinan sebagai penyebab. Pertama, tingkat pemahaman masyarakat terhadap dunia sastra masih rendah, karena terkendala bahasa. Kedua, perilaku sastrawan yang sering menunjukkan keanehan dan sikap nyelenih. Ketiga, sastrawan kurang merakyat dan berbaur langsung dengan masyarakat untuk merekam aspirasi, keinginan, dan harapan mereka.
 
Fenomena sastra kampung memang perlu melewati berbagai batu ujian untuk menunjukkan taringnya dan berkiprah dalam dialektika kesusateraan modern. Tidak bisa dipungkiri bahwa modal finansial dan kemampuan mengeksplorasi imaji serta ketersediaan media yang dapat mengakomodir kreativitas sastra merupakan salah satu bagian penting untuk kemajuan dunia sastra. Barangkali kehadiran Khidmah ini menjadi angin segar bagi komunitas sastra kampung kita. Paling tidak, di tengah media yang lebih mengedapankan komoditas non-sastra ini Khidmah berbagi ruang untuk menampung barang sedikit dari karya-karya mereka.
 
Selanjutnya, mari kita gairahkan kebangkitan sastra kampung ini lewat temu sastra yang akan digelar pada tanggal 22 Pebruari 2013 di Gedung Ki Hajar Dewantara Sumenep dengan tajuk “Ulang Tahun Sastra Pesantren”. Mudah-mudahan geliat sastra, khususnya di Kabupaten Sumenep, kembali bergairah dan menjadi salah satu pilar kekuatan sastra di tanah air. Wallahu a’lam.

*) Khadam PP Raudlatul Iman, Gadu Barat, Ganding, Sumenep. http://sastra-indonesia.com/2015/12/mengintip-geliat-sastra-kampung/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita