Jumat, 23 Juli 2021

Membongkar Realitas Santri

Achmad Faesol *
Radar Madura, 22 OKt 2017
 
SEJAK dua tahun lalu, 22 Oktober diabadikan sebagai Hari Santri. Pemilihan tanggal ini karena 22 Oktober 1945 KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa nasional yang dikenal dengan Resolusi Jihad. Seruan inilah yang pada akhirnya membakar semangat juang kaum santri untuk memberikan perlawanan luar biasa pada Belanda di Surabaya.
 
Terlepas dari dorongan realitas sejarah masa lalu, santri memang memiliki poin keunggulan tersendiri dibanding siswa. Satu di antaranya adalah keabadian kata. Istilah ”santri” telah teruji dalam putaran waktu. Kata ”santri” tidak pernah mengalami perubahan sama sekali. Mulai dulu, untuk menunjuk seseorang yang belajar di pondok pesantren, kata yang disepakati adalah ”santri”.
 
Berbeda halnya dengan siswa. Seseorang yang belajar di sekolah, mengalami berbagai perubahan istilah. Mulai dari ”murid”, kemudian ”siswa”, dan sekarang berubah lagi menjadi ”peserta didik”. Bila sebuah kata dimaknai sebagai suatu kesepakatan sosial atas satu hal, perkembangan masyarakat seperti apa pun tetap mufakat dengan kata ”santri”. Sederhananya, istilah ”santri” mampu beradaptasi dengan lidah dan selera jaman.
 
Uniknya lagi, bagi mereka yang sudah selesai belajar di pondok pesantren, masih tetap pantas menyandang status ”santri” meskipun sudah hidup bermasyarakat. Ini artinya, label ”santri” bisa diterima di segala ruang kehidupan dan di sepanjang putaran waktu.
 
Komoditas Politik dan Objek Penelitian
 
Komunitas santri telah lama menjadi sorotan (lebih tepatnya dimanfaatkan sebagai objek) sejumlah pihak. Mulai dari kalangan politisi hingga akademisi. Hal ini karena nilai jual santri masih terus stabil di ranah kekuasaan dan keilmuan.
 
Dikatakan stabil karena bagi siapa pun yang hendak mendaki puncak kekuasaan sebagai kepala daerah (apalagi di Madura), mau tidak mau harus menjadikan santri sebagai anak tangganya. Bila komunitas santri diabaikan, kecil peluangnya untuk bisa menduduki kursi jabatan.
 
Sebab, ketika berbicara santri, secara otomatis tersambung dengan kiai. Sementara relasi kiai-santri hingga kini masih terus terjaga. Keabadian relasi antara kiai dan santri mengeram dalam ruang kesadaran sosial. Membentuk pola pikir dan menjelma sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
 
Kendatipun citra kiai yang terjun dalam dunia politik praktis kian nampak buram seiring makin banyaknya yang terjerat kasus korupsi, namun harus tetap diakui bahwa karisma seorang kiai masih tetap memesona di mata santrinya. Konstruksi sosial atas diri kiai tidak memudar oleh ulah perilaku segelintir politisi picisan. Pada ruang sosial macam inilah relasi kiai-santri dimanfaatkan sebagai komoditas politik. Komunitas santri adalah lumbung suara yang harus terus dijaga kesuburannya.
 
Adapun pada ranah keilmuan, komunitas santri sudah lama menjadi objek penelitian sejumlah akademisi yang memiliki minat terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Satu di antaranya yang paling tersohor adalah penelitian Clifford Geertz di Pare, Kediri, Jawa Timur pada 1953–1954. Kendati banyak sikap kontroversial atas tiga tingkat varian keberagamaan (abangan, santri, dan priyayi) yang dikemukakan oleh Clifford Geertz dalam The Religion of Java, jujur harus diakui bahwa penelitian tentang wajah Islam di Indonesia selalu menarik minat peneliti-peneliti lain di bidang yang serupa.
 
Sebut saja missal Martin van Bruinessen, Zamakhsyari Dhofier, Deliar Noer, Abdurahman Mas’ud, Mark R. Woodward, dan Hiroko Horikoshi. Nama-nama ini adalah segelintir peneliti yang dilambungkan namanya dalam dunia akademis karena telah berhasil meneliti kiai, santri atau pondok pesantren dari berbagai aspeknya. Kajian ilmiah atas ketiganya tidak ada pasang surutnya. Karena wacana akademis terkait Islam di Indonesia tidak akan pernah bisa dilepaskan dari kehidupan kiai, santri, dan pondok pesantren.
 
Maka, berkaca pada dua hal di atas, perayaan Hari Santri Nasional sudah selayaknya untuk merumuskan ulang posisi dan peran strategis santri di ranah kehidupan bernegara. Hari Santri jangan sekadar selebrasi artifisial semata. Jangan sampai santri hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politis dan keperluan akademis an sich. Karena santri ada bukan untuk mereka, tapi untuk kita semua.

*) Santri PP Al-Amien Prenduan. Sekarang Aktif di IDIA Prenduan Sumenep. http://sastra-indonesia.com/2017/12/membongkar-realitas-santri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita