Jumat, 23 Juli 2021

MAKNA APRESIASI SASTRA (1)

Djoko Saryono *
 
Menurut hemat saya, secara operasional apresiasi sastra dapat dimaknai sebagai proses (kegiatan) pengindahan, penikmatan, penjiwaan, dan penghayatan karya sastra secara individual dan momentan, subjektif dan eksistensial, rohaniah dan budiah, khusuk dan kafah, dan intensif dan total supaya memperoleh sesuatu daripadanya sehingga tumbuh, berkembang, dan terpiara kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra. Pengertian ini setidak-tidaknya mengandung lima pokok pikiran yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Pertama, proses (kegiatan) pengindahan, penikmatan, penjiwaan, dan penghayatan karya sastra. Kedua, secara individual dan momentan, subjektif dan eksistensial, khusuk dan kafah, intensif dan total. Ketiga, supaya memperoleh sesuatu daripadanya. Keempat, sehingga tumbuh, berkembang, dan terpiara. Kelima, kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra. Walaupun perlu dijelaskan lebih lanjut secara terpisah, perlu disadari bahwa kelima pokok pikiran tersebut sebenarnya merupakan satu ke-bulatan dan kesatuan makna.
 
Pokok pikiran pertama mengandaikan bahwa karya sastra meru-pakan sebuah dunia-kewacanaan, bukan dunia empirik tempat kita hidup sehari-hari, yang kita perlu mengindahkannya sebagaimana adanya, menikmatinya dengan penuh kesantunan dan kehormatan, menjiwakannya ke dalam diri kita (rohani, kalbu, dan budi kita) sebagaimana harusnya ia ada, dan menghayatkannya ke dalam diri kita sebagaimana harusnya ia hayat. Di sini yang terjadi adalah hubungan dialektis, simbiosis mutualistis, dan tidak semena-mena atau tidak sembarangan. Jika kita “membaca” novel Belenggu karya Armijn Pane, maka kita harus memandang Belenggu sebagai sebuah dunia mandiri, kemudian mengindahkan, menikmati, menjiwakan, dan menghayatkannya ke dalam diri kita sehingga di dalam diri kita benar-benar “terbangun dan berdiri” sebuah dunia Belenggu dan kita bisa mengenali dan menceritakannya kepada orang lain dunia Belenggu itu.
 
Pokok pikiran kedua mengisyaratkan bahwa dunia-kewacanaan karya sastra yang mandiri “terbangun dan berdiri” dalam diri tiap-tiap orang dan dari waktu ke waktu mungkin berbeda dan memang ada dalam kehidupan kita. Dunia Belenggu, misalnya, yang “terbangun dan berdiri” dalam diri Rindu Rindang Kasih (missal nama) antara kemarin dan hari ini berbeda dan mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari Kelana Angin Gunung (missal nama). Kita pun perlu khusuk dan kafah memperhatikan, menyelidiki, dan mengenalinya sehingga kita bisa menggambarkannya dan mnceritakannya kepada orang lain. Keintensifan dan ketotalan perhatian, penyelidikan, dan pengenalan makin memudahkan kita untuk menggambarkan dan menceritakannya.
 
Pokok pikiran ketiga berarti bahwa jika melaksanakan pokok pikiran pertama dan kedua, maka kita pasti memperoleh sesuatu betapapun kita sebenarnya tidak mengharapkan sesuatu itu. Sesuatu yang kita peroleh itu bisa bermacam-macam; bisa pengalaman, pengetahuan, penyadaran, dan penghiburan. Jika kita membaca Belenggu sesuai dengan pokok pikiran pertama dan kedua sehingga benar-benar “terbangun dan berdiri” dunia Belenggu, maka selanjutnya kita akan memperoleh sesuatu dari dunia Belenggu itu. Kita bisa memperoleh pengalaman-pengalaman kemanusian yang dilakonkan oleh Tini, Tono, dan Yach (Sukartini, Sukartono, dan Rochayah). Kita pun bisa memperoleh pengetahuan betapa sulitnya membangun hubungan harmonis antara orang yang memiliki tingkat pendidikan, kehidupan budaya, dan pandangan hidup berbeda sebagaimana dilakonkan oleh Tini, Tono, dan Yach. Bahkan kita bisa memperoleh penyadaran bahwa hidup berumah tangga dengan orang yang memiliki perbedaan tidaklah mudah dan bisa menimbulkan malapetaka dan kemelut hidup berkepanjangan.
 
Pokok pikiran keempat mengisyaratkan bahwa jika kita mengerjakan atau melaksanakan pokok pikiran pertama, kedua, dan ketiga dengan sebaik-baiknya, maka dalam diri kita akan terus tumbuh-meninggi, berkembang-merebak-meluas, dan terpiara-terawat-teperhatikan apa yang terdapat dalam pokok pikiran kelima. Jika kita tidak hanya membaca Belenggu, tetapi juga Layar Terkembang, Sri Sumarah, Burung-burung Manyar, Bumi Manusia, Olenka, Balada Orang-orang Tercinta, dan sebagainya dengan proses sebagaimana terdapat dalam pokok pikiran pertama dan kedua, maka makin subur-merimba-bersih-elok apa yang terkandung dalam pokok pikiran kelima. Mengapa demikian?
 
Hal itu karena pokok pikiran kelima mengandung pengertian bahwa jika kita mengerjakan atau melaksanakan apa yang terkandung dalam pokok pikiran pertama dan kedua, maka kita memperoleh apa yang terkandung pada pokok pikiran ketiga sehingga terwujud dan terjelmalah pokok pikiran keempat mengenai kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra. Hal ini berarti bahwa kita (i) tak pernah meninggalkan karya sastra dari pikiran, perasaan, dan hidup kita, (ii) bisa cepat menangkap dan sigap mengenali isyarat-isyarat karya sastra, (iii) bisa jernih dan dalam melihat isyarat-isyarat karya sastra, (iv) mau terus-menerus setiap waktu menempatkan karya sastra ke dalam sisi hidupnya, dan (v) senantiasa membela-melindungi-menjaga karya sastra agar tetap dalam keadaan baik. Pendeknya, radar-radar yang terdapat dalam diri kita senantiasa terarah, menjaga, dan memantau keberadaan karya sastra.
 
Jika kita rajin membaca Godlob (Danarto), Royan Revolusi (Ramadhan K.H.), Nenek Moyangku Air Mata (D. Zawawi Imron), Daerah Perbatasan (Subagio Sastrowardoyo), dan Perahu Kertas (Sapardi Djoko Damono) serta Dan Perangpun Usai (Ismail Marahimin) dengan proses sebagaimana terdapat dalam pokok pikiran pertama dan kedua, maka dalam diri kita senantiasa tumbuh, berkembang, dan terpiara kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap Meditasi (Abdul Hadi W.M.), Malu Aku Jadi Orang Indonesia (Taufik Ismail), Kotbah di Atas Bukit (Kuntowijoyo), Pengakuan Pariyem (Linus Suryadi AG), Para Priyayi (Umar Kayam), Anak Tanah Air (Ajip Rosidi), Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari), Bako (Darman Munir), Upacara (Korrie Layun Rampan), Keok (Putu Wijaya), Lautan Jilbab (Emha Ainun Najib), dan sebagainya. Pendeknya, radar-radar dalam diri kita (radar budi, nurani, rasa, dan lain-lain) senantiasa terarah dan tertuju pada sastra.
 
Bersambung....

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional. http://sastra-indonesia.com/2021/07/makna-apresiasi-sastra-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita