Rabu, 14 Juli 2021

Arie Batubara Ungkap Misteri Syekh Siti Jenar

TIM 25-27 MEI 2012
 
Y Alpriyanti
suarakarya-online.com
 
CERITA tentang keberadaan sosok Syekh Siti Jenar, hingga kini sebenarnya bisa dikatakan masih merupakan sebuah kontroversi. Artinya, pada satu sisi banyak yang meyakini utamanya mereka yang jadi “pengikut” dan ajarannya bahwa tokoh ini memang ada. Di pihak lain, percaya Syekh Siti Jenar hanyalah fiktif.
 
Kontroversi itu juga menyangkut persoalan ajarannya. Sebagian berpandangan, konsep Manunggaling Kawula Gusti ajarannya yang terkenal itu adalah semacam “adaptasi” ajaran Wahdatul Wujud yang dicetuskan ulama sufi Al Hallaj dan Ibn Arabi. Artinya, Manunggaling Kawula Gusti adalah Wahdatul Wujud versi Jawa dan Siti Jenar adalah Al Hallaj Jawa.
 
Di pihak lain, ada pula yang berpandangan, Manunggaling Kawula Gusti tidaklah identik dengan Wahdatul Wujud. Ajaran ini lebih sebagai ekspresi keingin-an sebagian orang Jawa (masa lalu) yang di satu sisi telah memeluk Islam dan ingin diakui sebagai Islam, namun pada saat bersamaan tidak cukup “siap” melaksanakan syariat Islam paripurna akibat kuatnya pengaruh paham kepercayaan dari era Majapahit.
 
Mana yang benar di antara kedua pandangan itu? Yang pasti, di tengah keseluruhan kontroversi itu, ajaran Syekh Siti Jenar memang ada. Dan, yang pasti, seperti halnya terjadi pada Al Hallaj, Syekh Siti Jenar mengalami nasib sama. Ia dinyatakan sesat oleh pihak penguasa ketika itu (Demak) dan lantas dihukum mati.
 
Dalam konteks ini, bila ditelusuri baik pada Al Hallaj maupun Syekh Siti Jenar, justifikasi yang digunakan untuk menyatakan kesesatan itu tidak lain ternyata adalah bahwa ajaran itu “telah mengguncangkan umat” sehingga “mengganggu stabilitas kerajaan”. Artinya, dasar yang digunakan untuk menyatakan sesat itu lebih karena “terganggunya kestabilan sebuah kekuasaan”.
 
Pada tataran ini, bisa dilihat bahwa soal sesungguhnya di balik “penumpasan: baik terhadap Al Hallaj maupun Siti Jenar bukanlah semata-mata karena ajarannya. Melainkan “sifat” ajaran itu yang cenderung berbeda dengan pamahaman umum yang ada saat itu.
 
Dan, seperti yang diketahui, sesuatu yang berbeda dari mainstream, selain senantiasa terlihat ganjil, pula tak jarang sebagai sebuah ancaman atau musuh. Lebih-lebih jika itu ditarik dalam konteks kepentingan kekuasaan. Sebab, bagi setiap kekuasaan kapanpun dan di ma-napun sesuatu yang ganjil pastilah berbahaya dan membahayakan kelanggengan kekuasaan.
 
Begitupun halnya Al Hallaj atau Siti Jenar. “Bahaya” ajaran mereka tidak semata karena “kekeliruan” di dalamnya, melainkan kemungkinan “potensi ancaman” yang dikandungnya. Makanya, ia harus ditumpas.
 
DENGAN latar belakang “pemahaman” seperti itulah Teater Syahid UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, dikomandoi Arie F Batubara memilih lakon Syekh Siti Jenar-Babad Geger Pengging karya Saini KM untuk dipanggungkan di TIM sejak Jumat kemarin hingga Minggu 27 Mei besok. Boleh jadi, “pemahaman” ini kurang tepat. Tapi, sebagai sebuah pemahaman, boleh-boleh saja, bukan? Sebenarnya, selain yang ditulis Saini, masih naskah lain yang juga menguakkan kisah tentang Syekh Siti Jenar. Yaitu, yang ditulis Vredi Kastam Martha dengan judul “Syeh Siti Jenar”. Namun, karena alasan pemahaman dan pendekatan tadi, karya Saini KM dipandang lebih cocok.
 
Sebetulnya, jika dicermati, kisah Syekh Siti Jenar yang ditulis Saini KM tidaklah dapat disebut cerita sejarah hidup Syekh Siti Jenar. Kisah ini lebih persis disebut refleksi pemikiran Saini sebagai intelektual yang juga sastrawan dalam menangkap hakikat hubungan manusia dengan Khalik di satu sisi dan bagaimana menguasai serta menghadapi pikiran berbeda lainnya.
 
Jadi, sekali lagi, di sini sama sekali tidak cerita atau pembahasan mengenai ajaran Syekh Siti Jenar, melainkan lebih sebagai pergulatan pemikiran Saini KM baik tentang esensi ajaran itu, maupun tafsirnya bagaimana ajaran yang diposisikan penguasa.
 
Demikianlah lantas konflik dalam lakon bergulir. Yakni, bagaimana Saini menggiring pergulatan pemikirannya ke dalam suatu bangunan dramatik yang menghadirkan konflik Syekh Siti Jenar dan Kerajaan Demak. Di sini, Saini memposisikan Syekh Siti Jenar menang dalam pertarungan, namun kalah dalam kekuasaan.
 
Tentu saja, tak penting betul memperdebatkan mengapa Saini memilih begitu. Sepenuhnya itu merupakan kewenangan Saini. Dan Teater Syahid, juga tak hendak mempersoalkan pilihan itu, karena sebagai penggarap, Ari F Batubara tidak punya pilihan lain.
 
KONTEKSTUALIASASI kekinian di sini sebenarnya tidaklah bisa dipandang sebagai sebuah pilihan, tetapi tuntutan dari setiap pemanggungan naskah lakon. Kenapa? Karena pada setiap pementasan sebuah lakon, senantiasa tidak bisa lepas keterkaitannya dengan realitas ruang dan waktu di mana dan kapan pertunjukan itu. Sebab, sebagai sebuah karya seni, seyogiyanyalah sebuah pertunjukan tidak berjarak dengan publik (penonton).
 
Maka, pementasan Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging karya Saini KM yang dihadirkan Teater Syahid kali ini, dengan sadar lantas memanfaatkan peluang bahwa lakon ini bukan lakon tentang sejarah atau ajaran yang diberikan sang pengarang. Sehingga, Teater Syahid pun lantas tidak harus terjebak untuk “bernyinyir-nyinyir” dengan sejarah dan ajaran. Sebagai konsekuensinya, yang tampil di atas panggung akan lebih memperlihatkan aspek kekinian dari misteri Syeh Siti Jenar.
 
Karena itu, dalam hal “perwujudan” fisikal para tokohnya di panggung, pilihannya lebih pada “kekinian” itu. Dengan demikian, ketika misalnya menyaksikan kehadiran para wali di atas panggung nanti, Anda jangan heran melihat penampilan para wali tidak seperti yang terlanjur Anda bayangkan selama ini.
Selamat menyaksikan!
***

26 Mei 2012 http://sastra-indonesia.com/2012/05/arie-batubara-ungkap-misteri-syekh-siti-jenar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita