Senin, 21 Juni 2021

Menyongsong `Era Baru` Balai Pustaka

Leon Agusta *
Republika, 23 Sep 2007
 
Penerbit Balai Pustaka (BP), 22 September 2007, genap berusia 90 tahun. Bagi sebuah penerbit penghasil buku sastra, usia 90 tahun boleh dibilang hebat. Tapi, kalau dari 90 tahun itu yang melahirkan kebanggaan dan kenangan hanya 30 tahun pertama, tentu menimbulkan tanda tanya besar. Ada mata rantai yang hilang dari 60 tahun keberadaannya.
 
Di bawah kewenangan Deputi Bidang Agro Industri, Kehutanan, Kertas dan Penerbitan BUMN, Dr Agus Pakpahan, seorang cultured scholar/ yang juga dikenal sebagai penyair, beberapa waktu yang lalu sudah diambil tindakan penting, antara lain membentuk armada managemen baru, yang terdiri dari kaum muda yang lebih energik. Zaim Uchrowi ditunjuk sebagai Direktur Utama. Beban berat menghimpit pundak mereka.
 
Meskipun begitu, masa suram BP belum akan segera berlalu. Masa lalu menyisakan bertumpuk-tumpuk persoalan yang harus dibenahi. Jaringan kerja dengan kantor-kantor distributor, komunikasi baru dengan para kontributor naskah perlu diciptakan; di samping masalah internal organisasi kerja yang memang perlu ditata ulang dan diharapkan dapat diandalkan, agar siap menghadapi tantangan masa depan.
 
Diperkirakan, diperlukan masa sekitar lima tahun untuk bisa memantapkan jalan dan berputarnya roda perusahaan, sebelum bisa bicara soal ‘panen’ atau berkompetisi dengan penerbit lain yang sudah lebih dulu mapan. BP harus punya daya saing sekarang juga atau secepat mungkin. Tetapi, itu takkan mungkin. Kalau dipaksakan, hasilnya sudah dapat diramal: sejarah BP akan tamat secara menyedihkan.
 
Yang diharapkan, pemerintah bisa sabar dan ikhlas memikul beban tersebut dan menunggu sampai saatnya tiba untuk menarik nafas lega. Sementara, saat ini BP harus segera dibebaskan dari belenggu-belenggu masa silam yang mengikat langkahnya menuju kemajuan seperti yang dimimpikan para pecintanya.
 
Bila angka rupiah yang harus dihitung, mungkin ada yang bilang berat. Tak perlu berbantah soal itu. Karena, yang harus dipertimbangkan adalah nilainya bagi peradaban dan kebudayaan bangsa kita yang sudah sekian lama selalau terbaikan. Sekarang sudah saatnya untuk bicara bukan hanya soal harga (price) tetapi juga soal nilai (value). Karena, dalam membangun semangat kebangsaan, peradaban dan kebudayaan, kita tak mungkin selalu mengelak. Tantangan dan tanggung jawab untuk memanusiakan manusia, tak boleh ditawar.
 
Dengan alasan itu BP harus bangkit kembali. Semua institusi terkait harus bersinergi bersama mendukungnya. Agar lebih konkrit sinergi bersama itu perlu dikukuhkan dalam suatu kesepakatan baru. Dengan manajemen yang baru diharapkan BP dapat diandalkan sebagai satu institusi pembawa ilham untuk meniupkan semangat Indonesia Baru, sebagai satu institusi pembawa obor peradaban dan kebudayaan yang bersinar terang di seantero tanah air. Juga, perlu terus berupaya membuka ruang-ruang baru bagi langkah-langkah pencerahan. Dengan demikian BP bisa mulai menciptakan citra sambil membangun wibawanya.
 
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pastilah sangat menyadari krisis nilai-nilai yang sedang melanda masyarakat negeri tercinta ini. Depdiknas yang paling bertanggung jawab dalam membendung krisis tersebut. Dalam hal ini tepat sekali bila BP manajemen baru dijadikan mitra utama Depdiknas. Dengan etika kerja berupa kesungguhan dan kejujuran, diyakini BP akan bangkit dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
 
Kehidupan masyarakat dan bangsa kita tidak mungkin harmonis bila kesungguhan hanya ada dalam batas-batas “ruang transaksional” dimana segala kebijakan ditentukan berdasarkan pehitungan angka-angka sementara ruang untuk membangun semangat kebangsaan, peradaban dan kebudayaan, disepelekan. Bila demikian halnya, artinya masalah semangat kebangsaan dianggap sudah tidak relevan. Penulis yakin, sesungguhnya tidaklah demikian.
 
Hari ulang tahun ke-90 seyogianya dimanfaatkan untuk menciptakan momentum bagi kebangkitan kembali BP. Citra baru, visi, dan misi baru diperkenalkan ke tengah masyarakat luas. Diselenggarakan secara meriah selama beberapa hari, siang dan malam, dengan semangat artistik yang kreatif. Bukan secara serba formal dan konvensional. Karena, momentum ini harus ditangkap terutama oleh generasi masa depan atau generasi muda.
 
BP tak punya banyak pilihan, kecuali orientasi yang secara luas membuka ruang bagi generasi muda hingga mereka merasa menjadi bagian dari BP yang baru, yang sedang membangun masa depannya. Rasa memiliki harus ditanamkan. Dan mereka, generasi muda, harus dapat merasakannya. Manajemen BP perlu berupaya menangkap semangat dan kecenderungan generasi muda dengan penuh pengertian dan kepercayaan bahwa masa depan BP akan sangat tergantung kepada cinta dan apresiasi mereka terhadap BP. Setiap kecenderungan negasi dalam memandang keberadaan generasi muda justru kontraproduktif.
 
Pelajaran bahasa dan sastra di sekolah yang kurang menarik, banyaknya corak ragam bacaan yang beredar secara bebas, membuat perkenalan generasi muda kita dengan sastra tidak melalui cara-cara yang lumrah. Keakraban mereka dengan dunia audio visual adakalanya seperti mengabaikan toko buku. Buku skenario film Syuman Djaya mengenai Chairil Anwar yang berjudul Aku tiba-tiba dicari karena Nicholas Saputra memegang buku tersebut dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Begitu juga dengan Buku Harian Seorang Demonstran Soe Hok Gie. Banyak buku puisi terjual ketika ada pementasan puisi. Di seluruh tanah air sekarang bertebaran kelompok-kelompok musikalisasi puisi. Ada juga yang menyajikan novel dalam bentuk dramatic reading. Pada gilirannya novel pun mengundang peminat untuk membacanya.
 
Apa yang diungkapkan di atas memperlihatkan beberapa isyarat. Untuk masa depan, BP perlu secara lebih sungguh-sungguh belajar memafaatkan berbagai kecenderungan yang berkembang di kalangan generasi muda. Dengan kata lain, kiprah BP kepada aspirasi dan kreativitas generasi muda haruslah didukung dengan kearifan dan kesungguhan.
 
Sangat banyak agenda menarik yang dapat digelar oleh generasi muda Jakarta dan sekitarnya. Juga dari daerah-daerah lain di negeri yang memiliki kreativitas melimpah ini. Peringatan ulang tahun ke-90 BP harus mampu menciptakan bukan hanya suasana meriah dan gembira, tetapi juga kenang-kenangan yang akan tersimpan dalam hati.
 
Selanjutnya adalah rancangan besar (grand design) BP, terutama mengenai produk menjelang tahun 2017 atau seabad BP. Peringatan 90 tahun BP dapat ditegaskan sebagai satu langkah awal menuju 2017. Sebuah ruang waktu yang menantikan lahirnya berbagai gagasan yang unggul dan kalau bisa juga yang cemerlang. Ruang bagi visioner yang mampu membaca tanda-tanda zaman.
 
BP tak boleh diterlantarkan, merana, apalagi mati. BP harus dijelmakan menjadi sebuah oase di tengah gurun pasir Indonesia yang sudah lama haus terhadap cinta.
***

*) Leon Agusta (Ridwan Ilyas) lahir di Desa Sigiran, daerah pinggiran Danau Maninjau, 1938. Pernah mengikuti International Writing Program di Iowa University, tahun 1976 dan 1978. Karya-karyanya, berupa puisi, cerpen, esei, dan novel, dimuat di berbagai media massa, termasuk Horison, dan diterbitkan dalam sejumlah buku antologi. Walaupun usianya sudah kepala enam, Leon masih aktif menulis puisi, dan mengikuti berbagai forum sastra di dalam dan luar negeri. http://sastra-indonesia.com/2011/08/menyongsong-era-baru-balai-pustaka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita