Jumat, 04 Juni 2021

HALIM HD, “NETWORKER” KEBUDAYAAN

Nasru Alam Aziz, Elokdyah Meswati
Kompas, 15 Sep 1999
 
MAKASSAR Arts Forum (MAF) ’99 yang digelar di Ujungpandang,5-12 September 1999 telah usai. Event kesenian besar dan terbilang sukses meski masih banyak kekurangan di sana-sini, tentulah tak lepas dari peranan pekerja seni, Halim HD.
 
Dengan totalitas luarbiasa, Halim mengerjakan apa saja. Dari kurator sampai pembantu umum. Menempel poster, membagi-bagi undangan diskusi usai acara di panggung terbuka Benteng Fort Rotterdam, mencuci piring, sampai membersihkan kamar mandi di sekretariat panitia.
 
Di luar itu, ia juga sejak lama telah membangun relasi-relasi sosial-ia menyebutnya sebagai fasilitator/networker kebudayaan. Halim menjalin hubungan dengan ratusan orang di puluhan kota, di Indonesia maupun luar negeri. Semua bisa dihubungi lewat telepon, e-mail, faksimile, atau surat.
 
Hasilnya mulus? Tidakjuga. Tetap ada konflik antara panitia dan lembaga kesenian.
 
“Sebetulnya, apa yang terjadi di sini sama dengan yang terjadi di Surabaya atau Semarang. Penyebab utamanya: ada sesuatu yang tampaknya seolah-olah dunia kesenian hanya bisa dipecahkan oleh lembaga itu,” kata Halim. Dan Halim merasa sedih, karena sebagai partisipan, ia ternyata harus terlibat dalam konflik itu.
 
Institusionalisasi atau pelembagaan kegiatan-kegiatan kesenian di negeri ini dalam 20 tahun terakhir memang sangat kuat sekali. Mulai dari Dewan Kesenian Jakarta, lalu muncul dewan serupa di kota-kota lain, sehingga menimbulkan kesan dunia kesenian hanya bisa dikelola oleh lembaga. Berikutnya, selalu ada upaya saling jegal lewat lembaga-lembaga itu, yang kemudian menjadi konflik yang melebar ke wilayah-wilayah lain.
 
“Ini yang saya sedihkan. Kita harus kembali kepada fitrah kesenian itu sebagai kebersamaan,” kata mantan “guru gadungan” yang mengajar Bahasa Indonesia di Department of Asian Language and Culture di University of Michigan (1989-1992).
***
 
HALIM HD lahir 25 Juni 1952 dari keluarga pedagang-petani di Serang, Karesidenan Banten (Jawa Barat). Menamatkan SD dan SMP di Serang, dan melanjutkan SMA di Yogyakarta. Ia pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1972-1977, tetapi tidak sampai selesai.
 
Ketika menjalani masa-masa kuliah itulah, ia ikut mengelola majalah mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, Universum, di samping sebagai penanggung jawab dan koordinator “Forum Dialog” mahasiswa Fakultas Filsafat. Forum ini berusaha untuk mengembangkan diskusidan dialog tentang filsafat, agama, kebudayaan, dan masalah-masalah aktual kemasyarakatan dengan perspektif filsafat.
 
Halim pun terlibat pada kegiatan sastra pada tahun 1972-1976, menulis puisi namun kemudian berhenti, dan lebih mengkonsentrasikan diri untuk membuat artikel/esai tentang kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Tulisannya dimuat di berbagai terbitan kampus maupun koran lokal di Yogyakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Padang, Ujungpandang, Bali, di samping juga menulis untuk koran, majalah, serta jurnal di Jakarta.
 
Di antara pekerjaan itu, bersama seniman dan pekerja kesenian di Solo, ia mendirikan “Kelompok Kerja Kamandungan” yang menampung berbagai kegiatan seni. Awal 1980-an di Solo, Halim mengkoordinir pementasan dan kegiatan kesenian dari berbagai daerah yang datang ke Solo, misalnya kegiatan yang melahirkan “Sastra Kontekstual” yang dilontarkan Ariel Heryanto dan Arief Budiman.
 
Setiap tahun sejak tahun 1982, ia mengadakan kegiatan yang bersifat forum dengan skala yang jaringannya luas dan dalam berbagai disiplin, seperti pertemuan perupa dan kalangan pendidikan alternatif, serta kalangan NGO (non-government organization). Bersama kalangan NGO inilah ia ikut mengadakan workshop teater untuk pedesaan dan masyarakat di kampung-kampung di Solo, Jateng, Jatim, dan beberapa daerah lain.
***
 
APA sebenarnya yang ingin digapai Halim dengan memilih sebagai networker kebudayaan? Menurut dia, sesungguhnya setiap orang adalah makhluk yang mengelola kebudayaannya bersama lingkungannya. Networker bagi Halim-yang pernah bekerja sebagai asisten riset Dr Takashi Siraishi dan Dr Ben Anderson pada Cornell Modern Indonesia Project (CMIP)-artinya bagaikan simpul jaring nelayan yang satu dengan lainnya saling terkait dan selalu tergetar, jika ada sesuatu benda yang jatuh di dalam jaring itu. Jaringan itu juga mengartikan bahwa simpul dari jaring itu sebagai suatu kesederajatan, sesuatu yang setara, yang satu dengan yang lainnya saling mengait dan terkait oleh suatu peristiwa. Konsep jaringan ini sebetulnya menuju masyarakat madani dalam perspektif kebudayaan.
 
“Kesenian dan kebudayaan jelas dan pasti tidak bisa terlepas dan melepaskan diri dari kondisi dan situasi politik, ekonomi, dan masalah-masalah lainnya, termasuk soal hankam yang memang sangat mendalam merasuki masalah kebudayaan kita melalui politik birokrasi kontrol terhadap masyarakat. Soal inilah yang membuat seluruh potensi kebudayaan kita, khususnya di pedesaan, mengalami kelumpuhan,” ucapnya.
 
Lebih jauh, kesenian tradisi kita dijadikan bukan hanya komoditi dalam aspek ekonomis saja, tetapi juga secara politis untuk melanggengkan kekuasaan. Di lain pihak ironisnya, sebagai “komoditi” kesenian tradisi itu sendiri tidak terlalu menggembirakan. Bahkan, terjadi proses sebagai “sapi perahan” melalui birokrasi perizinan, dan di situlah amplop bermain, melalui keanggotaan yang dulu dikontrol oleh Golkar.
 
“Kita harus mengembalikan hak fitrah, hak asali setiap orang untuk bagaimana dirinya bisa bersama orang lain menyatakan diri. Di sinilah networker mempunyai peranan seperti orang lain. Tidak ada sesuatu yang istimewa atau hak khusus bagi dirinya,” tutur Halim.
 
Keuntungan apa yang diraihnya sebagai networker? Ternyata Halim tidak bicara soal uang, karena tak ada keuntungan material yang diperoleh dari aktivitasnya ini.
 
“Kalau pilihan semacam itu, saya dulu tiga besar dalam tes manajemen di sebuah perusahaan. Tetapi ternyata saya tidak memilih itu. Saya lebih cocok di sini,” kata Halim yang pernah mengikuti workshop teater di Filipina dan Thailand untuk bidang pengorganisasian (1980-1981).
 
Event demi event terus digulirkannya. Setelah melakukan evaluasi MAF ’99, ia siap menggelar peristiwa kebudayaan lain ataupun membuka kemungkinan bagi kelanjutan MAF. Begitulah, seorang Halim HD tak akan lelah menjembatani kontak antarseniman.
***
https://sastra-indonesia.com/2010/09/halim-hd-networker-kebudayaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita