Nasru Alam Aziz, Elokdyah Meswati
Kompas, 15 Sep 1999
MAKASSAR Arts Forum (MAF) ’99 yang digelar di Ujungpandang,5-12 September
1999 telah usai. Event kesenian besar dan terbilang sukses meski masih banyak
kekurangan di sana-sini, tentulah tak lepas dari peranan pekerja seni, Halim
HD.
Dengan totalitas luarbiasa, Halim mengerjakan apa saja. Dari kurator sampai
pembantu umum. Menempel poster, membagi-bagi undangan diskusi usai acara di
panggung terbuka Benteng Fort Rotterdam, mencuci piring, sampai membersihkan
kamar mandi di sekretariat panitia.
Di luar itu, ia juga sejak lama telah membangun relasi-relasi sosial-ia
menyebutnya sebagai fasilitator/networker kebudayaan. Halim menjalin hubungan
dengan ratusan orang di puluhan kota, di Indonesia maupun luar negeri. Semua
bisa dihubungi lewat telepon, e-mail, faksimile, atau surat.
Hasilnya mulus? Tidakjuga. Tetap ada konflik antara panitia dan lembaga
kesenian.
“Sebetulnya, apa yang terjadi di sini sama dengan yang terjadi di Surabaya
atau Semarang. Penyebab utamanya: ada sesuatu yang tampaknya seolah-olah dunia
kesenian hanya bisa dipecahkan oleh lembaga itu,” kata Halim. Dan Halim merasa
sedih, karena sebagai partisipan, ia ternyata harus terlibat dalam konflik itu.
Institusionalisasi atau pelembagaan kegiatan-kegiatan kesenian di negeri
ini dalam 20 tahun terakhir memang sangat kuat sekali. Mulai dari Dewan
Kesenian Jakarta, lalu muncul dewan serupa di kota-kota lain, sehingga
menimbulkan kesan dunia kesenian hanya bisa dikelola oleh lembaga. Berikutnya,
selalu ada upaya saling jegal lewat lembaga-lembaga itu, yang kemudian menjadi
konflik yang melebar ke wilayah-wilayah lain.
“Ini yang saya sedihkan. Kita harus kembali kepada fitrah kesenian itu
sebagai kebersamaan,” kata mantan “guru gadungan” yang mengajar Bahasa
Indonesia di Department of Asian Language and Culture di University of Michigan
(1989-1992).
***
HALIM HD lahir 25 Juni 1952 dari keluarga pedagang-petani di Serang,
Karesidenan Banten (Jawa Barat). Menamatkan SD dan SMP di Serang, dan
melanjutkan SMA di Yogyakarta. Ia pernah mengenyam pendidikan di Fakultas
Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1972-1977, tetapi tidak sampai
selesai.
Ketika menjalani masa-masa kuliah itulah, ia ikut mengelola majalah
mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, Universum, di samping sebagai penanggung jawab
dan koordinator “Forum Dialog” mahasiswa Fakultas Filsafat. Forum ini berusaha
untuk mengembangkan diskusidan dialog tentang filsafat, agama, kebudayaan, dan
masalah-masalah aktual kemasyarakatan dengan perspektif filsafat.
Halim pun terlibat pada kegiatan sastra pada tahun 1972-1976, menulis puisi
namun kemudian berhenti, dan lebih mengkonsentrasikan diri untuk membuat
artikel/esai tentang kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
Tulisannya dimuat di berbagai terbitan kampus maupun koran lokal di Yogyakarta,
Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Padang, Ujungpandang, Bali, di samping juga
menulis untuk koran, majalah, serta jurnal di Jakarta.
Di antara pekerjaan itu, bersama seniman dan pekerja kesenian di Solo, ia
mendirikan “Kelompok Kerja Kamandungan” yang menampung berbagai kegiatan seni.
Awal 1980-an di Solo, Halim mengkoordinir pementasan dan kegiatan kesenian dari
berbagai daerah yang datang ke Solo, misalnya kegiatan yang melahirkan “Sastra
Kontekstual” yang dilontarkan Ariel Heryanto dan Arief Budiman.
Setiap tahun sejak tahun 1982, ia mengadakan kegiatan yang bersifat forum
dengan skala yang jaringannya luas dan dalam berbagai disiplin, seperti
pertemuan perupa dan kalangan pendidikan alternatif, serta kalangan NGO
(non-government organization). Bersama kalangan NGO inilah ia ikut mengadakan
workshop teater untuk pedesaan dan masyarakat di kampung-kampung di Solo,
Jateng, Jatim, dan beberapa daerah lain.
***
APA sebenarnya yang ingin digapai Halim dengan memilih sebagai networker
kebudayaan? Menurut dia, sesungguhnya setiap orang adalah makhluk yang
mengelola kebudayaannya bersama lingkungannya. Networker bagi Halim-yang pernah
bekerja sebagai asisten riset Dr Takashi Siraishi dan Dr Ben Anderson pada
Cornell Modern Indonesia Project (CMIP)-artinya bagaikan simpul jaring nelayan
yang satu dengan lainnya saling terkait dan selalu tergetar, jika ada sesuatu
benda yang jatuh di dalam jaring itu. Jaringan itu juga mengartikan bahwa
simpul dari jaring itu sebagai suatu kesederajatan, sesuatu yang setara, yang
satu dengan yang lainnya saling mengait dan terkait oleh suatu peristiwa.
Konsep jaringan ini sebetulnya menuju masyarakat madani dalam perspektif
kebudayaan.
“Kesenian dan kebudayaan jelas dan pasti tidak bisa terlepas dan melepaskan
diri dari kondisi dan situasi politik, ekonomi, dan masalah-masalah lainnya,
termasuk soal hankam yang memang sangat mendalam merasuki masalah kebudayaan
kita melalui politik birokrasi kontrol terhadap masyarakat. Soal inilah yang
membuat seluruh potensi kebudayaan kita, khususnya di pedesaan, mengalami
kelumpuhan,” ucapnya.
Lebih jauh, kesenian tradisi kita dijadikan bukan hanya komoditi dalam
aspek ekonomis saja, tetapi juga secara politis untuk melanggengkan kekuasaan.
Di lain pihak ironisnya, sebagai “komoditi” kesenian tradisi itu sendiri tidak
terlalu menggembirakan. Bahkan, terjadi proses sebagai “sapi perahan” melalui
birokrasi perizinan, dan di situlah amplop bermain, melalui keanggotaan yang
dulu dikontrol oleh Golkar.
“Kita harus mengembalikan hak fitrah, hak asali setiap orang untuk
bagaimana dirinya bisa bersama orang lain menyatakan diri. Di sinilah networker
mempunyai peranan seperti orang lain. Tidak ada sesuatu yang istimewa atau hak
khusus bagi dirinya,” tutur Halim.
Keuntungan apa yang diraihnya sebagai networker? Ternyata Halim tidak
bicara soal uang, karena tak ada keuntungan material yang diperoleh dari
aktivitasnya ini.
“Kalau pilihan semacam itu, saya dulu tiga besar dalam tes manajemen di
sebuah perusahaan. Tetapi ternyata saya tidak memilih itu. Saya lebih cocok di
sini,” kata Halim yang pernah mengikuti workshop teater di Filipina dan
Thailand untuk bidang pengorganisasian (1980-1981).
Event demi event terus digulirkannya. Setelah melakukan evaluasi MAF ’99,
ia siap menggelar peristiwa kebudayaan lain ataupun membuka kemungkinan bagi
kelanjutan MAF. Begitulah, seorang Halim HD tak akan lelah menjembatani kontak
antarseniman.
***
https://sastra-indonesia.com/2010/09/halim-hd-networker-kebudayaan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Dharta
Abdul Hadi WM
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Achmad Faesol
Achmad S
Achmad Soeparno Yanto
Adin
Adrian Balu
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Sasongko
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Mustofa Bisri
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
al-Kindi
Alex R. Nainggolan
Ali Ahsan Al Haris
Ali Audah
Ali Syariati
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Andhika Dinata
Andi Neneng Nur Fauziah
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Andy Riza Hidayat
Anindita S. Thayf
Anton Kurniawan
Anton Sudibyo
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arthur Rimbaud
Asap Studio
Asarpin
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Balada
Bambang Riyanto
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Butet Kartaredjasa
Cak Bono
Catatan
Cecil Mariani
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Charles Bukowski
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dahta Gautama
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Danarto
Dara Nuzzul Ramadhan
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darojat Gustian Syafaat
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Sartika
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dianing Widya Yudhistira
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djoko Subinarto
Doan Widhiandono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erik Purnama Putra
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Firman Wally
Fiyan Arjun
Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L)
Franz Kafka
Galih M. Rosyadi
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Garna Raditya
Gendut Riyanto
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gurindam
Gusti Eka
H.B. Jassin
Halim HD
Hamdy Salad
Hamka
Hari Sulastri
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasbi Zainuddin
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Hermawan Mappiwali
Herry Lamongan
Hikmat Gumelar
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Ilham
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Arlado
Imron Tohari
Indra Tjahyadi
Indrawati Jauharotun Nafisah
Indrian Koto
Inung As
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Ismi Wahid
Iva Titin Shovia
Iwan Fals
Iwan Kurniawan
Jakob Oetama
Janual Aidi
JJ. Kusni
Johan Fabricius
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Sastra
K.H. A. Azis Masyhuri
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kahlil Gibran
Kamajaya Al. Katuuk
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khatijah
Khoirul Inayah
Ki Dhalang Sulang
Ki Ompong Sudarsono
Kikin Kuswandi
Kodirun
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM)
Komunitas Teater Se-Lamongan
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Muhammad
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Larung Sastra
Latief S. Nugraha
lensasastra.id
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Linda Christanty
Lutfi Mardiansyah
M. Aan Mansyur
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marniati
Martin Aleida
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni Muserang
Mawar Kusuma
Max Arifin
Melani Budianta
Mihar Harahap
Mikael Johani
Miziansyah J.
Moch. Fathoni Arief
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Afifi
Mohammad Rafi Azzamy
Muhammad Hanif
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun AS
Muhidin M. Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Myra Sidharta
Nadia Cahyani
Naim
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nessa Kartika
Ni Made Purnama Sari
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nurel Javissyarqi
Nurul Fahmy
Nurul Ilmi Elbana
Nyoman Tusthi Eddy
Ong Hok Ham
Orasi Budaya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Pay Jarot Sujarwo
PDS H.B. Jassin
Pendidikan
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Bergerak
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
Qismatun Nihayah
R Sutandya Yudha Khaidar
R Toto Sugiharto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Rambuana
Ramdhan Triyadi Bempah
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ricarda Huch
Riezky Andhika Pradana
Riki Dhamparan Putra
Rizki Aprima Putra
Rokhim Sarkadek
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rukardi
Rumah Budaya Pantura
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Ruth Indiah Rahayu
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sahaya Santayana
Sahli Hamid
Saini KM
Sajak
Salvator Yen Joenaidy
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setyaningsih
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosial Media Sastra
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sudarmoko
Sudirman
Sugeng Sulaksono
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunaryata Soemarjo
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susie Evidia Y
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
T Agus Khaidir
T.A. Sakti
Tangguh Pitoyo
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen)
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tiya Hapitiawati
Tiyasa Jati Pramono
Toeti Heraty
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vika Wisnu
W.S. Rendra
Wahyu Triono Ks
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wilda Fizriyani
Willy Ana
Y Alpriyanti
Y.B. Mangunwijaya
Yanto le Honzo
Yasin Susilo
Yasir Amri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yulhasni
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar