Jumat, 28 Mei 2021

Dari Suatu Pergulatan Fakta-Fiksi

Melani Budianta *
majalah.tempointeraktif.com
 
Untuk Ignas Kleden, membedah sastra sama saja dengan upaya menyeimbangkan daya tarik dua kutub referensinya: ilmu pengetahuan dan seni sastra.
 
Judul Buku: Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esai-esai Sastra dan Budaya
Penulis: Ignas Kleden
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti dan Freedom Institute, Jakarta
Tahun Terbitan: Juni 2004
Tebal: xii + 500 Halaman
 
Ilmu cenderung mengungkung dan membatasi, sedangkan sastra- adalah disiplin yang membebaskan,” demikian pengakuan Ignas Kleden, budayawan yang dikenal kedalaman ilmunya di bidang filsafat, sosiologi, dan politik. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan adalah kisah cintanya dengan sastra, sekaligus jurnal pergulatannya dalam menjembatani dunia ilmu pengetahuan?berikut teori-teori rumit- dengan sastra sebagai seni.
 
Kisah cinta ini panjang sejarahnya. Empat puluh tahun yang lalu, di sebuah lembah terpencil di ujung timur Flores, Ignas, yang duduk di bangku SMA sebuah seminari, membaca karya Julius Caesar dalam bahasa Latin dan menghafal pidato klasik Abraham Lincoln Gettysburg Address. Pertemuan lebih lanjut dengan sastrawan Indonesia dan karyanya, dari generasi Pramoedya A. Toer, Umar Kayam, Rendra, sampai Dorothea Rosa Herliany dan Joko Pinurbo, terlihat jejaknya dalam 483 halaman buku ini. Ignas Kleden menulis 21 esai tersebut dari tahun 1983, selepas menyelesaikan studi magister filsafat, sampai tahun 2004, enam tahun setelah ia mendapatkan doktor sosiologi di Jerman.
 
Pergulatan Ignas dengan sastra dirumuskan dalam enam pertanyaan: tentang perbedaan sastra dan bukan sastra, sastra dan kritik sastra, kenyataan empiris dan kenyataan imajiner, serta tentang hubungan antara sastra dengan dimensi sosial-budaya, dengan pengarang, dan dengan konteksnya. Keenam soal itu berujung pada tarik-menarik antara kutub ilmu pengetahuan dan seni sastra, dan antara dunia fakta dan fiksi, yang sama kuat menjadi sumber kebenaran dan kegairahan bagi Ignas.
 
Ia menyiasati pertarungan dua dimensi ini dengan membiarkan pikirannya mengalir, bebas dari kungkungan cara berpikir “arsitektonik” ala akademisi Jerman, memadukan acuan-acuan teoretis dengan gaya bahasa metaforik. Penggunaan tubuh manusia pada sajak-sajak Joko Pinurbo, misalnya, digambarkannya “bukan sekadar locus untuk kegembiraan dan keisengan badaniah” tetapi justru menjadi representasi suatu sesal yang kenyal, tobat yang nekat: suatu metonia yang tuntas” (251). Pada sisi lain kegairahan mengalami sastra ditengarainya dengan jurus-jurus filsafat dan acuan teoretis. Sayangnya keseimbangan tidak selalu bisa dipertahankan. Digresi melalui komentar, catatan tambahan, dan rangkaian teori yang super-rumit menunjukkan kuatnya godaan kutub ilmu, dengan risiko kritik menjadi elitis.
 
Analisis paling jernih muncul ketika tegangan antara fiksi dan fakta dalam berbagai teks, puisi, cerpen, novel diuraikannya dengan konsep yang lebih sederhana: membandingkan “makna referensial” (hubungan teks dengan dunia luar) dan “makna tekstual” (hubungan teks ke dalam)”. Semakin tinggi makna referensialnya, semakin kuat sifat teks sebagai komentar sosial yang menekankan pada peristiwa (fakta). Semakin tinggi makna tekstualnya, semakin kental sifat teks sebagai karya simbolik (fiksi). Fakta mengarah pada generalisasi, makna denotatif dan informasi. Fiksi menekankan keunikan, ambivalensi makna dan penghayatan.
 
Keterikatan pada fakta menghasilkan cermin empiris, sedangkan potensi sastra untuk mengubah dunia terletak pada kemampuannya mengangankan suatu dunia potensial, yang diupayakan melalui pengolahan tekstual. Penciptaan metafor yang visioner membangun visi alternatif untuk “menerobos zamannya dan membuka cakrawala zaman baru”.
 
Dengan metode ini Ignas mengevaluasi nilai sastra suatu teks, gaya pengarang dan kecenderungan ideologisnya, dan menghasilkan sejumlah temuan menarik. Kekuatan cerpen-cerpen Umar Kayam tentang Amerika terletak pada kemampuannya membuat yang asing menjadi akrab. Hal sebaliknya -kemampuan menciptakan distansi- tidak tampak dalam novel Para Priyayi. Penekanan pada makna referensial menjebak teks pada sikap yang tidak kritis pada kecenderungan dominan. Tentang Pramoedya, Ignas menemukan bahwa “sikap terhadap laki-laki dan perempuan- berdampak pada komposisi dan teknik literer”, suatu titik temu antara ideologi dan estetika.
 
Tokoh perempuan dalam novel trilogi Pramoedya tampil sebagai individu-individu yang dihidupkan melalui pendalaman tekstual, sedangkan penokohan laki-laki sekadar menjadi sarana untuk melontarkan gagasan. Dalam esainya tentang Putu Wijaya, ada sebuah kutipan yang bisa dipakai untuk merefleksikan penjurian karya sastra Indonesia mutakhir: “Seseorang bisa menjadi pembaharu tanpa menghasilkan karya dengan mutu yang spektakuler, dan sebaliknya seorang bisa menghasilkan mutu yang amat tinggi sekalipun menggunakan cara-cara yang sangat konvensional.”
 
Dengan kritik yang jujur dan terus terang dan pergulatan reflektifnya, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan merupakan tonggak berharga bagi sejarah kritik sastra Indonesia.
***

*) Pengajar Fakultas Ilmu Budaya UI /28 Juni 2004 http://sastra-indonesia.com/2009/01/dari-suatu-pergulatan-fakta-fiksi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita