Kamis, 11 Februari 2021

Sastrawan Perempuan Jerman Ricarda Huch, yang Karya-karyanya “Tenggelam” dalam Sejarah Negerinya

Sebuah Catatan dari Penerjemah
 
Tiya Hapitiawati
 
“Huch merupakan perempuan pertama dalam kesusastraan Jerman, bahkan yang pertama di Eropa,” ujar Thomas Mann saat perayaan ulang tahun Ricarda Huch yang ke-60, tepatnya tahun 1924. Terlepas dari perasaan sebal Ricarda Huch kala itu sebab kawannya itu hanya menyebutnya dengan nama keluarga alih-alih nama lengkapnya, kebesaran seorang Ricarda Huch memang tak bisa dielak. Memang selalu tak sederhana saat bicara tentang peran, pencapaian, berikut apresiasi yang diperoleh perempuan dalam kesusastraan, tak terkecuali dalam kesusastraan Jerman. Soal ini, tampaknya mesti didiskusikan dalam ruang lain yang mungkin akan makin tak sederhana. Lebih jauh dari itu, Ricarda Huch termasuk ke dalam deretan penulis perempuan dalam kesusastraan Jerman yang karya-karyanya hampir terlupakan, selain Gutti Alsen, Friederike Manner dan Auguste Hauschner.
 
Lahir 18 Juli 1864 di sebuah keluarga pebisnis di Braunschweig, Ricarda Huch menjalani masa remaja yang ruwet gara-gara terjebak cinta segitiga antara dirinya, kakak perempuan, dan sepupunya, ia memutuskan pindah merantau ke Zürich, Swiss. Terlebih lagi, Jerman kala itu tak mengizinkan seorang perempuan mengenyam bangku kuliah, sementara Swiss sudah sedikit lebih “maju” dengan tak mempermasalahkan keperempuanannya. Di Universitas Zürich, ia mempelajari sejarah, filologi dan filsasat, juga berkawan dengan perempuan tangguh lain dari Polandia,  yang kelak penjadi pemikir sosialis revolusioner, Rosa Luxemburg.
 
Sebagai intelektual terkemuka Jerman, Ricarda Huch menjadi nominator Nobel Sastra sebanyak tujuh kali. Karya-karyanya dikenal mengangkat tema-tema humanisme di kalangan masyarakat kelas menengah dan gagasan-gagasan tentang kebebasan. Ia termasuk salah satu penulis terpenting periode Jugendstil dalam kesusastraan Jerman dan menjadi perempuan pertama yang menulis sejarah penyatuan Italia, Risorgimento, di bawah kepemimpinan Giuseppe Garibaldi. Fakta ini membawa keuntungan tersendiri baginya saat Jerman berada di bawah kekuasaan Hitler, selain juga mantan suami pertamanya, Ceconi, berasal dari Itali. Ricarda Huch jarang berhadapan dengan “marabahaya” saat Hitler berkuasa, meski pada akhirnya karya-karyanya tetap tak diizinkan terbit di Jerman setelah terang-terangan enggan mendukung fasisme Hitler. Ia juga menjadi sedikit dari tokoh intelektual yang memilih untuk tidak eksil ke luar Jerman saat menjadi penentang fasisme Hitler.
 
“Nasionalisme Jerman yang digaungkan oleh otoritas pemerintah saat ini bukanlah nasionalisme yang kuanut,” demikian ujarnya suatu kali tentang ultranasionalisme Hitler. Ia aktif menentang rezim Nazi dan sengaja keluar dari Akademi Kesenian Prusia, organisasi para seniman Prusia yang di dalamnya Ricarda Huch menjadi anggota pertama dan kehormatan. Keputusannya itu membawanya pada karya-karyanya yang tak diizinkan lagi terbit di Jerman.
 
Puluhan tahun karya-karya Ricarda Huch seolah tenggelam dalam sejarah negerinya, kini salah satu karya yang disebut-sebut sebagai novela terbaik dari sang intelektual Jerman telah kembali diterbitkan: “Der Letzte Sommer”. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis, novela yang pertama kali terbit tahun 1910 ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Musim Panas Penghabisan”. Novela epistolary politik bergenre thriller dan berkisah tentang tokoh Gubernur Rasimkara yang mendapat ancaman teror dari kelompok revolusioner Rusia. Seorang revolusioner diselundupkan ke rumah musim panas keluarga Gubernur, mencari saat yang tepat untuk menghabisinya, namun sialnya, salah satu anak perempuan gubernur malah jatuh cinta pada si penyusup revolusioner.
 
Berbentuk surat, tak adanya dialog dan hanya berbentuk monolog menjadi keunikan tersendiri dari novela ini. Proses penerjemahan memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Kesulitan-kesulitan ada pada beberapa kosakata yang hampir tak pernah lagi digunakan dalam bahasa Jerman saat ini, selain juga tantangan dalam menyesuaikan penggunaan bahasa remaja Jerman kala itu dalam bentuk surat. Semoga, upaya penerjemahan karya Ricarda Huch yang diinisiasi Moooi Pustaka ini menjadi awal yang baik untuk memperkenalkan karya-karya Ricarda Huch, juga karya-karya para penulis besar berbahasa Jerman lain yang ikut tenggelam dalam alur sejarah negeri mereka.
 
9 Jan 2021 http://sastra-indonesia.com/2021/02/ricarda-huch-sastrawan-perempuan-jerman-yang-karya-karyanya-tenggelam-dalam-sejarah-negerinya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita