Sabtu, 27 Februari 2021

Catatan Kecil Untuk RUMAH BERSAMA Faizi Kaelan

R. Timur Budi Raja
 
Manusia tidak pernah lepas dari subjektivitas. Setiap mempunyai kesubjektivitasan baca: cara pandang) yang berbeda dan tersendiri. Subjektivitas ini berakar dari adanya berbagai ragam situasi, kondisi yang dihadapi dan dialami oleh individu, yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
 
Berawal dari kesubjektivitasan itu, muncullah apa yang disebut dengan teori, dimana di dalamnya beragam cara pandang, pokok-pokok pikiran diolah, diramu, dan dilahirkan menjadi “sesuatu” yang dijadikan panutan, teladan bagi yang lain dalam berbagai permasalahan yang dihadapi.
 
Subjektivitas ini pun merambah ke dunia sastra. Maka dalam dunia sastra dikenal juga istilah teori sastra. Dari mulai strukturalisme, pormodernisme, hingga deskontruksi juga dikenal dalam dunia sastra.
 
Khususnya dalam dunia puisi, penyair, setiap pembuat atau penulis, bahkan penikmatnya (= pembaca), memiliki subjektivitas yang terjadinya tidak dapat diganggu gugat. Cara pandang satu tidak dapat disalahkan oleh yang lain. Karena subjektivitas itu maka orang memiliki kebebasan untuk menafsirkan karya sastra atau puisi sesuai dengan cara pandangnya masing-masing.
 
Maka, tidak salah pula bila akhirnya saya mencoba menemukan “sesuatu”, sesuai dengan cara pandang saya, dari kumpulan puisi Rumah Bersama milik Faizi L. Kaelan.
 
Sebelum mulai, saya akan membaca satu bait puisi dari kumpulan ini, yang dari sana kita akan mulai berangkat membangun kebersamaan kita malam ini: Rumah ini adalah rumah bersama/tempat engkau membersihkan hidup/dari guguran daun-daun maut (RUMAH SAKIT).
 
Mengapa Rumah Bersama? Mengapa “ia” yang dipilih menjadi judulnya? Mengapa rumah sakit lah Rumah Bersama itu? Mengapa ??
 
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menjadi pokok pembicaraan kita malam ini. Marilah kita bersama mencoba mengira-ngira jawabannya, sebelum kita menanyakan kepada penulisnya, yang hadir pada malam ini.
 
Hanya mungkin, karena saya, sekali lagi mungkin, telah mendapatkan naskah kumpulan puisi ini, saya telah menemukan beberapa hal yang, lagi-lagi mungkin, dapat kita jadikan acuan dalam membangun kebersamaan kita malam ini, dan menjadi pengantar bagi para penikmat yang berkeinginan membacanya.
 
Rumah, menurut pemahaman saya, adalah tempat berkumpul, tempat berpulang, tempat berteduh, tempat berlindung, dan bahkan adalah tempat kita melakukan segala aktivitas kehidupan. Tapi mengapa Rumah Bersama? Jawaban pertama dari kira-kira saya adalah: kumpulan puisi ini adalah rumah bersama. Rumah berbagai segala bentuk dan formasi puisi yang ada. Rumah bagi beragam, bermacam jenis puisi, dari yang romantisme: Aku menikahimu/untuk membuktikan keteguhan hati/memilih belahan jiwa/sebagaimana janji puisi/pada kata-kata (PERNIKAHAN-PUISI), hingga yang merupakan satire: Taretan Maduraku!/sekali ini ada baiknya kita bertanya:/jika Arab punya Yasser Arafat/dan Afrika punya Nelson Mandella/lalu, Madura melahirkanmu sebagai apa? (MATTALI DAN MARKOYA).
 
Jawaban kira-kira saya yang kedua: penulis (atau saya sebut saja Mas Faizi) tak hendak membaktikan diri pada satu “cinta”. Bukan berarti dia tak setia. Tapi dia ingin berungkap bahwa ada beragam cara untuk berkata “cinta”. Sebagaimana ada beragam cara pandang dan dia tak berniat menyangkalnya. Ada yang suka mengatakan “cinta” dengan kelembutan dan mendayu-dayu: Kerlip mata malammu/jumpalitan jatuh ke cahaya mukaku (PERMAISURI MALAMKU). Ada yang mengungkapkannya dengan menggunakan logika dan mengharu-biru: Sungguh sedih nasib puisi/di dalam masyarakat yang tidak puitik/masyarakat agraris yang mengimpor beras/karena tak konkret, juga tak jelas/masyarakat yang bangga bila meniru/biar kacangan yang penting laku (PUISI DALAM MASYARAKAT YANG TIDAK PUITIK). Ada pula yang suka mengungkapkannya dengan begitu sederhana: Faruk dan aku bermain kata/kami dipermainkan kata-kata (PETAK UMPET). Namun, ada pula yang lebih suka berungkap dengan lebih gelap: Gemerisik pikiran/melayang-layang/menimbuni kesadaranku, satu-satu/berjalan di malam hari/perjalanan magrib menuju pagi (BERJALAN DI MALAM HARI).
 
Menurut kira-kira saya, Mas Faizi hendak berucap bahwa cara pandang yang berbeda bukanlah alasan untuk tidak bisa bersama. Ada “rumah” yang siap sedia menerima perbedaan itu, dan ia adalah “rumah sakit”, katanya.
 
RUMAH SAKIT
 
Rumah itu adalah rumah bersama
tempat teknologi, doa, suka, dan duka
bertemu, bersilaturrahim, hidup bersama
dan akhirnya harus selalu setuju
maut memang tidak ada obatnya
 
Dalam benak saya (mungkin Anda juga) tentu turut bersepakat padanya. Gambaran rumah sakit, tempat dimana orang-orang sakit orang-orang dengan penyakit, datang mengadukan nasib, beserta keluarga, teman, atau bahkan dengan orang yang tak dikenalnya. Mereka bersama. Dan dokter serta suster yang ada tergopoh-gopoh menyambutnya, membantu, merawat, dan memberikan semangat, meski mereka tak saling mengenal nama.
 
Di salah satu lorong, selang infus membantu memberi waktu. Kerabat-kerabat mulai berdatangan sembari menghitung waktu (dan dengan doa tentu!). sementara, di lorong lain, tak ada lagi waktu untuk berdzikir. Karena Tuhan telah mengirimkan Izrail, dan orang-orang pun tinggal menangis agingging.
 
Demikianlah. Mas Faizi tak salah. Saya pun juga tak berharap salah. Rumah sakit memang rumah bersama. Namun jangan sampai Rumah Bersama membuat kita masuk rumah sakit bersama-sama karena sakit kepala setelah menikmatinya! Selamat membaca!
***
 
[Sebagai bahan acuan dalam membangun kebersamaan di malam Jumat, 28 Juni 2007, dalam rangka Bedah Buku Rumah Bersama karya Faizi L. Kaelan yang diadakan oleh STKIP Bangkalan-Madura]
 
Rakyat Indonesia
https://sastra-indonesia.com/2009/01/catatan-kecil-untuk-rumah-bersama-faizi-kaelan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita