R. Timur Budi Raja
Manusia tidak pernah lepas dari subjektivitas. Setiap mempunyai
kesubjektivitasan baca: cara pandang) yang berbeda dan tersendiri.
Subjektivitas ini berakar dari adanya berbagai ragam situasi, kondisi yang
dihadapi dan dialami oleh individu, yang tidak sama antara satu dengan yang
lainnya.
Berawal dari kesubjektivitasan itu, muncullah apa yang disebut dengan
teori, dimana di dalamnya beragam cara pandang, pokok-pokok pikiran diolah, diramu,
dan dilahirkan menjadi “sesuatu” yang dijadikan panutan, teladan bagi yang lain
dalam berbagai permasalahan yang dihadapi.
Subjektivitas ini pun merambah ke dunia sastra. Maka dalam dunia sastra
dikenal juga istilah teori sastra. Dari mulai strukturalisme, pormodernisme,
hingga deskontruksi juga dikenal dalam dunia sastra.
Khususnya dalam dunia puisi, penyair, setiap pembuat atau penulis, bahkan
penikmatnya (= pembaca), memiliki subjektivitas yang terjadinya tidak dapat
diganggu gugat. Cara pandang satu tidak dapat disalahkan oleh yang lain. Karena
subjektivitas itu maka orang memiliki kebebasan untuk menafsirkan karya sastra atau
puisi sesuai dengan cara pandangnya masing-masing.
Maka, tidak salah pula bila akhirnya saya mencoba menemukan “sesuatu”,
sesuai dengan cara pandang saya, dari kumpulan puisi Rumah Bersama milik Faizi
L. Kaelan.
Sebelum mulai, saya akan membaca satu bait puisi dari kumpulan ini, yang
dari sana kita akan mulai berangkat membangun kebersamaan kita malam ini: Rumah
ini adalah rumah bersama/tempat engkau membersihkan hidup/dari guguran
daun-daun maut (RUMAH SAKIT).
Mengapa Rumah Bersama? Mengapa “ia” yang dipilih menjadi judulnya? Mengapa
rumah sakit lah Rumah Bersama itu? Mengapa ??
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menjadi pokok pembicaraan kita malam
ini. Marilah kita bersama mencoba mengira-ngira jawabannya, sebelum kita
menanyakan kepada penulisnya, yang hadir pada malam ini.
Hanya mungkin, karena saya, sekali lagi mungkin, telah mendapatkan naskah
kumpulan puisi ini, saya telah menemukan beberapa hal yang, lagi-lagi mungkin,
dapat kita jadikan acuan dalam membangun kebersamaan kita malam ini, dan
menjadi pengantar bagi para penikmat yang berkeinginan membacanya.
Rumah, menurut pemahaman saya, adalah tempat berkumpul, tempat berpulang,
tempat berteduh, tempat berlindung, dan bahkan adalah tempat kita melakukan
segala aktivitas kehidupan. Tapi mengapa Rumah Bersama? Jawaban pertama dari
kira-kira saya adalah: kumpulan puisi ini adalah rumah bersama. Rumah berbagai
segala bentuk dan formasi puisi yang ada. Rumah bagi beragam, bermacam jenis
puisi, dari yang romantisme: Aku menikahimu/untuk membuktikan keteguhan
hati/memilih belahan jiwa/sebagaimana janji puisi/pada kata-kata
(PERNIKAHAN-PUISI), hingga yang merupakan satire: Taretan Maduraku!/sekali ini
ada baiknya kita bertanya:/jika Arab punya Yasser Arafat/dan Afrika punya
Nelson Mandella/lalu, Madura melahirkanmu sebagai apa? (MATTALI DAN MARKOYA).
Jawaban kira-kira saya yang kedua: penulis (atau saya sebut saja Mas Faizi)
tak hendak membaktikan diri pada satu “cinta”. Bukan berarti dia tak setia.
Tapi dia ingin berungkap bahwa ada beragam cara untuk berkata “cinta”.
Sebagaimana ada beragam cara pandang dan dia tak berniat menyangkalnya. Ada
yang suka mengatakan “cinta” dengan kelembutan dan mendayu-dayu: Kerlip mata
malammu/jumpalitan jatuh ke cahaya mukaku (PERMAISURI MALAMKU). Ada yang mengungkapkannya
dengan menggunakan logika dan mengharu-biru: Sungguh sedih nasib puisi/di dalam
masyarakat yang tidak puitik/masyarakat agraris yang mengimpor beras/karena tak
konkret, juga tak jelas/masyarakat yang bangga bila meniru/biar kacangan yang
penting laku (PUISI DALAM MASYARAKAT YANG TIDAK PUITIK). Ada pula yang suka
mengungkapkannya dengan begitu sederhana: Faruk dan aku bermain kata/kami
dipermainkan kata-kata (PETAK UMPET). Namun, ada pula yang lebih suka berungkap
dengan lebih gelap: Gemerisik pikiran/melayang-layang/menimbuni kesadaranku,
satu-satu/berjalan di malam hari/perjalanan magrib menuju pagi (BERJALAN DI
MALAM HARI).
Menurut kira-kira saya, Mas Faizi hendak berucap bahwa cara pandang yang
berbeda bukanlah alasan untuk tidak bisa bersama. Ada “rumah” yang siap sedia
menerima perbedaan itu, dan ia adalah “rumah sakit”, katanya.
RUMAH SAKIT
Rumah itu adalah rumah bersama
tempat teknologi, doa, suka, dan duka
bertemu, bersilaturrahim, hidup bersama
dan akhirnya harus selalu setuju
maut memang tidak ada obatnya
Dalam benak saya (mungkin Anda juga) tentu turut bersepakat padanya.
Gambaran rumah sakit, tempat dimana orang-orang sakit orang-orang dengan
penyakit, datang mengadukan nasib, beserta keluarga, teman, atau bahkan dengan
orang yang tak dikenalnya. Mereka bersama. Dan dokter serta suster yang ada
tergopoh-gopoh menyambutnya, membantu, merawat, dan memberikan semangat, meski
mereka tak saling mengenal nama.
Di salah satu lorong, selang infus membantu memberi waktu. Kerabat-kerabat
mulai berdatangan sembari menghitung waktu (dan dengan doa tentu!). sementara,
di lorong lain, tak ada lagi waktu untuk berdzikir. Karena Tuhan telah
mengirimkan Izrail, dan orang-orang pun tinggal menangis agingging.
Demikianlah. Mas Faizi tak salah. Saya pun juga tak berharap salah. Rumah
sakit memang rumah bersama. Namun jangan sampai Rumah Bersama membuat kita
masuk rumah sakit bersama-sama karena sakit kepala setelah menikmatinya!
Selamat membaca!
***
[Sebagai bahan acuan dalam membangun kebersamaan di malam Jumat, 28 Juni
2007, dalam rangka Bedah Buku Rumah Bersama karya Faizi L. Kaelan yang diadakan
oleh STKIP Bangkalan-Madura]
Rakyat Indonesia
https://sastra-indonesia.com/2009/01/catatan-kecil-untuk-rumah-bersama-faizi-kaelan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Dharta
Abdul Hadi WM
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Achmad Faesol
Achmad S
Achmad Soeparno Yanto
Adin
Adrian Balu
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Sasongko
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Mustofa Bisri
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
al-Kindi
Alex R. Nainggolan
Ali Ahsan Al Haris
Ali Audah
Ali Syariati
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Andhika Dinata
Andi Neneng Nur Fauziah
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Andy Riza Hidayat
Anindita S. Thayf
Anton Kurniawan
Anton Sudibyo
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arthur Rimbaud
Asap Studio
Asarpin
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Balada
Bambang Riyanto
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Butet Kartaredjasa
Cak Bono
Catatan
Cecil Mariani
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Charles Bukowski
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dahta Gautama
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Danarto
Dara Nuzzul Ramadhan
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darojat Gustian Syafaat
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Sartika
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dianing Widya Yudhistira
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djoko Subinarto
Doan Widhiandono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erik Purnama Putra
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Firman Wally
Fiyan Arjun
Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L)
Franz Kafka
Galih M. Rosyadi
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Garna Raditya
Gendut Riyanto
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gurindam
Gusti Eka
H.B. Jassin
Halim HD
Hamdy Salad
Hamka
Hari Sulastri
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasbi Zainuddin
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Hermawan Mappiwali
Herry Lamongan
Hikmat Gumelar
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Ilham
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Arlado
Imron Tohari
Indra Tjahyadi
Indrawati Jauharotun Nafisah
Indrian Koto
Inung As
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Ismi Wahid
Iva Titin Shovia
Iwan Fals
Iwan Kurniawan
Jakob Oetama
Janual Aidi
JJ. Kusni
Johan Fabricius
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Sastra
K.H. A. Azis Masyhuri
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kahlil Gibran
Kamajaya Al. Katuuk
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khatijah
Khoirul Inayah
Ki Dhalang Sulang
Ki Ompong Sudarsono
Kikin Kuswandi
Kodirun
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM)
Komunitas Teater Se-Lamongan
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Muhammad
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Larung Sastra
Latief S. Nugraha
lensasastra.id
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Linda Christanty
Lutfi Mardiansyah
M. Aan Mansyur
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marniati
Martin Aleida
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni Muserang
Mawar Kusuma
Max Arifin
Melani Budianta
Mihar Harahap
Mikael Johani
Miziansyah J.
Moch. Fathoni Arief
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Afifi
Mohammad Rafi Azzamy
Muhammad Hanif
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun AS
Muhidin M. Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Myra Sidharta
Nadia Cahyani
Naim
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nessa Kartika
Ni Made Purnama Sari
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nurel Javissyarqi
Nurul Fahmy
Nurul Ilmi Elbana
Nyoman Tusthi Eddy
Ong Hok Ham
Orasi Budaya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Pay Jarot Sujarwo
PDS H.B. Jassin
Pendidikan
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Bergerak
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
Qismatun Nihayah
R Sutandya Yudha Khaidar
R Toto Sugiharto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Rambuana
Ramdhan Triyadi Bempah
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ricarda Huch
Riezky Andhika Pradana
Riki Dhamparan Putra
Rizki Aprima Putra
Rokhim Sarkadek
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rukardi
Rumah Budaya Pantura
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Ruth Indiah Rahayu
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sahaya Santayana
Sahli Hamid
Saini KM
Sajak
Salvator Yen Joenaidy
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setyaningsih
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosial Media Sastra
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sudarmoko
Sudirman
Sugeng Sulaksono
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunaryata Soemarjo
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susie Evidia Y
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
T Agus Khaidir
T.A. Sakti
Tangguh Pitoyo
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen)
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tiya Hapitiawati
Tiyasa Jati Pramono
Toeti Heraty
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vika Wisnu
W.S. Rendra
Wahyu Triono Ks
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wilda Fizriyani
Willy Ana
Y Alpriyanti
Y.B. Mangunwijaya
Yanto le Honzo
Yasin Susilo
Yasir Amri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yulhasni
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar