Facebook adalah kuburan sekaligus juga tembok ratapan,
suara yang dikuburkan, loudspeaker yang pecah,
rumah ibadah dari semua agama, ras dan ideologi serta
kamar pengakuan dosa sekaligus buku harian
yang kita bagikan serta kita harapkan tak menyesatkan.
Berbagai manifesto sekaligus sumpah serapah tumpah
di media yang terbuka ini. Ada juga ajakan untuk menggalang
dukungan untuk melegalkan sesuatu yang menyesatkan
keimanan dan pikiran dengan silat lidah berdalih atas nama
agama, hak azasi manusia dan demokrasi.
Facebook kadang bagai oase di padang tandus
ataupun infus tanpa harus punya kartu BPJS sekaligus
juga racun dan madu.
Facebook adalah nisan yang terpahat namun
tak ada lubang kuburan disitu, namun juga adalah jurang
yang menganga dan kau bisa terjun kedalamnya
kapan saja, tergantung dari sudut mana kau memandang.
Tak perlu ada audit, apalagi sedu sedan
namun banyak mata mata sekaligus juga orang yang bisu
dan tuli bercokol juga disitu.
Facebook kadang juga
bagai lemari es, sesekali kita buka dan buka lagi
sambil mengharapkan ada sesuatu yang bisa dipakai
untuk menyegarkan tenggorokan dan membersihkan
hati yang berkarat, mungkin juga ada yang bisa
dipakai untuk mengganjal kampung tengah
atau menitipkan rindu yang bisa untuk menghalau
sembilu dan pilu!
2017
http://sastra-indonesia.com/2021/02/boleh-saja-kau-sebut-namaku-facebook/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar