Rabu, 30 Desember 2020

ODE UNTUK PAK EDO

Atafras *
 
Ada guru baru di sekolahku. Guru bidang studi Bahasa Inggris. Pak Edo Gunawan Master Pendidikan. Orangnya sebetulnya gagah dan tampan, tapi menurutku sangat menyebalkan. Rambutnya yang selalu awut-awutan menambah lengkapnya kesan yang tidak menyenangkan bagiku. Mungkin juga bagi kebanyakan teman-temanku.
 
Setiap ada jadwal pelajaran Bahasa Inggris, perutku selalu mules. Pasalnya karena Pak Edo selalu saja punya alasan untuk menghukumku. Yang lupa bawa buku lah, yang baju tidak kumasukkan lah, atau bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan pun, aku terkena hukuman. Macam-macam pula bentuk hukumannya. Kadang skotjam, kadang sit-up, yang sering itu, Stand-up, alias berdiri di depan kelas. Malu? Sangat… Sesekali aku pernah bolos, malas ikut pelajaran malah ngumpet di UKS, pura-pura sakit. Eh….ujung-ujungnya Pak guru menyebalkan itu tahu. Dan esoknya, hukuman yang kurasa lebih berat pun harus kuterima. Asli, lama-lama aku pun menjadi semakin malu, karena selalu saja aku stand-up di depan kelas dan mengikuti pelajaran Pak Edo dengan berdiri. Bayangkan, dua jam pelajaran, alias dua kali empatpuluh menit, alias delapan puluh menit, atau sama dengan satu jam duapuluh menit aku harus berdiri. Uh, betul-betul menyebalkan pak guru yang satu ini. Satu-satunya yang membahagiakanku saat seperti itu adalah bunyi bel penanda pergantian pelajaran. Karena dengan begitu, Pak Edo pasti pindah ke kelas lain, dan aku bisa duduk dengan lega mengikuti pelajaran lain dari guru yang lain. Bagiku, mengikuti pelajaran Bahasa Inggris adalah siksa.
 
“Eh, Man, kamu mengapa sih kok nggak mau berusaha?” Yanto teman akrabku tiba-tiba bertanya, saat aku sudah duduk.
 
“Maksudmu?” Tanyaku balik dengan nada agak jengkel kepadanya. “Usaha bagaimana?’ Aku belum mengerti arah pembicaraannya.
 
“Ya… usaha belajar Man, yang sungguh-sungguh, biar nggak stand-up terus kalau pas pelajaran Bahasa Inggris. Masa Kamu nggak malu sih, setiap ada pertanyaan atau quis dari Pak Edo enggak bisa jawab, terus ikut pelajaran sambil berdiri gitu. “ Papar Yanto menjelaskan. “Nih, lihat nih! Aku sampai beli buku ini supaya bisa mengikuti alur pembelajaran Pak Edo, supaya nggak kena stand-up. Dan Alhamdulillah, sekarang aku jadi lebih enjoy mengikuti pelajaran beliau.” Yanto menyodorkan bukunya kepadaku.
 
“Ah….” kutarik nafas berat seraya menerima buku itu, “Kamu tahu kan Yan, gimana aku bisa beli buku? Aku nggak tega minta sesuatu dari emakku.” Aku hanya bisa menunduk, merenungi nasibku. Pilu.
 
“Ok deh, Man, gini aja, buku ini kamu buat resumenya, kamu tulis di buku catatanmu. Nanti setelah selesai kembalikan padaku. Gimana?”
 
“Ah, enggak lah, Yan. Trimakasih. Aku malas, biar saja gak papa stand-up terus. Lagipula Pak Edo yang lebay. Biar saja kuikuti saja pelajarannya dengan muak hati.” Sahutku menolak tawaran Yanto dan mengangsurkan buku itu.
 
“Parman..Parman…aneh kamu itu, kamu lho sebetulnya lebih pintar daripada aku. Tapi…ya sudahlah, kalau begitu terserah kamu.” Yanto pun memasukkan buku itu kembali ke dalam tasnya.
 
Obrolan kami pun terhenti karena bu guru IPS sudah memasuki kelas. Kami pun larut kembali dalam pikiran masing-masing dan mengikuti materi berikutnya. Di dalam hatiku sebetulnya aku mengakui, bahwa sejak Pak Edo mengajar di kelas kami, banyak teman yang jadi kian semangat belajarnya. Motivasi mereka macam-macam, ada yang karena malu dihukum terus, ada yang karena Pak Edo tampan, ada yang karena memang ingin bisa berbahasa Inggris dengan baik. Satu contoh diantaranya adalah Yanto. Anehnya, kok aku tidak seperti mereka. Aku justru muak pada cara Pak Edo setiap kali mengajar di kelas kami. Meskipun aku tahu pasti, Pak Edo sudah berbuat adil, siapa pun yang tidak bisa menjawab pertanyaan quisnya, pasti stand-up. Dan itu berlaku untuk siapa saja, siswa laki-laki maupun perempuan.
 
Semakin hari semakin sedikit jumlah temanku yang stan-up. Dan Itu artinya model pembelajaran yang diterapkan Pak Edo di kelasku telah berhasil. Tapi, makin hari aku pun makin sebal dan jengah kepada guru Bahasa Inggris sok pintar itu. Hingga pada suatu ketika, terjadi sesuatu di luar dugaanku.
 
Sore itu, seperti biasa, aku asyik dengan sabit di tanganku. Mencari rumput untuk sepasang kambing bantuan dari desa yang diberikan kepada semua pelajar yatim di desaku ini. Setelah kurasa cukup, rumput-rumput itu pun kuikat dan kutata di boncengan onthelku, tiba-tiba Cak Rokhim tetanggaku berteriak dari kejauhan.
 
“Man! Parman…!” tangannya melambai sambil berlari ke arahku.
 
Belum sempat juga aku bertanya, Cak Rokhim sudah berada di dekatku dengan nafas ngos-ngosan, “Man….emakmu, Man. Emakmu ditabrak orang, sekarang di puskesmas Kembangan.”
 
Tanpa banyak tanya aku pun mengikuti langkah Cak Rokhim yang segera menuntun sepedaku dengan setengah berlari.
 
Sesampai di puskesmas, di ruang UGD, kulihat emak dikerumuni banyak orang. Mereka tampaknya bertanya macam-macam pada emak yang menjawab dengan bicara ala ndesonya. Ada Pak dokter dan perawat, ada banyak orang juga yang tidak kukenal, dan ada seorang perempuan muda yang duduk di sebelah emak. Aku tidak sempat berpikir siapa dia. Di kepala dan siku kiri emak ada balutan perban. Nampak ada bekas luka yang ditutup jahitan.
 
“Lha…..ini anak saya datang…., sini Le…“ Ah, emakku ini sok gaul juga.
 
“Mak gak papa?” Tanyaku pendek.
 
“Alhamdulillah, Le, Emak gak papa. Mak tadi itu ditabrak orang di depan pasar. Emak juga nggak tahu gimana kejadiannya. Emak cuma ingat pas dagangan pisang kita itu habis, emak sangat gembira, dan maunya langsung pulang. Pas jalan cari ojekan, terus emak sudah nggak ingat lagi, Le…”
 
“Kata orang-orang, ibu ini ditabrak lari oleh pemuda bermotor ninja.” Sahut perempuan itu. “Melihat jalanan depan pasar yang macet, dan banyak orang berkerumun seperti ada yang butuh bantuan, suami saya segera turun dari mobil dan tidak tega, akhirnya ibu anda kami bawa ke sini. Ibu masih dalam kondisi pingsan tadi saat bapak-bapak ini membantu kami membawa ibu.”
 
Sesaat kemudian, datang seseorang dengan menenteng kresek putih berisi banyak sekali obat-obatan. “Ini, Ma. Letakkan di meja itu!” Ucapnya seraya mengangsurkan bungkusan kresek kepada perempuan yang sedang berbicara.
 
Semua mata beralih tertuju kepadanya. Termasuk mataku. Dan spontan jantungku berdegup hebat. Ada rasa malu dan bersalah yang luar biasa. Dengan kikuk kusapa dan segera kusalami tangan lelaki itu. “Pak Edo…” pucat pasi rasanya saat mendekati beliau. Seketika hilang semua rasa sebal dan muak.
 
“Lho, kok kamu, Man…ini ibumu ya?” tanya beliau bijak. Orang yang selama ini sering kumaki dalam hati, ternyata adalah pahlawan penyelamat.
 
Saat Pak Edo dan istri beliau berpamitan, berkali kuucap terimakasih. Sebelum masuk mobil, beliau pun sempat menyodorkan beberapa lembar uang berwarna biru kepadaku. Aku menolaknya, tapi beliau terus memaksa.
 
Aku kembali melangkah ke dalam puskesmas setelah mobil Pak Edo hilang dibalik tikungan. Hanya satu pikiranku saat itu. Aku hendak membeli buku Pintar Berbahasa Inggris seperti milik Yanto. Dan, aku berjanji dalam hati, akan belajar sungguh-sungguh. Yakinku, aku pasti tidak akan terkena stand-up lagi.
 
“Pak Edo, maafkan saya….” Desisku dalam hati. Tiba-tiba aku tak sabar pada pertemuan kami berikutnya di kelas, akan ada ode untuk Pak Edo, sebuah ucapan tulus dariku. Bukan lagi umpatan dalam hati, bukan lagi rasa muak, dan bukan lagi makian yang tersembunyi. Seketika, aku ingin berteriak, “Trimakasih Pak Edo……!“ lalu bisikku kembali, “Selamat tinggal stand-up…!”
***
____________

*) Atafras, nama aslinya Atrik Trisnowati Anisa Fitri Rasyida. Lahir di Surabaya 17 Oktober 1975. Aktif di KOSTELA dan FP2L. Seorang guru di SMP Negeri 1, Sekaran, Lamongan. http://sastra-indonesia.com/2020/07/ode-untuk-pak-edo/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita