Kamis, 12 November 2020

SEMBADA

 
Taufiq Wr. Hidayat *
 
Orang Jawa punya istilah “sembada-nyembadani”. Istilah tersebut menunjukkan sifat mencukupi, bertanggungjawab atas setiap kata dan perbuatan. Misalnya ada kalimat “mugi-mugi Gusti Pengeran nyembadani”, yang berarti “semoga Tuhan mencukupi”. Orang Jawa seringkali menyebut “ono pakun kudune ono pakan”. Maksudnya “kalau ada perintah seharusnya ada upah/pakan”. Kata “pakan” (makanan) dalam kalimat tersebut bermakna “upah” atau tanggungjawab atas apa yang telah diperintahkan atau dianjurkan.
 
Dalam pengertian orang Jawa tersebut, orang yang cuma bisa bicara tanpa bukti, hanya main perintah tanpa mencukupi segala kebutuhan orang yang diperintah, tak lain “ora sembada”. Tidak bertanggungjawab. Tidak pas. Dan mulut besar. Atau tidak punya integritas. Ia seringkali mengkhotbahkan kesucian, tapi ia sendiri sebenarnya busuk. Menganjurkan kejujuran, tapi ia sendiri pembohong. Ini “ora sembada” namanya. Orang yang “ora sembada”, tak mungkin “nyembadani” (mencukupi) dirinya sendiri dan orang lain. Itulah dalam masyarakat Jawa, sering dilakukan kegiatan yang disebut “soyo” atau “sayan”, yakni kegiatan yang dilakukan secara bergotong royong membantu salah seorang anggota masyarakat yang sedang kerepotan. Kegiatan tersebut tentu saja tanpa imbalan. Namun tetap “disembadani” (diberi upah) apa adanya dari pihak yang telah meminta bantuan, seperti makanan, kopi, dan rokok.
 
Pengertian itu menarik, ia menyimpan komitmen yang kuat terhadap pembangunan karakter dalam sikap hidup Jawa. Agar orang tidak hanya pandai bicara, tapi omong kosong pada kenyataannya. Namun demikian---pada galibnya, pengertian Jawa itu tetap tidak mengingkari kemampuan masing-masing orang yang berbeda. Ada istilah "sawang sinawang". Makna istilah "sawang sinawang" dalam kearifan Jawa itu---kurang lebih, agar seseorang tak perlu membanding-bandingkan kebahagiaan dan tak juga membanding-bandingkan penderitaan. Bukan berat atau ringan, besar atau kecil suatu kebahagiaan atau penderitaan, tapi bagaimana dapat melewatinya dengan baik dengan akal sehat. Berat bagi seseorang, boleh jadi ringan bagi yang lain. Ringan bagi saya, boleh jadi berat bagi orang lain. Dan sebaliknya. Ia sebentuk kearifan untuk tak membanding-bandingkan diri atau pencapaian diri. Namun lebih menasehati diri sendiri guna menghayati pengalaman orang lain dan menyadari kapasitas tiap-tiap orang yang tidak sama antara satu dengan yang lain. Maka kebersamaan, persaudaraan dan pengertian kemanusiaan diselenggarakan dengan kesadaran.
 
Kebahagiaan---katanya, bukan rencana yang dirancang-rancang, bukan pula sesuatu yang harus diwujudkan. Kebahagiaan bagai detak jantung, tinggal bagaimana seseorang menyadari kedatangan dan posisinya dalam diri, menyadari denyutnya yang harmonis dan terus-menerus. Ia refleks dan rileks, bagai air yang mengalir pada segala peristiwa, kondisi atau penjelmaan baru dari suatu perubahan dan pergantian-pergantian. Kebahagiaan mesti terus terpelihara walau pasang-surut, antara kenang dan hilang. Ia bukan sesuatu yang dirancang dalam kebelum-nyataan, yang wajib diwujudkan. Sehingga dikejar-kejar bagai mengejar bayang-bayang. Kewajaran diri yang alamiah adalah “modal” utama merasakan kebahagiaan daripada berupaya mati-matian supaya menjadi bahagia dengan keinginan yang dirancang dalam pengandaian-pengandaian, bahkan terhadap diri sendiri. Segalanya dalam kehidupan ini berada dalam keterhubungan dan keterkaitan yang niscaya.
 
Konon begitu kiranya salah satu kearifan Jawa itu.
 
Dalam khazanah pesantren, dikenal kata “fa’ala” (bekerja/berbuat). Konon para agamawan saleh yang tidak mau terkenal dan bersahaja, menjadikan kata tersebut wirid setiap saat. ”Makaryo,” kata orang Jawa. Dari kata “fa’ala” itu, tersimpan pengertian, bahwa seseorang tidak perlu sibuk mencari Allah di dalam angan-angan atau hanya berbelit-belit dengan dalil-dalil belaka. Itu akan membuat orang malas, gemar berkhayal, mudah tersinggung atau mementingkan dan mengagungkan diri sendiri. Kata itu seolah menegaskan, carilah Allah di dalam kerja, di dalam segala pengabdian pada kehidupan, pada yang telah dianugerahkan Allah: anak-istri, pekerjaan, janji, wajan, suthil, sepeda, rumah, kursi, dan semua di sekitar kita dalam hidup sehari-hari. Fa'ala, fa'ala, fa'ala. Bekerja, bekerja, bekerja. Dzikir sejatinya kerja, berbuat untuk kesejahteraan dan menyejahterakan, selamat dan menyelamatkan, dan penjagaan nilai kemanusiaan. Karena bagi kalangan pesantren lama, di dalam keringat dan kerja, doa-harapan, dan pengabdian, wajah Allah nikmat terasa dan menampak dengan nyata dalam hasrat spiritualitas yang lezat. Ia mensahihkan sepotong ayat: "ke mana pun kau hadapkan wajahmu, di situ wajah Tuhanmu". Makhluk tak mungkin menjangkau-Nya, tapi Dialah yang menjangkau semua makhluk dengan "rahman-rahim". Di dalam kerja dan keringat, di dalam menunaikan tanggungjawab terhadap kehidupan, Allah menjelma dalam harapan dan cita-cita kemanusiaan. "Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan (jangkauan), sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (al-An’aam:103).
 
Rasakan Allah, temui dengan kerja nyata. Dia ad-dhohiru al-bathinu (mahanyata mahabatin). Fa'ala, fa'ala, fa'ala. Bekerja, bekerja, bekerja. Mengolah kehidupan sebaik-baiknya untuk dipersembahkan sebagai pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan begitu, seseorang akan menjadi “sembada” atau “nyembadani” lahir batin dirinya dan sesamanya dengan wajar.
 
Begitu kiranya pengertian dalam tradisi al-Asy’ariyah, yakni “al-kasb”. Al-Kasb (kerja) bagi Al-Syaibani, tak lain upaya mencari harta melalui berbagai hal dengan cara yang tidak melanggar kemanusiaan. Bahwa manusia diciptakan Allah, lalu diperintahkan bekerja keras untuk kebutuhan hidup demi ridha Allah, yakni berharap kepada Sang Maha Pemurah. Pengertian ini kini banyak diabaikan orang, lantaran pandangan semakin terpaku pada yang materi, pada bentuk dan gagasan-gagasan rumit yang tak pernah menyentuh dan menjawab persoalan nyata kehidupan.
 
Gumuk Angin, Tembokrejo, 2020
 

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi.

http://sastra-indonesia.com/2020/11/sembada/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita