Jumat, 27 November 2020

KAMAJAYA AL. KATUUK DAN BUDAYA MOYANGNYA

(Dari Penghayatan Pandangan Dunia Jawa Kejawen hingga Dekonstruksi Legenda Minahasa)

Sovian Lawendatu *
 
Dari nama ‘awal’ dan ‘akhir’nya saja, Kamajaya dan Katuuk, sudah jelas penyajak ini memiliki dua latar budaya yang berbeda: Kejawen dan Minahasa. Apa pula lewat sajak-sajaknya. Memang untuk kepentingan kreativitasnya, Kamajaya memanfaatkan produk kedua budaya moyangnya itu.
 
Produk budaya Kejawen (baca: Jawa Kejawen) yang Kamajaya manfaatkan untuk kreativitasnya adalah pandangan dunia atau ‘dunia-kehidupan’ (lebenswelt) monisme-pantheistis dan magis. Pemanfaatan ini dilakukan dalam penulisan sajak Kamajaya yang berjudul Kupu-kupu Terbang Sampai (KkTS).
 
Kupu-kupu terbang sampai
demi bunga yang
dimekarkan matahari yang…
Belibis turun melintasi ladang dan tegalan
demi menyambut hujan yang
dimekarkan langit yang….
Indra,
tunggallah!
Merentas jalan sampai
(beru)Jung padaku!
(tu)Run pada-Nya!
(sam)Pai pada Kau!
Ana al’Haqq
Laa illaha illallah.
Tak apa-apa
tak ada siapa-siapa
bunyi tak
lamun tak
lihat tak
rasa tak
Ana al’Haqq!
Ku
pu
Ku
pu
Ana al’Haqq!
 
(dari naskah antologi “Ziarah Langit” Kamajaya Al.Katuuk).
 
Dalam sajak ini pandangan dunia monisme- pantheistis dan magi masing-masing dimanfaatkan sebagai tema dan teknik. Berarti, secara praktis, sajak ini mengungkapkan upaya insan Kejawen – bisa juga Kamajaya – untuk mencapai ‘suasana’ Manunggaling Kawulo-gusti, dengan dukungan daya gaib.
 
Tema Manunggaling Kawulo-gusti (atau: Manunggaling Kawulogusti) dalam sajak ini nyata melalui konsep ketiadaan, “Tak ada apa-apa/tak ada siapa-siapa/bunyi tak/lihat tak/rasa tak”, yang berklimaks pada semacam kredo : “Ana al’Haqq”. Sementara teknik magi dicitrakan dengan penggunaan runtun bunyi “Jung, Run, Pai” yang dibuntungkan dari suku awalnya. Malahan penggunaan artikel (kata sandang) “yang” secara ‘deras-beruntun’ (secara runtut dalam urutan larik-lariknya) mencitrakan teknik (suasana) magis. Demikian pula nada (tone) pengucapan larik “Indra, tunggallah!”) membayangkan suasana (ber) ‘mantra’ – dalam interpretasi saya, larik ini diucapkan oleh si aku-lirik dengan nada ‘memaksa, menghardik”, hal yang khas dalam bermantra-mantra.
 
Memang di tataran teknis, KkTS terbilang juga ‘puisi mantra’, seperti laiknya sajak-sajak ‘kontemporer’ Soetardji Calzoum Bachri. Bedanya –sekadar dibedakan – ‘mantra’ Kamajaya ini jauh lebih komunikatif alih-alih ‘mantra-mantra’ Soetardji.
 
Tema sajak KkTS menyamai tema sajak al-Hussain ibnu Mansur al-Hallaj, penyair sufi Arab yang mati ‘martir’ atau ‘syahid’. Tidak kebetulan, sajak KkTS mengadopsi ‘kredo’ al-Hallaj yang terkenal itu : “Ana al’Haqq” (Akulah Realitas Tertinggi). Semuanya ini, sehemat saya, tidak melunturkan kekejawenan KkTS atau penyajaknya. Tapi sekadar untuk mengukuhkannya. Sebab, Monisme “dan” Pantheisme di dunia Jawa Kejawen merupakan ‘transformasi’ dari Sufisme di jazirah pemikiran bangsa Arab – lihat Zoetmulder, “Manunggaling Kawulo Gusti, Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa” (1990). Di bingkai ini, pembanding yang tepat untuk KkTS adalah Suluk – cermati Zoetmulder (1990).
 
Sebetulnya Monisme-pantheistis (atau Monisme dan Pantheisme di satu pihak) dan magi (di lain pihak) menunjukkan pertentangan yang mencolok. Monisme-pantheistis berdimensi mistis (religious), sedangkan magi bercorak a-religius, bahkan tidak merujuk ke dunia rohani ataupun materi. Meski begitu, toh kedua pandangan dunia tersebut memiliki kemiripan. Kemiripannya terletak pada suasana ‘ketiadaan’ dan ‘kerahasiaan’ atau ‘kemisterian’, yang masing-masing dimungkinkan dalam pandangan dunia monism-pantheistis dan magi. Jadi, dalam rangka pembentukan tema KkTS, pemanfaatan teknik magi bukan sebuah kebetulan (latar budaya juga); ini justru mendukung tema sajak.
 
Menarik pula bahwa dalam sajak ini, dengan gaya seorang penulis ilmiah, Kamajaya mencomot kata-kata dalam ‘esai’ The Over Soul karya Ralp Waldo Emerson, yang berasal dari negeri Faust. Perhatikan.
 
We live in succession
in division, in parts, in particles
meantime within man is the soul of the whole
the wise silence; the universal beauty
to wich every part and particles equally related
the eternal.
 
Secara tematik, ‘comotan’ teks sastrawi Emerson itu relevan dengan KkTS, bahkan dalam kaitannya dengan latar budaya (baca: pandangan dunia) Monisme-Pantheisme Kejawen. Sebab, pandangan dunia Monisme-pantheistis di dunia Barat, yang terimplikasi dalam karya Emerson tadi memiliki, akar historis yang sama dengan pandangan dunia Monisme-pantheistis di dunia Jawa Kejawen. Akar historis itu ialah Neo-platonisme atau filsafat Plotinus. Ini berarti bahwa Sufisme yang terwujud lewat ajaran-ajaran al-Hallaj dan ibnu al-Arabi yang nota bene memengaruhi kemunculan Monisme-pantheistis atau Monisme ‘dan’ Pantheisme di dunia kebudayaan Jawa (yakni Kejawen), bermuasal dari Neoplatonisme –cermati Zoetmulder (1990).
***
 
Sebagai ‘Minahasaputra’, Kamajaya mengenal budaya leluhurnya. Sebutlah misal legenda tokoh Keke Pandagian, yang dijadikan bahan penulisan sajak Kamajaya.
 
Menurut makna (meaning) tradisionalnya, atau yang konvensional, Keke Pandagian adalah gadis yang melanggar larangan adat “pulang malam”. Karena pelanggarannya, Keke Pandagian menjalani ‘kutuk’, menjadi bintang timur.
 
Dalam sajaknya, yang berjudul Keke Pandagian, Kamajaya meruntuhkan hakikat kutukan itu; bahwa menjadi ‘bintang timur’ bukan lagi sebuah kutukan, melainkan ‘berkat’ bagi Keke Pandagian, menjadi “guru kegulitaan”. Di titik ini, Kamajaya sebenarnya menampilkan apa yang oleh Umar Yunus disebut “mitos perlawanan’. Atau dalam perspektif Derrida, sang penyair melakukan dekonstruksi terhadap makna adat Minahasa yang tersuguh di dalam legenda tersebut; penyajak membongkar-bangkir makna legenda Minahasa itu, lalu menyusunnya kembali, sehingga legenda itu mendapatkan makna baru, menurut ‘visi estetik’ penyajak sendiri.
 
Keke Pandagian
karena berilmu
hidupnya di mahkamah bintang
bukan di bumi
 
(Aku Tole, lelaki langit
tangga cahaya Mahakemilau
kekasih kebenaran
di timur malam kusunting ceritamu jadi kelip)
 
Keke Pandagian
di mahkamah bintang
adat dan moyang
tangganya tak akan sampai
yang tak diterima di bumi
memang harus hidup di langit
jadi guru kegulitaan.
 
(dari naskah antologi sajak “Ziarah Langit” karya Kamajaya Al. Katuuk).
***

*) Sovian Lawendatu, lahir di Kampung Sawang (daerah rawan bencana Gunung Awu), Sangihe, 20 Mei 1968. Ayahnya seorang petani yang pernah bekerja sebagai Penolong Injil (Penghentar Jemaat) di lingkungan Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST), dan ibunya pensiunan guru sekolah datar. http://sastra-indonesia.com/2020/11/kamajaya-al-katuuk-dan-budaya-moyangnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita