Minggu, 16 Agustus 2020

Bahasa Media Bahasa Kita

Bagja Hidayat *

Majalah Tempo, 7 Des 2015

Pada akhirnya bahasa Indonesia adalah himpunan berbagai bahasa daerah, bukan hanya bahasa Melayu yang menjadi akarnya ketika ditetapkan sebagai bahasa persatuan 87 tahun lalu. Jika dilihat dari jumlah penuturnya, bahasa Jawa dan Sunda paling banyak mempengaruhi bahasa Indonesia. Dari 6.000 lebih bahasa di dunia, jumlah penutur bahasa Jawa menempati urutan ke-11.

Media massa adalah biang utama fusi bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Setelah pidato-pidato pejabat tak lagi menguasai ruang publik, media massa mengambil alih peran itu dengan mempengaruhi cara bertutur dan menulis para pengguna bahasa Indonesia. Dengan sifatnya yang populer, para wartawan menulis dengan bahasa yang sedekat mungkin dengan pembacanya.

Akibatnya pula, kosakata bahasa Jawa dan Sunda kian lazim dipakai dalam percakapan dan bahasa tulis populer. Para penulis dan wartawan berupaya mendekatkan istilah dan bahasa asing dengan padanan yang terdengar lebih lokal. Pada 1970-an, para wartawan kesulitan mencari padanan relax, kecuali memakai jurus mudah dengan menyerapnya menjadi “rileks”. Adalah Bur Rasuanto, penanggung jawab rubrik ekonomi majalah Tempo ketika itu, yang memperkenalkan kata “santai” sebagai padanan relax.

Pada 1971, Tempo menurunkan liputan gaya kerja eksekutif perusahaan negara yang tak mesti datang ke kantor untuk mengendalikan perusahaannya. Mereka menetap di Bogor, padahal memimpin perusahaan gula di Medan. Wartawan Tempo melukiskan, “Di antara para direktur-direktur perusahaan negara, direktur pabrik gula yang paling bisa santai relaks.”

Menurut Goenawan Mohamad, pemimpin redaksi Tempo waktu itu, “santai” adalah bahasa Komering di Sumatera Selatan, kampung halaman Bur Rasuanto. Ketika itu, ia meminta para penulis mencari padanan kata asing yang populer karena sering diucapkan pejabat dan bintang film. Relax tak terlalu enak diucapkan dan bagi sebagian pembaca Tempo terdengar asing. Maka, demikianlah, relax pelan-pelan menghilang digantikan “santai”, apalagi setelah Rhoma Irama membuat dan menyanyikan lagunya enam tahun kemudian.

“Betot” istilah baru di sekitar penemuan kata “santai” pada 1971 yang dipopulerkan Benjamin Sueb, penyanyi Betawi paling tenar. Dalam lagu “Main Pandjat-pandjatan”, ia menyebut kata itu sebagai variasi “menarik” dengan makna yang lebih spesifik. Benjamin ingin menggambarkan adegan seseorang ditarik lengannya oleh orang lain hingga terjatuh. “Betot” diterima sebagai bahasa lumrah ketika kata itu kian banyak dijumpai dalam cerita-cerita pendek Putu Wijaya, sutradara teater yang juga wartawan Tempo. Tak ada penolakan berarti dari khalayak karena, selain dijumpai di Betawi, kata ini umum di kalangan orang Sunda.

“Cuek” kini juga menjadi lumrah sebagai bahasa pergaulan variasi dari “acuh tak acuh” yang terdengar lebih formal. Tempo pertama kali menuliskannya pada 1987, mengutip penyanyi Henny Purwonegoro di rubrik “Pokok & Tokoh” tentang ketidakpeduliannya dianggap aneh bernyanyi sambil menggendong drum. Kata ini “seangkatan” dengan “ngeceng” sebagai padanan “jual tampang” dan “nongkrong” yang umum dipakai anak-anak muda Jakarta yang hobi “mejeng” di lintas Melawai, Jakarta Selatan.

“Kabar burung” istilah yang lebih tua dari itu. Pencetusnya Oey Kim Tiang, penulis cerita silat 1950-an yang tinggal di Tangerang. “Burung” di sana tak merujuk pada unggas, melainkan sebuah kata Sunda yang berarti “gila”, “sumir”, atau “tak jadi tumbuh”. Maka “kabar burung” adalah gosip, berita yang belum jelas kebenarannya.

Setelah itu, kian banyak kata bahasa Sunda yang menjadi umum dan diterima sebagai lema baru kamus bahasa Indonesia. Kini tak ada yang tak tahu arti “ngabuburit” karena peran televisi yang mengkapitalisasi Ramadan. Ngabuburit berasal dari kata burit yang artinya “sore/petang/senja”. Awalan “nga” sama dengan “me” dalam bahasa Indonesia yang berarti “menjadikan”. Pengulangan “bu” menjamakkan kata dasarnya dengan merujuk pada kegiatan yang dilakukan secara massal. Maka “ngabuburit” adalah kegiatan bersama-sama ketika menunggu berbuka puasa.

“Mudik” sudah menjadi kata dasar yang dicomot dari kata “udik” yang berasal dari Betawi—barangkali karena Jakarta sebagai ibu kota diidentikkan dengan perantauan. Arti sebenarnya adalah selatan, berlawanan dengan “ilir” (utara) atau “hilir” yang menjadi muara sungai, karena laut adanya di utara Jakarta. Mungkin karena daerah selatan Jakarta dulu adalah perkampungan. “Mengudik” pelan-pelan meluluh menjadi “mudik”.

“Jangkung”, “buru-buru”, “boro-boro”, “kabur, “lumrah”, “tapak”, “baheula”, “keukeuh”, “tanjakan”, “tawuran”, “gering”, hingga “amburadul”, yang sudah dipakai orang Sunda jauh sebelum penyanyi Ruth Sahanaya mempopulerkannya, kini lumrah sebagai bahasa Indonesia. Sebentar lagi “blusukan” mungkin akan masuk kamus karena sudah diterima dan menjadi umum sejak Joko Widodo menjadi tokoh yang paling banyak diberitakan dalam pemilihan Gubernur Jakarta pada 2012. Setelah menjadi presiden, ia “mematenkan”-nya menjadi e-blusukan, pertemuan virtualnya dengan masyarakat di banyak tempat.

* Wartawan Tempo

https://rubrikbahasa.wordpress.com/2015/12/07/bahasa-media-bahasa-kita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita