Si Koboi Penebar Buku Gratis
Bernadette Aderi
Orang Gila. Begitu cibiran masyarakat sekitar pada Nirwan dan relawannya ketika gerakan kuda pustakanya dimulai. Niat Nirwan menyebarkan ilmu pengetahuan lewat buku semula memang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Masalahnya, dalam masyarakat zaman ini yang cenderung mengkuantifikasi segala hal dengan uang, gerakan Nirwan yang cuma-cuma jadi terlihat aneh dan memunculkan kecurigaan di masyarakat.
“Kalau dikira ganti profesi dan dicurigai ingin menjual buku sih sudah biasa. Tapi parahnya sampai ada yang kira kita mau culik anak,” ujar Nirwan Ahmad Arsuka yang kemudian disambut gelak tawa ketika secara langsung ditemui Validnews di Jakarta, Jumat (29/6).
Kesalahpahaman memang banyak terjadi, utamanya di awal gerakan literasi yang dilakukannya. Namun, hal itu tidak lantas membuat Nirwan dan relawannya putus asa. Niat berbagi yang kuat memantapkan langkah mereka untuk kembali masuk ke kampung-kampung untuk menyapa anak-anak dengan buku bacaan berkualitas.
Bak gayung bersambut, kegigihan mereka akhirnya dapat menyentuh masyarakat di tiap lingkungan yang mereka sambangi. Jika awalnya dicurigai kini mereka semakin dicari. Tak hanya oleh anak-anak, tapi juga orang tua yang paham betul tujuan dari gerakan ini.
Hingga kini, Pustaka Bergerak Indonesia yang diinisiasi oleh Nirwan sudah ada di kurang lebih 1.600 titik yang terbesar di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah relawannya pun sudah mencapai 11 ribu orang. Tidak hanya kuda, pustaka bergerak kini menggunakan motor, bendi, hingga perahu guna menjangkau mereka yang ada di daerah pelosok Indonesia.
Untuk dapat bergerak jauh hingga seperti sekarang, banyak hambatan dan tantangan yang telah dia lewati bersama relawannya. Akan tetapi dengan tujuan agar pengetahuan dapat “bergerak”, berbagai upaya tetap dilakukan Nirwan sehingga buku-buku bermutu tetap dapat tersebar di seluruh Indonesia.
Langkah yang diambil Nirwan cukup ekstrem. Sebab tadinya dia adalah Direktur Freedom Institute, perpustakaan yang sempat digadang-gadang sebagai salah satu perpustakaan terbaik di Indonesia.
Nirwan memilih keluar dari zona nyaman karena alasan yang cukup sederhana. Dia mengamati, meski perpustakaan tepatnya bekerja cukup ramai, namun sangat sedikit masyarakat sekitar yang mau berkunjung ke perpustakaan ini.
Setelah ditelusuri akhirnya dia menyadari kalau ruangan dan koleksi perpustakaan yang sangat bagus itu nyatanya tidaklah membuat semua orang merasa nyaman untuk datang. Apalagi ketika untuk masuk saja mereka harus lewat satpam dan sensor keamanan terlebih dahulu.
“Dari situ saya mulai sadar. Perpustakaan modern yang dibangun sekarang ini meskipun membawa semangat pemerataan itu sebenarnya menciptakan kelas,” ujarnya.
Dari sinilah dia mulai memikirkan bentuk perpustakaan yang bergerak menghampiri pembaca. Dia memikirkan hal ini karena dia percaya semua orang memiliki hak atas buku bacaan.
Keinginan kuat Nirwan ini akhirnya mulai direalisasikan pada tahun 2014. Waktu itu dia melakukan pengembaraan dari Pamulang hingga Parompong di tahun 2014. Petualangannya itu ia lakukan dengan kuda yang dibeli dan dilatihnya sejak tahun 2013.
Bukan jalan raya yang halus dan ramai yang dilaluinya. Bak cerita-cerita koboi yang banyak dibaca dan ditonton pada masa kecilnya dulu, jalan-jalan kampung dipilih sebagai rute utama dalam perjalanannya itu. Perjalanan ini sendiri dilakukannya karena ia ingin melihat perubahan dari atas punggung kuda. Lebih dari itu, dorongan intelektual untuk mengecek pengetahuan dan realita di masyarakatlah yang menguatkan langkahnya untuk mengembara.
Dalam perjalanan itu, pengalaman paling berkesan menurutnya adalah ketika ia bertemu dengan anak-anak. Anak-anak itu secara aktif berbicara ketika berdiskusi tentang pemain bola kesukaannya. Sayangnya ketika ditanya soal asal usul daerahnya mereka terdiam. Anak-anak itu bahkan tidak tahu sejarah nama desanya.
Nirwan merasa miris. Anak-anak yang ditemuinya ini cerdas, hanya saja bacaan mereka terbatas. Kondisi ini menurutnya membuat ikatan emosional antara anak dan daerah tempat tinggalnya sendiri menjadi sangat minim.
Jika dibiarkan, ke depannya anak-anak Indonesia tidak akan lagi peduli dengan perkembangan daerahnya atau bahkan lingkungan sekitarnya,” kata Nirwan.
Oleh sebab itu, sejak tahun 2014, Nirwan berusaha mencari solusi agar akses masyarakat ke buku terus dapat diperbaiki. Langkah awalnya membangun Kuda Pustaka (Pustaka Bergerak.red). Kuda dipilih sebagai media perantara karena di matanya makhluk hidup ini dapat menarik perhatian utamanya bagi anak-anak.
Konsep perpustakaan bergerak yang dibuatnya ini memang aneh. Namun, ia berusaha mendobrak konsep perpustakaan yang terkesan kaku selama ini menjadi lebih ramah dan nyaman bagi pembaca.
Masalahnya, ide nyentriknya ini tentu tidak bisa dilakukannya seorang diri. Berbagai kendala dihadapinya terutama untuk mencari mereka yang mau menggerakan kuda dan buku ini sehingga dapat mendekati pembaca di daerah pelosok Indonesia.
Singkat cerita dengan memanfaatkan sosial media dan jejaring yang dimilikinya, ia pun menemukan relawan-relawan yang menjadi pionir di daerahnya masing-masing.
Di tahun 2015, Nirwan pun mengembangkan gerakan literasinya. Tak hanya ke daerah terpencil di Jawa namun juga di wilayah pesisir pantai. Perahu Pustaka dibuatnya untuk menjangkau daerah-daerah di tepi pantai Indonesia.
Semula ia berniat untuk membeli perahu-perahu bekas. Namun, berkat saran dari rekannya ia pun membeli dua perahu tradisional menggunakan uangnya sendiri. Pemilihan dua perahu tradisional itu sendiri sebetulnya dilakukannya dengan pertimbangan yang matang. Nirwan ingin menghidupkan kembali perahu-perahu tradisional yang keberadaannya sudah semakin sulit ditemukan saat ini.
Tak berhenti di situ, saat relawan terkumpul ketersediaan dan distribusi buku masih tetap saja menjadi kendala di awal gerakan ini berjalan. Mulanya, Nirwan memutar ide dengan berusaha bekerja sama dengan supir-supir angkutan daerah untuk mendistribusikan buku ke titik-titik Pustaka Bergerak di desa. Namun seiring berjalannya waktu cara ini tidak lagi dapat dilakukan karena jumlah relawan semakin banyak. Luas daerah yang dijangkau pun semakin luas dan sulit medannya.
Untung bagi Nirwan. Meski tak populer bagi pemberitaan dalam negeri, aksi Nirwan dan kawan-kawan justru dilirik oleh media asing BBC. Liputan ini praktis membuat gerakan Pustaka Bergerak semakin viral. Puncaknya pada tanggal 2 Mei 2017, ia mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kesempatan bertemu orang nomor satu di Indonesia itu tak disia-siakan Nirwan. Sebab, sebagai inisiator Pustaka Bergerak Nirwan memang telah memiliki action plan agar gerakannya benar-benar dapat secara luas berkembang dan berdampak di masyarakat. Jadi, secara berani ia mengajukan permintaan kepada Presiden Jokowi untuk dapat membuka akses pengiriman buku gratis melalui PT Pos Indonesia.
Pintanya tak muluk-muluk. Nirwan hanya ingin agar satu hari saja atau pada tanggal 17 tiap bulannya PT Pos bisa menggratiskan pengiriman buku dari seluruh Indonesia.
Menariknya, permintaan ini secara cepat direspon positif oleh Presiden sehingga Nirwan dan relawannya pun semakin mendorong masyarakat dari berbagai daerah untuk bisa berbagi buku lewat gerakan Pustaka Bergerak ini.
Pelbagai kampanye mulai dilakukan menggunakan sosial media hingga kerja sama dengan tokoh-tokoh ternama seperti Najwa Sihab pun dilakukan. Dari Mei 2017 hingga Juni 2018 ini tercatat biaya pengiriman buku secara gratis yang ditanggung PT Pos di tanggal 17 tiap bulannya sudah mencapai Rp10.703.627.571 dengan berat total 186.915 kg. Jika dirata-rata PT Pos Indonesia menghabiskan dana sekitar Rp700 juta per bulannya untuk pengiriman buku gratis ke seluruh Indonesia ini.
Keterlibatan Masyarakat
Keberhasilan Pustaka Bergerak ini, diakui Nirwan tidak lepas dari keterlibatan masyarakat yang tinggi. Selama ini dermawan yang mengirimkan buku ke Pustaka Bergerak memang kebanyakan ibu-ibu. Bahkan ada juga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengirimkan bantuan berupa uang agar Pustaka Bergerak dapat mengirimkan buku ke daerah asal mereka.
Dengan bantuan ini para TKI itu berharap kelak anak-anak di desanya tidak lagi datang ke negeri orang sebagai pekerja kasar seperti apa yang mereka alami saat ini.
Disadari Nirwan, Pustaka Bergerak kini tidak hanya sekadar menyebarkan ilmu pengetahuan namun juga berkembang menjadi gerakan penguatan masyarakat. Hal ini terlihat dari keterlibatan masyarakat yang menjadi pendukung utama Pustaka Bergerak melalui penyediaan buku-buku tiap bulannya. Ditambah lagi, peran relawan yang secara sukarela mengantarkan buku-buku ke kampung-kampung di tengah kesibukannya meski tanpa digaji sepeserpun.
Melihat semangat ini, Nirwan pun semakin bersemangat menjalankan target-target Pustaka Bergerak selanjutnya. Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Beacukai, Ia pun berhasil mendorong digratiskannya biaya cukai untuk pengiriman buku dari luar Indonesia. Ia berharap tidak hanya di dalam negeri, tapi pelajar Indonesia di luar negeri pun dapat turut terlibat dalam upaya mencerdaskan bangsa ini.
Masih banyak rencana Nirwan yang belum terlaksana demi menciptakan kemudahan akses buku bagi anak-anak Indonesia hingga saat ini. Di antaranya, Nirwan juga berharap seluruh penerbit buku di Indonesia dapat memberikan potongan harga hingga 50% untuk setiap buku pada periode tertentu sebelum tanggal 17 tiap bulannya. Komitmen ini diharapkan dapat turut mendukung program pengiriman buku gratis yang ia inisiasi berkerja sama dengan PT Pos Indonesia sebelumnya.
Jika hal ini dilakukan Nirwan yakin gerakan ini akan mengubah pasar perbukuan di Indonesia. Penulis Indonesia pun juga akan semakin sejahtera karena meski dengan keuntungan penjualan yang tidak seberapa, banyaknya jumlah eksemplar yang terjual tentunya akan meningkatkan royalty mereka dari penerbit.
Pelbagai usaha yang sudah ataupun ingin dilakukan Nirwan ini dilakukannya dengan harapan agar ke depannya generasi penerus Indonesia bisa memiliki peluang yang lebih baik ke depannya. Ia percaya dengan banyak membaca maka orang akan memiliki pikiran yang lebih terbuka.
“Anak-anak di Indonesia akan semakin pintar, tidak lagi “minder” apalagi mudah “baper”. Anak-anak zaman sekarang kan seperti itu karena mereka kurang bacaan. Kurang perbandingan membuat mereka cenderung merespon sesuatu dengan emosional ketimbang rasionalitas,” ujar Nirwan prihatin.
Timur Indonesia
Empat tahun sudah Pustaka Bergerak berjalan. Selama waktu tersebut, dari temuannya di masyarakat selama ini ia pun menolak pandangan bahwa minat baca anak Indonesia rendah. Menurutnya sulitnya akses masyarakat pada buku karena mahalnya harga buku lah yang menjadi masalah. Hal ini terbukti dari selalu ramainya titik-titik Pustaka Bergerak dikerumuni warga dan anak-anak di tiap daerahnya.
Pustaka Bergerak yang diinisiasinya kini sudah menjalar dari barat hingga timur Indonesia. Wilayah timur ini memang ia nilai cukup sulit. Bukan hanya dari segi medan namun juga dari pola pikir masyarakatnya. Ia mengaku sulitnya medan memang membuat belum semua titik di timur dapat dijangkau.
Kesulitan utamanya memang transportasi. Bisa saja dijangkau dengan motor tapi itu pun butuh waktu berhari-hari. Jalan lain yang paling mudah digunakan adalah pesawat perintis yang sekali terbang itu biayanya mahal sekali, bisa sampai sekian juta. Namun karena anak-anak dan masyarakat selalu mengapresiasi buku-buku yang dikirimkan maka upaya pengiriman bukupun terus dilakukan.
Masalah lain adalah masalah pola pikir masyarakat pedalaman yang masih kuat adatnya. Di beberapa daerah pelosok Indonesia menurutnya bahkan ada masyarakat yang tidak mengharapkan anak perempuan untuk menjadi pintar. Anak perempuan masih diharapkan untuk fokus mengurus rumah saat anak laki-laki berburu ke hutan.
Nah karena kehadiran gerakan literasi ini, anak-anak perempuan di pedalaman sudah banyak yang mulai bisa membaca dan memiliki bayangan tentang bagaimana hidup lebih baik. Di Papua bahkan ada anak yang sudah terpapar oleh literasi menolak ketika dipaksa menikah dini oleh orang tuanya. Sayangnya, karena dipaksa terus menerus anak itu akhirnya bunuh diri. Kejadian ini membuat Nirwan sadar bahwa jika ingin kegiatan literasi ini bermanfaat dan memberikan perubahan bagi masyarakat maka revolusi kebudayaan juga harus berjalan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuka pandangan masyarakat agar lebih terbuka dan mau memberikan kesempatan pada semua anak tanpa memandang jenis kelamin. Hal ini menurutnya dapat dilakukan jika relawan semakin banyak di tiap daerah. Keberadaan relawan di tiap daerah ini diharapkan dapat menularkan pengetahuan kepada masyarakat setempat.
Menurutnya, untuk perkembangan bangsa ke depannya penting sekali membantu anak-anak untuk mengejar pengetahuan. Masyarakat menurutnya juga perlu didorong untuk lebih bersemangat melihat dunia luar sehingga tidak asyik dengan dirinya sendiri.
Curi Buku
Selain karena perhatiannya akan kurangnya akses baca anak-anak Indonesia saat ini, sebenarnya bagi Nirwan apa yang dilakukannya saat ini adalah upaya untuk membayar hutang. Ia mengaku karena kehausannya akan buku dulu, sering kali dirinya harus mencuri buku di perpustakaan maupun toko buku di Yogyakarta, tempat ia dulu menghabiskan masa kuliahnya.
Ia mengaku sebenarnya dulu hidupnya tidak dipersiapkan dengan baik. Terlebih di masa mudanya 90-an dulu, kehidupan bohemian dianggap sebagai suatu tren yang keren sehingga tidak jarang Nirwan muda pun melakukan banyak kenakalan.
Namun, sebagai anak dari keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi Nirwan pun harus tetap memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Yogyakarta. Orang tua Nirwan memang mengharuskan anaknya untuk bisa hidup dengan mandiri.
Karena keterbatasan itulah, Nirwan justru mengembangkan bakat terpendamnya yaitu menulis meski dia sebenarnya seorang sarjana lulusan Teknik Nuklir.
Dulu, ia mulai terobsesi dengan nuklir karena ketika duduk di bangku SMA bencana chernobyl marak diberitakan saat itu. Ironisnya, begitu lulus dan mendapat gelar sebagai sarjana teknik nuklir tiba-tiba rencana pemerintah untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) terhenti.
Melihat tidak ada masa depan di nuklir, maka ia pun semakin tercemplung di dunia jurnalistik. Namun, tidak sampai dua tahun ia pun mencari peluang lain dengan membuka usaha sendiri.
Mulai dari usaha percetakan, penerbitan, hingga usaha pencucian kapal sempat dijajakinya. Usaha pencucian kapal sendiri turut digelutinya karena ada kesempatan dan jaringan yang saat itu terbuka. Berbagai pekerjaan digelutinya. Semuanya itu dilakukan karena tawaran dari kerabatnya. Ia mengaku, dirinya pun tidak pernah melamar pekerjaan karena sadar bahwa tidak bayak kualifikasi yang cocok dengan ijazah nuklir yang dimilikinya.
Meski demikian jika disuruh memilih menjadi teknisi nuklir atau hidupnya yang sekarang, ia akan tetap memilih hidup yang seperti sekarang. Jika beruntung menjadi teknisi PLTN misalnya, hidupnya mungkin akan aman (dari segi penghasilan) tapi tidak berwarna seperti sekarang. Kalau sekarang hidupnya mungkin tidak aman. Tapi ada banyak tempat yang bisa ia jelajahi sehingga ia pun bisa punya banyak pengalaman menarik yang dapat dibagikan ke orang lain.
Ia pun tidak pernah memperhitungkan biaya yang ia keluarkan dari kantong pribadinya sendiri. Layaknya hobi, ia menganggap pengeluaran itu tidak sebanding dengan kepuasan batin yang didapatkannya.
“Kegiatan ini sangat menyenangkan bagi saya. Sangat gembira rasanya mendengar kabar anak-anak desa sekarang sudah bisa dengan berani membaca puisi-puisi karangan Chairil Anwar,” katanya.
***
https://www.radarbangsa.com/opini/13545/nirwan-ahmad-arsuka-si-koboi-penebar-buku-gratis
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Dharta
Abdul Hadi WM
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Achmad Faesol
Achmad S
Achmad Soeparno Yanto
Adin
Adrian Balu
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Sasongko
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Mustofa Bisri
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
al-Kindi
Alex R. Nainggolan
Ali Ahsan Al Haris
Ali Audah
Ali Syariati
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Andhika Dinata
Andi Neneng Nur Fauziah
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Andy Riza Hidayat
Anindita S. Thayf
Anton Kurniawan
Anton Sudibyo
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arthur Rimbaud
Asap Studio
Asarpin
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Balada
Bambang Riyanto
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Butet Kartaredjasa
Cak Bono
Catatan
Cecil Mariani
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Charles Bukowski
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dahta Gautama
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Danarto
Dara Nuzzul Ramadhan
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darojat Gustian Syafaat
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Sartika
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dianing Widya Yudhistira
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djoko Subinarto
Doan Widhiandono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erik Purnama Putra
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Firman Wally
Fiyan Arjun
Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L)
Franz Kafka
Galih M. Rosyadi
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Garna Raditya
Gendut Riyanto
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gurindam
Gusti Eka
H.B. Jassin
Halim HD
Hamdy Salad
Hamka
Hari Sulastri
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasbi Zainuddin
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Hermawan Mappiwali
Herry Lamongan
Hikmat Gumelar
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Ilham
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Arlado
Imron Tohari
Indra Tjahyadi
Indrawati Jauharotun Nafisah
Indrian Koto
Inung As
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Ismi Wahid
Iva Titin Shovia
Iwan Fals
Iwan Kurniawan
Jakob Oetama
Janual Aidi
JJ. Kusni
Johan Fabricius
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Sastra
K.H. A. Azis Masyhuri
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kahlil Gibran
Kamajaya Al. Katuuk
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khatijah
Khoirul Inayah
Ki Dhalang Sulang
Ki Ompong Sudarsono
Kikin Kuswandi
Kodirun
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM)
Komunitas Teater Se-Lamongan
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Muhammad
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Larung Sastra
Latief S. Nugraha
lensasastra.id
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Linda Christanty
Lutfi Mardiansyah
M. Aan Mansyur
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marniati
Martin Aleida
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni Muserang
Mawar Kusuma
Max Arifin
Melani Budianta
Mihar Harahap
Mikael Johani
Miziansyah J.
Moch. Fathoni Arief
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Afifi
Mohammad Rafi Azzamy
Muhammad Hanif
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun AS
Muhidin M. Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Myra Sidharta
Nadia Cahyani
Naim
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nessa Kartika
Ni Made Purnama Sari
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nurel Javissyarqi
Nurul Fahmy
Nurul Ilmi Elbana
Nyoman Tusthi Eddy
Ong Hok Ham
Orasi Budaya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Pay Jarot Sujarwo
PDS H.B. Jassin
Pendidikan
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Bergerak
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
Qismatun Nihayah
R Sutandya Yudha Khaidar
R Toto Sugiharto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Rambuana
Ramdhan Triyadi Bempah
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ricarda Huch
Riezky Andhika Pradana
Riki Dhamparan Putra
Rizki Aprima Putra
Rokhim Sarkadek
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rukardi
Rumah Budaya Pantura
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Ruth Indiah Rahayu
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sahaya Santayana
Sahli Hamid
Saini KM
Sajak
Salvator Yen Joenaidy
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setyaningsih
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosial Media Sastra
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sudarmoko
Sudirman
Sugeng Sulaksono
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunaryata Soemarjo
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susie Evidia Y
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
T Agus Khaidir
T.A. Sakti
Tangguh Pitoyo
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen)
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tiya Hapitiawati
Tiyasa Jati Pramono
Toeti Heraty
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vika Wisnu
W.S. Rendra
Wahyu Triono Ks
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wilda Fizriyani
Willy Ana
Y Alpriyanti
Y.B. Mangunwijaya
Yanto le Honzo
Yasin Susilo
Yasir Amri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yulhasni
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar