Senin, 13 Juli 2020

Proses Kreatif; Sebuah Potret Kilat


Imamuddin SA *

Wiji Thukul pernah menyatakan, “Puisi adalah kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan. Pernyataan itu dapat ditarik dalam dua sudut pandang; puisi sebagai produk dan puisi dalam ranah proses kreatif.

Sebagai produk, setiap kata yang termaktub di setiap baris puisi merupakan hal yang perlu dicari dan dipahami maknanya sebagai pesan mutlak yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca. Dalam kata-kata tersebut tersimpan satu misi yang dilesatkan oleh penyair sebagai anak panah yang membidik satu papan target tertentu. Karena sifatnya yang gelap dan berkeringat (sebut saja licin), pembaca kerap menerka-nerka dan sulit menangkapnya dengan baik. Kadang hanya tersenggol atau bisa jadi luput dari genggaman. Namun ada juga yang dapat menangkapnya dengan tangan-tangan pemahamannya. Anggap saja kita sedang mencari ikan di sungai. Kita tidak tahu akan dapat ikan atau tidak. Kalaupun dapat ikan, kita juga tidak tahu ikan apa yang akan kita peroleh.

Dalam ranah proses kreatif, puisi tercipta dari kata-kata yang tidak pernah terdeskripsikan sebelumnya dalam benak kita. Karena saking gelap dan licinya kata-kata tersebut, kita sering ingin menuangkan kata “apel” namun kita tak sanggup menuliskannya. Tangan dan pikiran kita mendadak mandek. Justru kata “jeruk” yang malah nyelonong tertulis. Atau justru ketika kita menuliskan satu ide tertentu, di tengah-tengahnya tiba-tiba muncullah ide-ide baru yang lebih menggelitik. Inilah sisi gelap saat berproses kreatif yang sulit diprediksi dan diterjemahkan oleh setiap penyair khususnya dan semua penulis pada umumnya.

Yang jelas fenomena seperti itu kerap menghinggapi psikologi kita saat melakukan proses kreatif. Setiap kata dan ide yang nyelonong itu merupakan anugerah. Tugas kita hanyalah menerima dengan lapang dada dan menuliskannya. Kita tidak patut untuk membuang atau menyia-nyiakanya. Sekali lagi, kita tuliskan saja apa yang nyelonong keluar dari pikiran kita. Tapi ingat ini baru tahap awal.

Saat berproses kreatif, tidak jarang kita terjebak dengan penyematan diksi yang sesuai dan tidak sesuai. Hal ini mengakibatkan kita kerap menggonta-ganti kata-kata yang telah tertulis sebelumnya. Kata “ini” kita anggap kurang sesuai sehingga harus menggantinya. Kata “itu” kita rasa kurang indah sehingga harus mengubahnya. Hal inilah yang pada gilirannya akan menghambat proses kreatif yang tengah berlangsung. Bahkan kita tidak jarang mandek di tengah jalan. Meminjam kata-kata AS Laksana, menulis dan meng-edit itu kegiatan yang berbeda, jadi kita tidak harus melakukan editing saat proses menulis berlangsung. Kita biarkan kata-kata yang nyelonong keluar itu memenuhi larik-larik puisi kita. Setelah puisi itu telah kita anggap selesai, giliran kita meluangkan waktu untuk sejenak membacanya. Di sinilah biasanya moment editing akan tercipta secara alami dan tidak menghambat proses yang tengah berlangsung.

Menyoal masalah keindahan kata-kata atau bahasa puisi, Hasan Aspani pernah menegaskan bahwa “Puisi yang indah tidak harus menetes dari penyulingan kata-kata, penyair tidak harus menjadi penyuling kata tapi juga bisa menciptakan keindahan dengan menciduk segelas air lumpur, lalu memberinya makna”. Ini menandaskan bahwa keindahan puisi tidak secara mutlak dicapai dengan penyematan diksinya tetapi ada sisi lain yang dapat ditempuh yaitu adanya makna yang dapat dipetik oleh pembaca dalam puisi tersebut. Istilahnya, pesan yang tersampaikan kepada pembaca. Akan tetapi para penyair kerap memburu kedua pencapaian tersebut, yaitu indah dari tata bahasa dan makna, meskipun tidak semuanya berhasil. Yang patut dijadikan catatan, keindahan puisi itu terletak pada selera dan keterlibatan pembacanya dalam suasana yang dihadirkan dalam puisi tersebut.

Untuk mencapai dua aspek keindahan tersebut memang tidaklah mudah. Ini butuh proses yang lumayan panjang. Tidak dapat bim sala bim, abra kadabra. Agar keindahan bahasa dapat tercapai, kita perlu banyak riset yaitu banyak membaca. Membaca apa saja, khususnya karya-karya penyair lain. Dengan demikian kita akan semakin kaya dengan diksi dan pengungkapan ide akan semakin halus. Agar keindahan makna tercapai, kita harus tahu dan paham tentang hal yang akan kita ungkapkan. Agar kita tahu dan paham, maka kita harus terlibat dalam hal tersebut. Terlibat berarti dekat. Untuk itulah, kita dapat mengungkapkan hal-hal yang dekat dengan kita dalam puisi yang kita gurat. Entah dekat secara fisik maupun dekat secara psikologis. Syukur-syukur dekat keduanya.

Terkait dengan produktifitas karya, hal yang utama adalah ide. Ibaratnya orang yang merokok. Seseorang tidak akan dapat menikmati rokok jika ia tidak memantik/menyalakan rokoknya. Orang lain tidak akan menghirup asap rokok jika perokok tidak mengepulkan asap rokoknya. Ini juga berlaku untuk produktifitas karya, apabila seorang penyair tidak mampu memantik dan membangkitkan ide, bagaimana mugkin ia akan menghasilkan karya dan orang lain mengapresiasinya?

Untuk membangkitkan ide, kita dapat menempuhnya dengan dua jalur alternatif. Pertama; dengan self conditioning (pengkondisian diri). Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan diri untuk menulis puisi secara intens pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan. Selain itu juga dapat dilakukan dengan nimbrung bareng dalam komunitas tertentu, mengikuti event, menulis untuk media masa, menulis untuk momen atau orang spesial dan sebagainya. Kedua; natural idea (ide alami). Ide alami ini akan hadir secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Biasanya ide ini kerap muncul ketika penyair terlibat maupun mengalami suatu peristiwa yang begitu berkesan dalam pribadinya. Jadi, sekali lagi, produktifitas karya akan senantiasa terjaga jika self conditioning kita lakukan dan natural idea kita dapatkan. Namun, kadangkala, penyair kerap mengendapkan idenya sebelum menulisnya. Ada juga penyair yang mengendapkan tulisannya sebelum melakukan proses editing. Hal itu dilakukan sebagai salah satu kiat untuk menambah kedalaman karya.

Lamongan.

*) Penulis bernama asli Imam Syaiful Aziz. Lahir di Lamongan 13 Maret 1986. Aktif di Kostela, PUstaka puJAngga, FSL, FP2L, dan Literacy Institut Lamongan. Karya-karyanya terpublikasi di: Majalah Gelanggang Unisda, Majalah Intervisi, Tabloid Telunjuk, Jurnal Kebudayaan The Sandour, Majalah Indupati, Warta Bromo, dan Radar Bojonegoro. Puisi-puisinya terantologi di: Lanskap Telunjuk, Absurditas Rindu, Memori Biru, Khianat Waktu, Kristal Bercahaya dari Surga, Gemuruh Ruh, Laki-Laki Tak Bernama, Kamasastra, Tabir Hujan, Sehelai Waktu, Kabar Debu, Tabir Hijau Bumi, Bineal Sastra Jawa Timur 2016, Pengembaraan Burung, Ini Hari Sebuah Masjid Tumbuh di Kepala, dan Serenada. Prosa-prosanya terpublikasi di: Mushaf Pengantin, antologi cerpen Bukit Kalam, Hikayat Pagi dan Sebuah Mimpi, Bocah Luar Pagar, Hikayat Daun Jatuh, dan Tadarus Sang Begawan. Pernah dinobatkan sebagai Juara 3 Mengulas Karya Sastra Tingkat Nasional tahun 2010, Harapan 2 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Jawa Timur 2018, dan Juara 2 Lomba Menulis Puisi Se-Kabupaten Lamongan 2019. Nomor telepon 085731999259. Instagram: Imamuddinsa. FB: Imamuddin.
http://sastra-indonesia.com/2020/07/proses-kreatif-sebuah-potret-kilat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita