Golan-Mirah, Sukorejo,
Kabupaten Ponorogo
Sumani *
Di era yang serba modern, dimana suatu
generasi mudah membaur, transformasi barang sangat cepat, masih sering muncul berbagai
pertanyaan dari beberapa kalangan, terutama dari orang-orang di luar wilayah
Kecamatan Sukorejo, Kabupaten
Ponorogo, misalnya: Betulkah
air dari desa Golan dan dari Mirah, tidak mau bercampur? Orang akan mengalami
kebingungan, jika membawa benda atau barang dari Golan ke Mirah, dan
sebaliknya? Orang Mirah tidak diperkenankan menanam kedelai? Orang Mirah tidak
bisa membuat tempe? Orang Mirah dan orang Golan, jika bertemu di tempat orang
hajatan di mana saja, jalannya hajatan akan mengalami gangguan? Tidak akan
terjadi perkawinan, antara orang Golan dan orang Mirah? Dan sebagainya...
Dari berbagai pertanyaan yang sering
muncul itulah, penulis coba telusuri cerita tersebut dengan mencari informasi kepada
tokoh-tokoh
masyarakat,
yang penulis anggap lebih mengenal fenomena kekisahnya, serta membaca buku lakon yang telah ada, dan hasil penelusurannya sebagaimana berikut:
***
Pada jaman dahulu, di suatu tempat
terdapat seorang tokoh terkenal dengan gagah berani, punya ilmu kesaktian tinggi,
sehingga sangat disegani orang-orang sekitarnya. Beliau bersebut Ki Ageng Honggolono. Di
samping sebagai orang pemberani dan sakti, juga bijaksana, dikarena itulah beliau mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma. Karena daya
kelebihan yang dimilikinya, diangkatlah sebagai Palang atau Kepala Desa.
Dalam cerita ini, Ki Ageng Honggolono mempunyai
seorang anak laki-laki bernama Joko Lancur. Seperti halnya ayahnya, Joko Lancur
juga terkenal gagah pemberani. Sebagai anak orang terpandang pada umumnya,
hampir semua hajat keinginannya selalu terpenuhi. Salah satu kegemarannya bersabung ayam (adu jago). Ke mana pun pergi, tak pernah terpisah seekor ayam jantan (jago)
yang menjadi kesayangannya.
Suatu hari dalam lawatannya menyabung ayam,
melewati suatu tempat bernama Mirah. Di situlah, jago kesayangannya terlepas dari himpitannya. Maka sangatlah gundah benak Si Joko Lancur oleh
peristiwa itu.
Ia berusaha menangkap jago kesayangannya. Berbagai upaya dilakukan, tetapi belum jua berhasil. Telah lama kesana-kemari dicari jago itu, akhirnya masuk ke belakang rumah (dapur)
Ki Ageng Mirah (Ki Honggojoyo), adik sepupu Ki Honggolono. Si Mirah Putri Ayu (Putri Ki Ageng Honggojoyo) yang sedang
membatik, sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan memasuki rumahnya.
Si Mirah Putri Ayu berhasil menangkap jago yang masuk ke rumahnya, dan betapa senang hatinya, karena jago yang telah ditangkapnya, ternyata sangatlah jinak.
Tak lama kemudian, datanglah pemuda tampan mencari
seekor jago. Pemuda itu tiada lain Joko Lancur. Betapa kagetnya hati Joko, melihat
jago yang lama dicarinya berada dalam bopongan
seorang perawan cantik jelita, bak Bidadari
turun dari Kahyangan. Orang-orang Mirah dan sekitarnya, menganggap Mirah
Putri Ayu sebagai Bunga Desa, dan memanggil dengan julukan Putri Mirah Kencono Wungu. Si Joko Lancur tidak segera meminta jago
kesayangannya, tapi menjadi gugup, karena melihat kecantikan Mirah Putri Ayu. Sebaliknya, Si Mirah Putri Ayu juga
demikian sama,
sangat terpesona ketampanan Joko Lancur. Keduanya saling curi pandang lantas
perkenalan, berlanjut sampailah jatuh cinta pada
pandangan pertama. Sama layaknya anak muda yang baru
dapati
kenalan, mereka saling bercanda tertawa bahagia. Di sela-sela candanya, Si Joko Lancur bertanya: “Mengapa pamannya, Ki Honggojoyo tidak pernah memperkenalkan putrinya yang
cantik ini?” Ternyata, Si Mirah Putri Ayu gadis pingitan, dilarang bergaul
dengan pria,
dan tidak diperkenankan keluar rumah.
Karena asyiknya bercanda, keduanya
sampai lupa waktu berganti. Betapa kaget mereka berdua, setelah mendengar Ki Ageng Mirah
berada di luar rumah. Mirah Putri Ayu segera menyerahkan jago yang dibopongnya
kepada Joko Lancur, dan dengan perasaan halus, meminta Joko Lancur segera
pulang, sebab
takut-kawatir, kalau nanti dimarahi ayahnya. Joko Lancur segera memenuhi
permintaan Si Mirah Putri Ayu, dan segera beranjak pergi. Ketika keluar dari
rumah Joko Lancur kepergok Ki Ageng Mirah. Joko menjelaskan apa yang terjadi
sebenarnya. Ki Ageng Mirah tak menerima apa yang disampaikan Joko. Joko Lancur
dimarahi, dicaci maki tak karuan, dikatakan pemuda tak punya tata krama, tak
memiliki sopan santun, masuk rumah orang lain tanpa permisi dan sebagainya.
Merasa bersalah, Joko Lancur meminta maaf
kepada Ki Ageng Mirah dan menyesali perbuatnnya. Ki Ageng Mirah dengan suaranya yang seram, Joko
Lancur dibentak agar segera meninggalkan dari hadapannya. Pulanglah Si Joko, dengan perasaan malu sekaligus cemas, tetapi di benaknya senantiasa teringat, paras kecantikan Si Mirah Putri Ayu.
Waktu terus berlalu, Joko Lancur tidak seperti
biasanya kemana saja tak pernah pisah dengan jago kesayangannya, tetapi kini selalu mengurung
diri di rumah. Sering melamun, karena dalam hatinya hanya ada Si Mirah Putri Ayu, wanita
pujaannya. Keadaan seperti itu, akhirnya diketahui Ayahnya, Ki Ageng Honggolono. Ki
Ageng bertanya kepada anaknya, tentang apa yang terjadi padanya. Semula Joko Lancur tak mau
mengatakan yang sedang melanda dirinya. Tapi setiap hari Ki Ageng melihat putra
kesayangannya bersikap lain dari biasanya; kerap melamun,
termenung, menyendiri, sering tak makan, waktu malam-malam pun sering tak tidur, dan yang
merisaukan, tidak mau mendekati si jago kesayangannya.
Maka terus didesaklah, apa yang sebenarnya terjadi
pada Joko Lancur. Dengan desakan dari sang Ayah, akhirnya membuka mulut, Joko Lancur menyampaikan kepada sang ayah, bahwa
dirinya sedang jatuh hati kepada seorang wanita jelita, yakni Si Mirah Putri Ayu, Putri dari Ki
Ageng Mirah. Mendengar apa yang dialami putranya, Ki Ageng Honggolono terkaget. Karena Joko Lancur satu-satunya putra kinasih-nya, olehnya tidak merasa keberatan apa
yang jadi keinginan puteranya itu. Segeralah Ki Ageng memerintahkan salah
seorang muridnya untuk melamar Mirah Putri Ayu.
Berangkatlah utusan Ki Ageng Honggolono
menuju Mirah, melamar Si Mirah Putri Ayu. Kedatangan utusan Ki Ageng Honggolono
disambut muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meski di benaknya tidak sudi mempunyai calon menantu
seorang penjudi sabung ayam. Ki Ageng Mirah berupaya tidak menerima lamaran
Putra Ki Ageng Honggolono, tapi dengan cara halus, agar tidak menusuk perasaan keluarga si pelamar,
dan tidak menimbulkan pertikaian kemudian hari. Maka lamaran Joko Lancur
diterima, tetapi ada syarat atau serahan yang harus dipenuhi oleh keluarga Ki Ageng
Honggolono. Adapun syarat-syaratnya antara lain:
1. Supaya dibuatkan bendungan
sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah.
2. Serahan berupa padi
satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapa pun,
dalam arti lumbung itu berjalan sendiri.
Itulah siasat Ki Ageng Mirah didalam upaya menggagalkan
lamaran Joko Lancur, dengan syarat diluar batas kemampuan manusia biasa. Dan lantas segera pulanglah
utusan Ki Ageng Honggolono. Sekembalinya dari Mirah, segera mengabarkan yang disyaratkan
Ki Ageng Mirah untuk diterima lamarannya kepada Ki Ageng Honggolono. Honggolono
sebenarnya telah mengerti apa yang dimaksud Ki Ageng Mirah, atas rupa-rupa persyaratan
seperti itu. Dengan muka garang sambil terkekeh-kekeh, setelah mendengar
laporan dari utusannya, Ki Ageng Honggolono tetap menyanggupi apa yang dipersyaratkan Ki
Ageng Mirah.
Dengan niat kesanggupan Ki Ageng Honggolono memenuhi
persyaratan tersebut, merasa khawatir dan takut perasaan Ki Ageng Mirah,
jangan-jangan nantinya Ki Ageng Honggolono bisa memenuhi persyaratannya. Untuk
mengantisipasi hal itu, Ki ageng Mirah berusaha
keras menggagalkan pembuatan bendungan, serta menggagalkan pengumpulan
padi yang dilakukan Ki Ageng Honggolono untuk mengisi lumbung.
Sementara Ki Ageng Honggolono berusaha sungguh dengan bantuan
para muridnya didalam membangun bendungan dan mengumpulkan pepadian yang sangat banyak untuk mengisi lumbung serahan. Berkat kerja
kerasnya, apa yang diniatkan Honggolono dalam waktu singkat mendekati keberhasilan. Pembuatan
bendungan berjalan terus, pengumpulan padi pun lancar.
Melihat apa yang dilakoni Ki Ageng
Honggolono, bagaimana Ki Ageng Mirah? Ki Ageng Mirah menemukan strategi untuk
menggagalkan apa yang dikerjakan Ki Ageng Honggolono. Ki Ageng Mirah meminta bantuan
kepada sahabat karibnya berwujud Genderuwo, agar mengganggu pembuatan bendungan, dan
mencuri padi yang telah dikumpulkan di lumbung, sehingga apa yang dikerjakan Honggolono
mengalami kegagalan.
Apa yang diperbuat Genderuwo utusan Ki Ageng
Mirah, kiranya diketahui Ki Ageng Honggolono. Maka dari itu, Ki Ageng Honggolono tak
mau lagi mengisi lumbungnya dengan padi, lalu menyuruh para muridnya mencari damen (jerami) dan titen (kulit kedelai) untuk mengisi lumbungnya. Dengan kesaktian dimiliki,
jerami dan kulit kedelai disabda menjelma padi.
Mengetahui isi lumbung yang sebenarnya, Genderuwo utusan Ki Ageng
Mirah tak lagi mencuri padi yang ada dalam lumbung. Lalu apa yang dilakukan
dalam menggagalkan usaha Honggolono. Genderuwo utusan Ki Ageng Mirah
mengalihkan perhatiannya, lalu mengganggu pembuatan bendungan yang akan
digunakan mengairi pesawahan di Mirah. Dengan gangguan Genderuwo, maka sering
jebol bendungan yang telah dibuat oleh
para murid Honggolono.
Rupanya, penyebab kegagalan dalam pembuatan bendungan pun
diketahui Honggolono. Maka Ki Ageng Honggolono pun meminta bantuan kepada sahabatnya berupa buaya
untuk membuat bendungan. Datanglah buaya-buaya, jumlahnya mencapai ratusan ekor. Kawanan buaya tersebut berjajaran membentuk bendungan,
sehingga dapat mengalirkan air ke
sawah-sawah di Mirah.
Genderuwo utusan Ki Ageng Mirah yang hendak gagalkan pembuatan
bendungan,
tertangkap kawanan buaya. Terjadilah peperangan hebat antara Genderuwo dan buaya-buaya. Dalam
pertempuran, Genderuwo dapat ditakhlukkan, dan berjanji tidak akan mengganggu pembuatan
bendungan lagi. Sejak itulah pembuatan bendungan jadi lancar dan segera
selesai.
Semua yang dipersyaratkan Ki Ageng Mirah
sebagai serahan sudah purna dipersiapkan, Ki Ageng Honggolono menyabda lumbung berisi padi berangkat
sendiri. Maka, berangkatlah iring-iringan calon mempelai laki-laki, Joko Lancur diikuti
murid-murid Ayahnya serta menuju Mirah.
Awal kedatangan calon mempelai laki-laki
beserta para pengikutnya disambut baik oleh Ki Ageng Mirah. Namun Ki Ageng
Mirah juga bukan orang sembarangan, yang memiliki kesaktian tinggi. Apa yang terjadi, Ki Ageng Mirah melihat sendiri,
adanya lumbung berisi penuh padi bisa berjalan sendiri, yang sebenarnya isinya
bukan padi, tapi berupa damen dan titen (jerami dan kulit kedelai).
Melihat hal tersebut, di hadapan para
muridnya dan tetamu, Ki Ageng Mirah bersabda: Hai
konco-konco kabeh, titenono ngisor, wiga-tek’no ndhuwur (lihatlah bawah dan tengoklah atas). Atas sabda itu, yang semula
isi lumbung berupa padi, dengan seketika berubah menjelma jerami dan kulit
kedelai.
Dengan terjadinya peristiwa ini, Ki Ageng Honggolono marah
benar, karena
rencana perkawinan putranya Joko Lancur dengan Mirah Putri Ayu, gagal. Maka
terjadilah perang mulut antara Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya, dengan Ki
Ageng Hongglono beserta pengikutnya pula. Dan bukan hanya percekcokan saja, tetapi sampai adu fisik serta unjuk kesaktian.
***
Saat terjadinya peperangan itu, Joko Lancur mencari
sang kekasihnya, Mirah Putri Ayu yang cantik jelita, karena tak sanggup menahan
asmara. Di balik itu, mereka sudah tahu semua peristiwa yang tengah terjadi. Lantaran kegagalan cinta, mereka berdua
mengambil keputusan lampus diri (bunuh
diri).
Bersamaan terjadinya peperangan, bendungan
yang dibuat oleh ratusan buaya ambrol, maka terjadilah air bah atau banjir bandang amat dahsyat.
Ribuan manusia hanyut terbawa arus air yang menderas, dan di mana-mana bergelimpangan mayat, baunya menyengat hidung.
Usai peperangan, Ki Ageng Honggolono
berhari-hari mencari putra kesayangannya, Joko Lancur. Lama dalam pencariannya
dengan perasaan duka mendalam, karena putra kesayangannya didapati telah tewas
bersama kekasihnya beserta ayam jagonya. Jasadnya dimakamkan bersama jago kesayangannya, dan makam itu diberi nama
Kuburan Setono Wungu.
Memperhatikan semua peristiwa yang telah
usai, di hadapan para pengikutnya yang masih hidup, dan para muridnya, Ki
Ageng Honggolon bersabda:
1. Wong Golan lan wong
Mirah turun-temurun, ora oleh jejodhohan (Orang
Golan dan orang Mirah beserta keturunannya, tidak boleh diperjodohkan).
2. Isen-isene ndonyo soko
Golan kang wujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane, ora biso digowo menyang
Mirah (Segala sesuatu barang dari Golan yang wujudnya kayu, batu, air dan sebagainya, tidak bisa dibawa ke Mirah).
3. Barang-barange wong
Golan lan Mirah, ora biso diwor dadi sidji. (Semua
barang dari Golan dan Mirah, tidak bisa disatukan).
4. Wong Golan, ora oleh
gawe iyup-iyup soko kawul. (Orang Golan, tidak
boleh membuat atap dari jerami).
5. Wong Mirah ora oleh
nandur, nyimpen, lan gawe panganan soko dele. (Orang
Mirah dilarang menanam, menyimpan, dan membuat makanan dari kedelai).
Usai menyampaikan sabdanya, Ki Ageng
Honggolono menandaskan: Sing sopo wonge
nglanggar aturan iki, bakal ciloko (Siapa
saja yang melanggar aturan ini, akan mendapati celaka). Dengan perasaan sebal dan cemas, Honggolono
beserta para murid juga pengikutnya kembali ke Golan.
***
Semenjak kehilangan putra kesayangannya,
Ki Ageng Honggolono sering merenung, di dalam hatinya selalu terbayang Joko Lancur. Di
samping merenungi hidupnya yang tak pernah merasakan kebahagiaan lahir-batin, meski dari segi materi
kaya raya, harta melimpah, dan mempunyai kesaktian tinggi. Ia merasa dalam menjalani
hidup selama ini hanya menuruti nafsu
duniawi serta tak
dapat menahan
emosi. Peperangan, perkelahian dan mencari lawan, jadi kebiasaan
sehari-hari.
Dengan merenungi hidupnya seperti ini, akhirnya insyaf
bertaubat membenahi jadi diri didalam menghabiskan sisa hayatnya, maka berangkatlah berguru kepada seorang Kyai. Hari demi hari mengabdikan diri,
Ki Ageng Honggolono masuk Islam, beribadat dan mempelajari syariat agama.
Dipandang sudah cukup berguru
mempelajari titah agama, segera pulanglah demi menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakatnya. Sebelum berpamitan,
Ki Ageng Honggolono sempat menanyakan kepada Kyainya: Apakah ilmu-ilmu kesaktian
yang diperoleh sebelum
memeluk Agama Islam, masih perlu dipertahankan?
Dari pertanyaan yang diajukan, mendapati kesimpulan jawaban,
bahwa ilmu kesaktian yang diperoleh sebelum masuk Islam, tidak perlu dipertahankan.
Sekembalinya Ki Ageng Honggolono, penyebaran ajaran Islam berkembang pesat di
kampung halamannya. Dengan begitu, tercapai cita-citanya bisa hidup tentram, aman, dan damai, melalui jalan yang benar menuju kebenaran.
Setelah wafat, jasad Ki Ageng Honggolono
dimakamkan di Desa Golan, Sukorejo, Ponorogo (Surono, Riwayat
Babat Desa Golan, 1997). Demikian juga
Ki Ageng Mirah, seusai peperangan serta banyaknya para pengikutnya yang hanyut
terbawa air bah saat terjadi peristiwa ambrolnya bendungan, beliau pun masuk Islam. Ki Ageng Mirah juga
berguru kepada seorang Kyai. Karena keberhasilannya didalam mempelajari ajaran
Islam, beliau pun menjadi seorang Kyai, dengan gelar Kyai Muslim,
dan bahkan
mendirikan pondok pesantren.
***
Bagaimana keaslian ceritanya? Dari
fenomena kisah ini masih ada bekas-bekas yang memungkinkan, bahwa lakon
tersebut mendekati peristiwa sebenarnya. Hal itu ditunjukkan adanya makam Ki
Ageng Honggolono di Desa Golan, yang sampai kini oleh masyarakat setempat
dianggap keramat. Dan di Desa Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo, juga terdapat sebuah
padukuhan bernama Dukuh Mirah, yang konon kabarnya juga keramat. Namun versi kebenarannya kurang didukung bukti kuat, tersebab
banyak yang diceritakan dari mulut ke mulut. Seandainya ada yang
tertulis, hanyalah amat sederhana.
Meski demikian, kepercayaan masyarakat
dari kedua tempat tersebut terhadap cerita ini masih cukup tinggi. Sabda-sabda
Ki Ageng Honggolono sangat dipercayai, meski tidak secara keseluruhan. Bahkan para birokrat
tingkat kecamatan setempat yakin adanya kisah tersebut, dan banyak para peziarah datang ke tempat
terjadinya lakon Golan Mirah.
*) Sumani, S. Pd., guru SD Negeri
Lengkong. Tulisan
ini pernah dimuat di Majalah Dinamika PGRI Ponorogo, editor postingan oleh NJ.
Dan sumber gambar dari penelusuran di google, terkait Golan-Mirah serta jathil cantik
Ponorogo.
http://sastra-indonesia.com/2020/07/fenomena-cerita-cinta-terlarang-golan-dan-mirah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar