Minggu, 25 Juli 2021

Mata Uang Ke-seni(rupa)-an

Syaiful Irba Tanpaka
lampungpost.com
 
Pada 17 Februari lalu saya mengikuti diskusi di Taman Budaya Lampung (TBL) sekaitan dengan Pameran Lukisan Lampung Art Adventure 2011 yang memajang karya pelukis Lampung dan Jakarta, yakni Syahnagra Ismail, Salvator Yen Joenaidy, Atuk, Semut Prasidha, dan Lilis Suryati Syahputeri. Suatu pameran yang didedikasikan untuk mempertemukan antara seni, pariwisata, dan kebudayaan yang bertumpu pada potensi-potensi alam dan kearifan lokal daerah Lampung sebagaimana sambutan Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata, Sapta Nirwandar, yang tertulis dalam katalog pameran.
 
Diskusi dengan tajuk Mengancang Masa Depan Jagat Seni Rupa di Lampung itu menghadirkan narasumber Syahnagra Ismail dan pengamat seni rupa Christian Heru Cahyo Saputro yang telah merangkum pemikirannya dalam tulisan yang diterbitkan Lampung Post, 19 Februari 2011.
 
Dengan audiens yang cukup merepresentasikan berbagai kalangan terkait, seperti para pelukis, pengelola Menara Siger, pengurus Dewan Kesenian Lampung (DKL), pengelola galeri, kalangan guru serta pihak swasta lainnya; diskusi yang dipandu Kepala TBL Helmi Azhari itu mencoba mengancah persoalan-persoalan yang selama ini “menempurungi” perkembangan jagat seni rupa khususnya dan kesenian pada umumnya.
 
Dari perbincangan yang berlangsung segar dan menarik dalam diskusi itu, saya menyimpulkan dua hal pokok sebagai modal membangun masa depan ke-seni(rupa)-an di Lampung. Sengaja saya menuliskan kata ke-seni(rupa)-an dengan maksud bahwa wacana ini selain secara khusus ditujukan untuk bidang seni rupa, tapi juga terbuka sebagai wacana membangun dunia kesenian secara umum.
 
Kedua hal pokok itu adalah energi dan sinergi. Seperti yang dilontarkan Syahnagra bahwa seorang pelukis (baca: seniman) harus selalu memiliki energi untuk menghasilkan karya-karyanya. Energi untuk menghayati setiap momen kehidupan sebagai sumber inspirasi, energi untuk terus mencari menemukan dan mengasah konsepsi estetiknya, yang dikatakan Christian Heru sebagai potensi sumber daya manusia.
 
Dalam pandangan saya bahwa energi merupakan faktor internal yang memiliki pengaruh mendasar bagi setiap perupa dan seniman umumnya dalam suatu proses kreatif. Karena itu wajib dijaga dan dipelihara untuk melahirkan kegelisahan demi kegelisahan berkarya secara konsisten. Menelantarkan energi serupa ini sesaat saja sama dengan membuang kesempatan berharga untuk mengekspresikan diri. Maka risiko yang paling mungkin adalah minimnya kreativitas dan produktivitas.
 
Dalam ranah seni rupa berarti memperpanjang waktu untuk sampai pada pengenalan eksistensi diri melalui pameran tunggal. Ini menjadi satu persoalan tersendiri bagi para perupa di Lampung yang mengemuka dalam diskusi karena ternyata bisa dihitung dengan jari perupa yang sudah memiliki lebih dari 50 karya. Sementara di daerah-daerah lain, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali diungkapkan Christian Heru sudah berorientasi pada pameran dan membidik pasar lewat balai lelang.
 
Dengan kata lain bahwa energi kreatif ini belum menyala dengan baik di tungku perapian kreativitas para perupa Lampung. Tentu akibatnya berpengaruh pada persoalan profesionalisme. Sebab, bagaimana bisa kita bicara profesionalisme bagi para kreator dengan energi kreatif yang hidup segan mati tak mau?
 
Hal kedua adalah mengenai sinergi. Ini merupakan faktor eksternal, lantaran sudah bicara mengenai menejerial dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pada titik ini harus ada komunikasi dua arah yang bersimbiosis mutu alistis. Pihak-pihak terkait mestilah sama-sama berperan secara aktif untuk membangun sinergisitas dalam satu visi membangun ke-seni(rupa)-an di Lampung. Baik itu pihak pemerintah daerah yang diwakili dinas instansi terkait, lembaga kesenian, seperti DKL, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung, pihak-pihak swasta, museum dan galeri, guru-guru kesenian maupun kalangan perupa sendiri.
 
Selama ini bukan tidak terjalin kemitraan di antara unsur-unsur itu, melainkan kemitraan yang terjadi mayoritas masih bersifat parsial. Artinya setiap unsur itu belum secara bersama-sama membangun komitmen untuk mencerahkan masa depan ke-seni(rupa)-an.
 
Padahal jika sinergi itu terjadi secara terpadu merupakan peluang yang potensial menyongsong pengembangan ekonomi kreatif yang dapat diandalkan menjadi alternatif peningkatan pendapatan nasional, seperti yang telah dibuktikan pemerintahan Inggris yang dikenal sebagai pelopor pengembangan ekonomi kreatif.
 
Maka layak dipertimbangkan memprakarsai unsur-unsur itu untuk bersama-sama membentuk satu komitmen membuat rantai sinergi. Bagaimana misalnya membangun hubungan antara perupa dan lembaga kesenian yang ada, antara perupa, museum, dan galeri, antara perupa dan guru-guru kesenian, antara lembaga kesenian, museum, dan galeri, dst.
 
Dengan demikian, antara energi (internal) dan sinergi (eksternal) akan menciptakan sekeping mata uang yang memberikan nilai lebih bagi jagat ke-seni(rupa)-an, baik secara intrinsik maupun nominal.
 
Secara intrinsik merupakan nilai yang harus dibayar dalam memperjuangkan visi bersama sehingga setiap unsur dapat bermitra dengan harmonis. Sedangkan hasil yang dicapai dari kemitraan (sinergisitas) itu menjadi harga nominal yang bisa dinikmati, berupa lahirnya karya-karya seni rupa yang berkualitas. Peningkatan apresiasi masyarakat (kolektor) dan kalangan pelajar, adanya pameran tunggal atau bersama secara berkala, bergairahnya kehidupan museum dan galeri, dan naiknya harga karya-karya seni rupa.
 
Untuk itu, diperlukan pertemuan-pertemuan yang digagas melalui pameran dan diskusi yang dapat membuka distribusi pemikiran yang saling menggairahkan sebagai pemantik era baru yang diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah klasik dan elementer. Tabik pun.
***

http://sastra-indonesia.com/2011/02/mata-uang-ke-senirupa-an/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita