Ki Dhalang Sulang
Sosok Kyai “Nyeleneh”
Gus Mus, nama panggilan akrab sesosok Kyai yang juga budayawan dari Rembang Jawa Tengah, beliaulah KH Ahmad Mustofa Bisri. Pemimpin dan sekaligus pengasuh Pondok Pesantren “Roudlotuth Tholibin” yang berada di Kelurahan Leteh Kecamatan Kota Rembang Kabupaten Rembang ini, sangat sering disebut seorang Kyai yang “nyeleneh” atau lain dari pada yang lain. Hal ini nampak pada model kehidupan Gus Mus, mulai dari gaya mengajar di pondoknya, gaya ceramah, menulis, bahkan melukis yang memang mempunyai karakteristik beda dengan yang lain. Menurut Gus Mus (yang terus terang mengakui “nyeleneh”) seseorang boleh bertindak “nyeleneh” asalkan punya tujuan positif demi untuk membangun dan meningkatkan kemaslahatan ummat.
Gaya nyeleneh ini juga berlaku pada saat beliau punya hajat “mantu” putra-putrinya, termasuk hajatan yang terakhir kali , pada hari abtu Legi, tanggal 14 Maret 2009 kemarin. Ini adalah hajat mantu yang ke-enam kalinya. Putrinya yang bernama Almas Mustofa telah dipersunting oleh lelaki asal Surabaya yang bernama Rizal Wijaya. Pelaksanaan hajatan mantu ke-enam ini juga sangat unik, dan tak kalah uniknya dibanding hajatan mantu sebelumnya.
Tamu-tamu yang diundang kali ini memang lebih unik. Selain Sanak famili dan kerabat serta tetangga-tetangganya di Rembang, juga diundang sahabat-sahabat beliau dari luar Rembang, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Jombang, dan Kediri. Beberapa di antaranya terdiri dari para Kyai, Birokrat, Seniman dan Budaywan. Yang seniman dan budayawan antara lain Joni Aria Dinata (Yogyakarta), D. Zawawi Imron (Si ” Clurit Emas” dari Madura), Sosiawan Leak (Cerpenis), Pri GS (Kolomnis dari Semarang), Wes Ibnu Say (pendongeng anak-anak dar Yogyakarta), Ratih Sanggarwati (peragawati dan penyanyi asal Ngawi), dan si jumbo Dhalang Wayang Suket Slamet Gundono, orang asli Tegal yang sekarang bermukim di Solo.
Hajatan-Hajatan Sebelumnya
Sebagai gambaran gaya nyeleneh Gus Mus pada hajatan mantu antara lain sebagai berikut:
Mantu pertama: Pada puncak acaranya menampilkan penceramah Kyai (mBoys) Cak Nun (Emha Ainun Najib) dari Yogyakarta, lengkap dengan grup musik “Kyai Kanjeng”nya.
Mantu kedua: dipuncaki dengan penampilan hiburan berupa Musik Gambus Betawi Asli dari Jakarta pimpinan Saroya.
Mantu ketiga: pada malam hari setelah acara peresmian, Gus Mus nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Enthus Susmono dari Tegal, lengkap dengan seluruh peralatan dan personalnya.
Mantu keempat: Gus Mus mendatangkan para sahabat seniman dan budayawan, untuk didaulat membawakan cerita pendek dan puisi yang khusus bertemakan perkawinan. Para budayawan yang dihadirkan saat itu antara lain; Dr. Umar Khayam, Danarto, Darmanto Yatman, Pri GS, D. Zawawi Imron, A. Tohari, Kang Sobari, Ratna Sarompaet. Cendera mata yang diberikan kepada seluruh tamu yang hadir adalah Buku Kumpulan Cerpen Perkawinan yang diterbitkan oleh Yayasan Al-Ibris Rembang.
Mantu kelima: untuk menghibur masyarakat di malam harinya, Gus Mus mendatang para seniman asli Jawa Tengah, dan Komunitos Wayang Suket pimpinan Slamet Gundono. Seniman luar biasa bongsor Slamet Gundono mempergelarkan wayang suket dengan lakon bertemakan percintaan dalam perkawinan.
Dapat menantu dari “Networking”
Hajatan mantu yang keenam dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu, tanggal 13 dan 14 Maret 2009. Putri Gus Mus yang bernama Almas Mustofa, dipersunting oleh Rizal Wijaya (dari Surabaya). Rizal Wijaya adalah seorang pegiat komunitas “Mata Air” Surabaya. Komunitas “Mata Air” adalah kelompok “networking” dengan tema akhlakul karimah berlandaskan ahlussunnah wal jamaah. Komunitas ini dulu dirintis oleh almarhum Gus Cholil Bisri ( kakak kandung Gus Mus). Sekarang pengelolaan dan kepemimpinan Komunitas “Mata Air” dilanjutkan oleh Gus Mus. Kelompok ini telah berkembang pesat di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Rembang, Lasem, Tuban, Jombang, Surabaya,Malang, Kediri, dan kota-kta lainnya. Dan dari komunitas Mata Air kelompok Surabaya inilah, Gus Mus dapat menantu baru yang ke-enam (Gus Rizal Wijaya).
Puncak acara mantu keenam adalah “Orasi ICMI”
Bukan karena dirancang secara khusus, namun barangkali hanya kebetulan saja bahwa pelaksanaan hajatan mantu yang keenam ini bersamaan dengan menggeliatnya suhu politik di negara kita, terkait dengan bakal diadakannya Pemilu Legislatif 2009. Dan inilah bukti kenyelenehan Gus Mus lagi. Dalam puncak acara hajatan kali ini, beliau membuat acara spontanitas berupa pidato (orasi) politik oleh “ICMI”. Jangan salah tafsir, ICMI yang ini bukan kepanjangan dari “Ikatan Cendekiawan Muslin Indonesia” tetapi ICMI yang dilontarkan dan diresmikan secara spontan oleh Gus Mus sendiri. ICMI versi Gus Mus ini kepanjangan dari ” Ikatan Caleg Miskin Indonesia”.
Gus Mus kali ini memang mengundang sahabat dan kenalannya juga dari kalang caleg, baik di tingkat Kabupaten, Provinsi, maupun pusat. Caleg yang diundang adalah dari seluruh partai peserta pemili tidak pandang bulu.
Sebelum acara orasi politik ICMI dimulai, Gus Mus selaku shohibul bait menjelaskan tentang aturan main orasi ini. Aturan tersebut adalah: (1) orasi politik ini boleh diikuti oleh segenap caleg yang hadir, tapi tidak boleh diwakilkan, (2) isi orasi tidak boleh saling menghujat antar partai, kelompok, golongan, maupun pribadi, (3) waktu orasi dibatasi hanya 5 s/d 7 menit. (4) sebagi pembawa acara (presenter) dalam acara ini adalah Joni Aria Dinata (seorang cerpenis dan sekaligus Redaktur Majalah Horizon Jakarta), dan tidak boleh mengelak, (5) pada saat para peserta berorasi, penonton tidak boleh membuat gaduh, tapi boleh tersenyum-senyum saja.
Alhasil, acara mendadak ini menjadikan acara penghiburan yang menyegarkan bagi para hadirin. Banyak hal-hal yang lucu pada saat para peserta berorasi. Maklumlah karena acara ini bersifat spontanitas, maka tentu saja banyak para peserta yang tak mampu mempersiapkan diri secara spontanitas pula. Inilah hiburan spontan murah meriah a-la Gus Mus, komentar beberapa tamu undangan lainnya.
Wayang Suket Slamet Gundono
Seniman dan Budayawan yang terlibat dalam acara ini antara lain Joni Ariadinata, D. Zawawi Imron, Sosiawan Leak, Wes Ibnu Say, Ratih Sanggarwati, Slamet Gundono dan lain-lain. Para seniman dan budayawan dari ibu kota dan kota-kota lainnya ini membawakan acara spontanitas berupa cerita, bersyair, menyanyi, nglawak dan lain-lain. Meski spontanitas, para seniman berpengalaman tersebut sangat bersemangat dan bisa melebur jadi sebuah tim kesenian. Bukan main.
Pada penutup acara ditampilkan Slamet Gundono untuk mendalang dengan lakon “Malam Pertama”. Dalam melaksanakan pagelarannya, Slamet Gundono juga berkolaborasi dengan teman-teman senimannya. Meski tanpa pasukan pendukungnya, Slamet Gundono tampil cukup maksimal, sehingga membuat para penonton tersihirkan sejenak untuk mengikuti jalannya pergelaranan wayang suket.
Kurang lebih pukul 01.00 Minggu dini hari tanggal 15 maret 2009. acara hajatan mantu keenam Gus Mus di akhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh seorang ulama yang masih kerabat Gus Mus sendiri. Para tamu yang diundang maupun yang tidak diundang (termasuk saya sendiri hadir sebagai tamu yang tak diundang) bersama-sama pulang ke rumah masing-masing, dengan menyisakan kesan masing-masing pula. Kesan-kesan itu pasti akan berkeliaran dan desak-mendesak dalam kalbu masing-masing. Hemmmm….. Gus Mus ….. Gus Mus …
***
http://sastra-indonesia.com/2010/09/budaya-%E2%80%9Cmantu%E2%80%9D-a-la-gus-mus/
bacaan yang sangat bagus, dan memberi pengetahuan
BalasHapus