Minggu, 04 Oktober 2020

PEMBANTAIAN

 

Jajang R Kawentar

Ini musim hewan piaraan hilang. Desa Pagar Negara mulai riuh oleh suara-suara dari tetangga yang menyatakan kalau hewan piaraannya sudah hilang. “Ayam kami sudah tidak pulang ke kandang selama seminggu”, katanya. Entah pergi ke mana ayam itu. Seperti burung-burung Kuntul yang pergi meninggalkan sarang, dan pulang belum tentu petang harinya. Tetapi burung itu pasti pulang, namun entah kapan. Mereka berpikir, mungkin ayam-ayam dan binatang piaraannya yang hilang itu sedang refresing, pergi bertamasya ke air terjun Perigi Pulau Pinang atau ke Gunung Dempo Pagaralam. Mungkin menyaksikan rakusnya para penambang batu-bara yang menghilangkan berbukit-bukit di daerah Merapi dan bisa menghapus sebuah dusun dari peta dunia.

Perjalanan menuju ke daerah itu memang cukup jauh, apalagi dijalani dengan berjalan ceker ayam. Mungkin karena ayam juga jenuh dengan keadaan di dalam kandang yang sekarang ditempatinya. Jaman sudah berubah modern, kandang ayam masih seperti yang dulu. Tidak mengikuti arsitektur masa kini. Apa dibuat yang klasik, mediteranian atau minimalis. Interior dan fasilitasnya masih saja hiverminimalis. Tapi apakah binatang juga masih memikirkan masalah materialistik, keduniawian, atau hanya manusia saja yang sering berprasangka.

Sukardije, Pegawai Negri Sipil kelas emperan yang memiliki beberapa jenis binatang piaraan, mulai dari ayam kampung biasa, ayam hutan, ayam kate, bebek, itik, kelinci, kambing dan sapi. Berkembang biak dibelakang rumahnya yang cukup luas. Sukardije berpikir, berharap dari beternak inilah proyek yang bisa menambah penghasilan. Sebagai Pegawai Negeri Sipil kelas rendahan, dia punya prinsip haram untuk mengambil hak orang lain, yang sering disebut dengan kasus korupsi itu. Ini adalah sikap dan prinsip warisan puyang yang memegang teguh wawasan dari sebuah negeri yang namanya agraris. Prinsip puyang inilah yang ia jalani, beternak dan bercocok tanam sebagai upaya menjaga keseimbangan alam. Simbiosis mutualism dengan alam yang positif.

Namun simbiosis mutualis ini rupanya direkayasa, disalah gunakan beberapa tetangga yang kurang beruntung dalam pengetahuan, ilmu dan moralnya. Sukardije berpendapat yang disampaikan kepada anak laki-laki semata wayangnya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, “Bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang itu diakibatkan karena dalamnya ilmu pengetahuan, moral dan semangat menjalani hidup. Kurangnya ilmu pengetahuan dan moral penyebab utama kemiskinan, yang akan mengakibatkan miskinnya prilaku seseorang,” katanya. Pada suatu sore sambil duduk di pance, menghadap pemandangan Bukit Serelo.

***

Sudah hampir dua bulan Sukardije tidak tidur pada malam hari hingga menjelang Adzan subuh. Ia mengetahui ada beberapa orang selalu mengintai binatang piaraannya. Sudah lebih dari 12 ekor ayam lenyap dalam semalam, dua ekor kambing juga diculik dalam perjalanannya mencari rumput, satu ekor sapi dibantai di dekat kandangnya dan disisakan isi perutnya saja. Sudah keruan kalau telor bebek, itik dan ayam itu hilang di sarangnya tidak terkontrol lagi.

“Pak Sukar, kambing kamu diculik jeme. Dimasukkan ke dalam Kijang Kapsul tadi sore. Aku dek keruan sape yang menculik kambing titu. Cuman aku nginak persis, di jalan dekat balaman. Aku dang nabah. Mereka betige ngangkutnye,” kata laki bu bidan desa.

“Ngape nian kabah pai ngenjuk tau malam ni. Bukannye kabah tulah penculike,” kata Sukardije dalam hatinya. Sambil terbengong-bengong mendengar berita itu.

Mereka hanya berani merampok binatang piaraan Sukardije. Mereka tidak berani merampok dirinya, karena dia terkenal dengan punya ilmu kadigjayaan seperti kuat di bacok dan punya ilmu supra natural. Sebetulnya Sukardije mengetahui orang yang beraninya merampok binatang piaraannya itu, tetapi dia tidak memiliki cukup bukti. Kalau saja dia mau menyantet atau membunuh perampok itu secara halus tentu saja dia sangat lihai. Tetapi itu bukan watak dari Sukardije yang menjunjung tinggi sportifitas. Ia berkeyakinan dapat menangkap basah perampok binatang piaraannya itu.

Hanya setiap malam selama dua bulan itu Sukardije bersama bininya Juminten seperti orang gila. Sebentar-sebentar terbangun dari tidurnya. Sebab setiap ada suara orang atau setiap ada binatang piaraan itu bersuara, mereka sibuk mengintip dari sela-sela jendela dengan berjalan menjijit perlahan. Meskipun kepalanya menahan kantuk.

Matanya berputar mengarahkan ke beberapa penjuru. Namun tak tampak sedikitpun yang mencurigakan. Hanya bunyi itik dan ayam saja yang ribut. Mungkin ada binatang lain yang datang dari hutan, atau dari semak belukar. Binatang malam yang mencari makan, seperti perampok binatang piaraan yang takut dengan matahari.

Istrinya, Juminten tidak tahan membelalakan mata setiap malam. Ia selalu terlelap nyenyak, dengan ditandai bunyi dari mulutnya seperti mendesis, kadang seperti suara kodok. Sempat suatu malam Sukardije kebelet meniduri Juminten, hasilnya telor dalam dua sarang dan ayam hutannya digondol perampok.

“Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Sukardije. “Kalau aku juga meniduri Juminten malam ini, pasti aku terlelap sesudahnya. Dan perampok leluasa mengganyang binatang piaraanku. Aku harus bertahan dengan mataku, anggap saja aku ini satpam,” katanya dalam hati.

Setelah suara adzan berkumandang, ia mulai mengambil sarung. Menyiapkan diri untuk beristirahat. Tetapi perampok lebih pintar. Kebiasaan Sukardije tidur setelah Adzan subuh diketahuinya, mereka pun beraksi setelah Adzan Subuh.

Sukardije benar-benar jengkel dibuatnya. Semenjak tak dapat tidur dengan tenang itu, Sukardije mencari cara mengatasinya. Ia dan Juminten akhirnya membantai binatang piaraannya satu persatu setiap hari.

Pembantaian pertama di hari pertama, bebek jantan berat badannya 5 kg. Bebek berumur 2 tahun itu mukanya seperti buah anggur yang ranum, bulatan-bulatan kecil memenuhi mukanya warnanya memerah. Di sela-sela kelopak matanya berwarna hitam seperti menggunakan ieyessadow. Dua tahun umur yang cukup berpengalaman dalam menguasai perbebekan. Sepuluh bebek betina bahkan lebih, digilir dikawininya dalam sehari.

Hari ini waktu mengakhiri hidupnya, keganasannya dan tampangnya yang seram punah oleh sebilah wali di tangan Sukardije. Juminten memegang kaki dan sayap bebek jantan yang kokoh. Bebek itu meronta-ronta dan berteriak. Sukardije menempelkan wali yang baru diasah mengkilap di leher bebek jantan itu. Mata bebek terus memelototi Sukardije, seperti ada airmata yang mengalir dikelopak matanya, seperti bertanya-tanya, apa salah dan dosaku. Tetapi Sukardije tetap teguh dengan pendiriannya sambil menekan wali yang baru diasah mengkilap itu mendorong agak keras serta menariknya.

“Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah, Allahuakbar.”

Tenggorokan dan urat nadinya putus seketika.

Bukit Pagarsari Lahat, 2011

http://sastra-indonesia.com/2020/10/pembantaian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita