Senin, 07 September 2020

Kisah Pangeran Segoro

   

Imam Nawawi *

Saya masih ingin bercerita hal-hal yang berhubungan dengan laut Madura. Siapa tahu kelak para Pemimpin Madura umumnya dan Sumenep khususnya kembali bersatu untuk menyongsong bangkit kejayaan maritim masa silam.

Hingga detik ini, pikiran saya masih terhantui oleh Buku I Master Plan Sumenep yang hingga 2028 itu. Sungguh miris imajinasinya. Seperti tak punya visi yang berpijak pada akar historis.

Kali ini saya mau membahas tentang "Saron Barung", salah satu perangkat musik gamelan dari Madura. Tetapi, saya tidak bicara fungsinya melainkan jenis ukirannya yang berupa Ikan Terbang. Jika anda masih ingat logo Indosiar di jaman dulu, ya ikan terbang seperti itu. Namun, kepala ikan terbang tersebut adalah ular naga.

Mari saya dongengin kalian semua.

Ada sebuah negeri yang oleh para sejarawan masih diperdebatkan, apakah negeri itu sekedar dongeng atau fakta historis. Sejarawan Van der Meulen (1977) menyebutnya negeri historis, dan yang lain menyebutnya kisah negeri fiktif.

Adalah Medang Kamulan, yang dipimpin oleh Prabu Gilingwesi. Sang raja memiliki putri yang cantik bernama Dewi Bendoro Gung. Saking cantiknya, para Dewa di langit pun jatuh hati pada sang Dewi ini.

Hingga tiba satu hari, salah satu Dewa di langit, tidak disebutkan namanya, menikahi diam-diam Dewi Bendoro Gung ini, tanpa izin sang Prabu Gilingwesi. Pernikahan diam-diam itu membuahkan jabang bayi dalam rahim sang Dewi. Tentu saja Prabu marah melihat putrinya hamil tanpa izinnya.

Seorang patih dipanggil oleh Sang Prabu. Nama Patih itu Pragulang. Prabu memerintahkan Patih agar membunuh Dewi Bendoro. Perintah dilaksanakan. Sang Dewi dalam keadaan hamil dibawa ke laut menggunakan perahu rakit. Laut di sini adalah Selat Madura.

Ternyata, laut tidak berkenan membunuh. Perahu rakit itu tiba di Pulau Madura dengan Selamat. Masyarakat pada zaman itu mengartikan kata Madura sebagai "Madu" dan "Oro". Kata "Oro" berarti Negeri. Jadi, Madura diartikan kala itu sebagai Negeri Madu.

Akhirnya, masyarakat Madura menerima kehadiran Dewi Bendoro (A)Gung dari Medang Kamulan ini, hingga lahir seorang bayi tampan yang diberi nama Raden Segoro.

Hari demi hari, Pangeran Segoro tumbuh dengan baik sebagai pendekar lautan. Di usia 3 tahun, Raden Segoro punya mainan, yakni Dua Ekor Naga Laut Berbadan Ikan Terbang. Nah, alat musik gamelan bernama "Saron Barung" itu diambil dari kisah Raden Segoro ini.

Namun, Prabu Gilingwesi bukan berarti betul-betul benci pada putri dan cucunya sendiri itu. Prabu tetap memerintah agar memantau perkembangan Pangeran Segoro secara diam-diam. Karena itulah, setelah usia 3 tahun dan Patih Pragulang merasa cukup mengajari Pangeran Segoro bermain senjata tajam, maka Dua Ular Naga Berbadan Ikan Terbang itu diubah menjadi pusaka bernama Alugoro dan Nenggolo.

Sejak usia 3 tahun, Pangeran Segoro sudah belajar memainkan senjata tajam. Setelah cukup dewasa dan layak mengabdi ke kerajaan, Patih Pragulang membawa Pangeran Segoro kembali ke Medang Kamulan sebagai prajurit biasa. Hingga tiba suatu masa di mana Kerajaan China ingin menaklukkan Medang Kamulan. Itulah momentum Pangeran Segoro tampil sebagai prajurit Medang Kamulan dari Madura, yang berhasil menaklukkan invasi China.

Jadi, kekalahan pasukan China untuk menaklukkan Jawa bukan saja sejak era Arya Wiraraja, yang ditandai dengan kebangkitan Majapahit. Tetapi, sejak era Medang Kamulan, Pangeran Segoro sudah menjadi saksi mata atas kemenangan Jawa melawan China.

Setelah berhasil mengabdi pada Medang Kamulan, Pangeran Segoro pulang ke Madura. (Ingat satu hal yang berkali-kali saya ulangi: putra Madura tidak ingin berkuasa di tanah Jawa. Bukan saja sejak Arya Wiraraja-Majapahit, melainkan sejak Pangeran Segoro-Medang Kamulan).

Setibanya di Madura, Pangeran Segoro purna tugas kemiliteran. Dia ingin menghabiskan hidup bersama keluarga. Dia selalu berkumpul bersama ibundanya, Dewi Bendoro Agung. Ada rasa rindu ingin bersama ayah kandung, yang tidak pernah dijumpai sejak kecil. Pangeran Segoro pun lalu bertanya siapa ayah kandungnya.

Dewi Bendoro Agung merasa terganggu dengan pertanyaan putranya itu. Sebab, seperti kisah Maria yang melahirkan Yesus dari Roh Kudus, atau seperti Potre Koneng yang melahirkan Joko Tole dari Roh Kudus, Dewi Bendoro Agung juga melahirkan Pangeran Segoro dari Roh Kudus. (Ingat omongan saya tempo hari di akun Facebook ini bahwa manusia Madura ini adalah keturunan para Dewa. Leluhur Madura adalah para Dewa. Ingat juga, ketika saya bilang begitu, saya dikatakan sebagai Orang Goblok dan Bodoh. Kemudian hari baru terbukti, bahwa orang yang bilang saya goblok-bodoh bukan asli Madura, bukan berdarah Sumenep, tapi cuma keturunan orang Sumenep).

Oke kita lanjut. Karena Pangeran Segoro membuat hati sang ibunda menjadi gundah gulana, maka Dewi Bendoro Agung merasa inilah saatnya, sudah tiba waktunya, ia lengser keprabon. Tanpa bicara sedikitpun, Dewi Bendoro pergi ke sebuah hutan bernama Nepa. Beliau bertapa di sana mencari kemuksaan. Sepanjang pertapaan, kera-kera di hutan Nepa menjaganya. Masyarakat sekitar meyakini bahwa kera ini adalah pasukan atau prajurit Pangeran Segoro.

Lokasi Hutan Nepa itu ada di wilayah Banyuates, 42 km ke utara Sampang.

*) Imam Nawawi, lahir di Sumenep 1989. Sempat belajar di beberapa pondok pesantren seperti PP. Assubki Mandala Sumenep, PP. Nasyatul Muta’allimin Gapura Timur Sumenep, PP. Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, PP. Hasyim Asy’ari Bantul Yogyakarta, PK. Baitul Kilmah Bantul Yogyakarta, PP. Kaliopak Bantul Yogyakarta, dan PP. Al-Qodir Sleman Yogyakarta. Kini sedang menempuh pendidikan jenjang S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita