Rabu, 15 Juli 2020

EPILOG: Pembacaan lain “Senarai Pemikiran Sutejo”

Senarai Pemikiran Sutejo
Judul: Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata, Menemukan Dawai Makna)
Penulis: Sutejo
Prolog: Prof Dr Soediro Satoto
Epilog: Nurel Javissyarqi
Penyusun: Masuki M. Astro dan Nurel Javissyarqi
Penerbit: Spectrum Center Press dan Pustaka Felica
Halaman: xvi + 922; 15 cm x 23 cm
ISBN: 978-6021-96-100-1
Tahun: Cetakan I, Januari 2013

Epilog: Pembacaan lain “Senarai Pemikiran Sutejo”
Nurel Javissyarqi *

Sebelum jauh, maafkan wahai pembaca. Lantaran saya menulis ini agak-agak sakit kepala, maka hanya sebatas rasa. Namun impiannya, tak mengurangi yang menjadi takdirnya!

Tadi sore seperti hari-hari kemarin, mengisi waktu luang di warung kopi Tanah Merah, dekat jalan baru Ponorogo. Terkadang membawa buku bacaan, pun berdiskusi dengan kawan-kawan pergerakan di sana. Hari tadi tidak, karena batin tengah dirajam batu-batu putus asa. Hal itu mengingatkan beberapa tahun lalu, masa silam pernah mengalami perihal demikian kering melanda. Dalam jurang keterpurukan, sukma menarik-narik pekabutan keberuntungan entah apa wujudnya, seiring berharap keajaiban, selepas ditimpa awan ngelangut mendera. Malamnya menemukan jawaban, yakni diminta menuliskan epilog. Kegirangan lain sebagai pengelana, bisa bareng dengan Prof. Dr. Soediro Satoto yang memberi Prolognya.

Buku ini saya susun bersama wartawan senior Antara, Masuki M. Astro yang beberapa bulan kemarin baru kenal, langsung dekat atas keakrabannya bersahabat. Tapi sejak awal, tiada tampak bayang melintasi ubun-ubun akan ketetapan-Nya, di mana saya nanti menuangkan kata penutupnya. Barangkali ini salah satu jawaban -beberapa bulan lalu penasaran- kenapa hijrah di bumi Reog kembali. Yang sepintas pada kedangkalan penglihatan kasar saya sejenis belunder bolabekel, sebab tahun 2001 pernah tinggal di Gebang Tinatar, Tegalsari, Jetis, kala menapaki jejak putih pujangga agung R.Ng. Ronggowarsito. Selebihnya saya serahkan kehadirat-Nya sambil menghaturkan munajat, “Hasbiyallahu wa ni`mal-wakil, ni`mal mawla wa ni `man-nashir. La haula wala quwwata illa billahil `aliyil adzim.” Artinya, “Cukuplah Allah bagiku. Dan Dialah sebaik-baik yang menjamin, sebaik-baik yang mengurus, dan sebaik-baik yang menolong. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”

Puja-pujian itu menuntun ke titian ungkapan pujangga Surakarta di dalam Seratnya Wirid Hidayat Jati yang bunyi senandungnya semampai tegas melestari: “Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor.” Makna bebasnya, “Manakala detikan takdir telah terpastikan, maka tiada yang sanggup menghentikan.” Selaksa malam kini Tuhan menancapkan keyakinan lebih dalam lagi, selesatan langkah menapaki ketinggian gunung berangin tipis menyulami rongga dada, oleh hukum pengurangan dari percepatan, bagi aturan keseimbangan di atas sesuatu yang fana.

Memasuki dunia Sutejo, pencetus teori Etno Sufustik dalam disertasinya. Saya bertemu sapa awal kali dengannya tertanggal 8 Juni 2008 di Bojonggede kediamannya kritikus Maman S. Mahayana. Di Paseban, Bojonggede, Bogor, saya mengenal pribadi Sutejo begitu enerjik serta menarik. Pula jadi mengetahui kritikus Mahayana tidak hanya tekun menulis kritik sastra juga ahli memasak. Kepandaian memasak pun ada di diri Sutejo, terlihat ketika kian akrab di tlatah Batoro Katong ini. Keduanya sosok penulis produktif nan berkualitas dalam karya-karyanya. Ngelengake guru saya sewaktu nyantri di Denanyar, Jombang, K.H. A. Aziz Masyhuri selama tiga tahun saya mengamatinya secara ‘sembunyi-sembunyi.’ Beliau jarang tidur atau dalam putaran waktu 24 jam sehari semalam, seperti hanya istirah barang dua atau tiga jam. Selebihnya membaca kitab, mengajar di madrasah, menulis karangan, beribadah, menyusun buku, menghadiri undangan. Ini membuat ngiri saya sebagai pemuda yang kerap lena membuang waktu percuma. Ketekunan, kesuntukan, ketundukan di hadapan keilmuan sebagai pencari hakikat, mencambuk diri saya untuk senantiasa bersemangat.

Membaca Senarai Pemikiran Sutejo, seolah menyaksikan pegunungan berdiri subur lebat pepohonan hijau penalaran, mata air permenungan menuruni kaki-kaki pebukitan waktu, lereng tangga-tangga hayati, menyenandungkan nyanyian di lembah-lembah kemanusiaan. Dirinya tak kehabisan sumber hidup, atau berdaya nalar kehidupan luar biasa yang dikeruk dari para pemikir dunia, sehingga energinya melimpah ruah sepanjang lencungan ruhaniahnya berkecambah, serta membaharui kekupasan kulit ari bawang merah temuan-temuannya.

Saya terhentak menerima dalam, kian takjub membacanya pelahan-pelahan. Di mana anak-anak kalimatnya mengajak berpelesiran dengan kegelisahan yang selama ini menjadi ruapan-gugusan pemikirannya. Seperti menyaksikan luapan uap mata air pegunungan tropis di tanah air pertiwi, akrab menggoda melayari pandangan menggumuli kilatan daya nalarnya mendapati keajaiban nilai-nilai. Menemukan kidung belum terdengar, atau dulunya samar mencapai penjelasan menawan. Mungkin itulah jalur sumbu kekayaaan batin tersembunyi dari ketabahan pencarian anak manusia, sampai Tuhan Yang Maha Esa menganugerahi kelebihan berbeda. Dan kita seyogyanya menimba dengan dada terbuka lapang yang memungkinkan menerima ricik-gemericiknya terserap senada rasa.

Mendapati kepribadiannya kuat menstupa pada lembar-lembarannya. Saat mengingatnya ada kekhasan dalam, keuletan saya kenal. Kala menjelajahi medan pengembaraan penelitiannya, dihadapkan sosok sudah layak menyandang doktor. Atau gelar doktor nan diraih itu selayang keterlambatan, jika mengamati bebulir pemikiran, pancangan gagasan, tonggak kepahamannya. Laksana iman diperturuti sejauh ikhtiar keyakinannya meneliti soal-soal hayati.

Lagi-lagi jiwa ini terhentak mendalami jalan-jalan lembut penelusurannya. Ia tak hanya sanggup seimbangkan laguan lahir-batin alam kandungan hayat, juga alam-alam lain yang kini jarang yang menjamahnya. Serta mampu menghidangkan berderajat sederhana, maka pembaca mudah peroleh kesegaran diterimanya. Buah-buahan ranum menggelantung rendah menyentuh mata, oleh kematangan musim-musim dalam menyenandungkan peri kehidupan.

Kehadiran dari akar Ponorogo, daerah tak diperhitungkan di Jawa Timur sendiri dalam percaturan intelektual, pun denyut nadi kesusastraan. Tapi dengan buku tebal ini ibarat kelopak-kelopak mawar menantang siapa saja yang pernah abai atau sengaja tak mencatatnya. Kini atas kepurnaan membaja mengguratkan di lelembaran sejarahnya sendiri. Segerak sepontanitas tumbuh dari tumpukan waktu dikucilkan. Yang pelahan pasti menyiapkan parade kesadaran, derap langkah tinta keyakinan dari laluan kembara yang disetiai. Sutejo menyanggongi siapa pun datang, dan telah terbukti pada lawatan sebelumnya lewat satu lusinan buku yang diterbitkan. Ini semacam pukulan telak bagi mereka, bukan lemparan dadu, kartu remi, tapi brondongan revolver memandekkan jantung para pembaca dengan kekhusukan. Kecuali bagi yang masih menganggap ringan. Tetapi dapat dipastikan terlibas oleh wataknya sendiri yang meremehkan kemungkinan terjadi!

Maka ruang-waktu yang tak diperkirakan mereka, membetot jatah mencipta perhitungan sendiri! Segaris perencanaannya terbit dari longsongan gairah purba, keseluruhan tekat membulat, kepenuhan kemauan mengepung lelangkah lawan bicara di medan laga memahat kayu jati takdir kemenangannya. Separas ungkapan lama saya, “Niat ibarat magnet yang sanggup menarik jarum ke dekatnya, dan menggetarkan lempeng besi walau mata tak menyaksikannya.” Ketika niat ditempa lelaku, dalam perjalanannya mendiami reruang hitung, wewaktu permenungan sedalam prosesinya menanak jalan setapak keyakinan atas ketundukan ruang-waktu lebih besar. Atau setiap ketentuan yang menjelma ketetapan, dipanasi perubahan takaran ‘menjadi,’ sejauh kasih sayang-Nya memayungi.

Jika masih dianggap tak. Maka masa abadi, waktunya para hantu atau tempo di balik sejarah kian menjalar merajalela merangsek, seasap tebal mengepung menutupi tatapan mata. Atau kabut pepagi tumbuh dari dasar gairah sungai-sungai malam yang mengabarkan kehangatan, menjadikan dirinya menyebar menyeruak harum. Dengan sendirinya kejayaan masa lalu terangkat karena diuri-uri (dirawat) penerusnya. Bencah tanah Hasan Besari balik menghijau muda sewujud kepurnaan kehendak. Tumbuhlah rerumputan kesetiaan, ilalang kerinduan, pepohonan membuahkan keilmuan segar di atas kekangan musim kemarau silam.

Karena catatan ini bersifat kemendadakan, maka saya jumput yang seirama perkataan G.W.F. Hegel di bukunya The Philosophy of History: “Jika, sebagaimana dalam kasus Caesar, dia memiliki derajad yang agung di antara para jenderal ataupun negarawan, itu merupakan usaha dengan tujuannya sendiri yang merupakan sejarah.” Lalu terngiang-ngiang yang pernah diwedarkan Sutejo dalam mengisi pelatihan jurnalistik untuk para guru se-Ponorogo bulan lalu, kurang-lebih: “Ketika kita keras terhadap hidup, maka kehidupan bersikap lunak kepada kita, dan ketika kita lembek terhadap hidup, maka kehidupan akan menghantam perjalanan nasib kita.” Bahasa lain yang saya pergunakan, “Kita patut menghajar diri sendiri, sebelum memberi pelajaran kepada sesamanya.”

Buku Sutejo ini bentukan menghajar diri sendiri, bergelut halus dengan putaran waktu selama 23 tahun yang terekam kuat. Begitu jenak menyenggamai perubahan hawa udara pemikirannya. Paras pesona jiwanya silih berganti bak pelangi mewarnai hayatnya meremaja. Membuat saya kagum, ia tak hanya lihai menarikan jari-jemari melalui tulisan cerdas, juga mempuni berucap kata-kata. Setidaknya sudah dikenal sebagai motivator ulung se-karesidenan Madiun, dan saya tak segan belajar darinya. Di samping cerdik memasuki kelas-kelas sosial di masyarakat, menyusupi pepintu permasalahan yang meminta pencerahan sedari persoalan menjerat. Ini saya saksikan setiap kali makan di warung-warung sederhana, di Spectrum pula di kediamannya. Ringkasnya, sosok Sutejo memiliki kepribadian komplit yang jarang terjumpai di dunia para penulis. Selanjutnya dapat dibaca keleluasaan pribadinya di sini.

Akhir kata, “Genggamkan es batu kuat-kuat, maka akan peroleh hawa kepanasan dari hukum lipatan dingin sebelumnya!”

27 Nopember 2012
13 Suro 1946 Jawa (13 Muharram 1434 H) Ponorogo.

*) Pengelana asal Lamongan, di antara antologi puisinya “Balada-balada Takdir Terlalu Dini,” “Kitab Para malaikat.”

Bacaan terkait:
http://sastra-indonesia.com/2013/06/untaian-pemikiran-inspiratif-penulis-pedalaman/
https://sastra-indonesia.com/2013/07/pengantar-dan-mutiara-kasih/
Resensi: http://sastra-indonesia.com/2013/08/kompleksitas-problematika-kehidupan-dalam-apresiasi-dan-solusi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita