Rabu, 11 Agustus 2021

Sastra Makassar sebagai Etos Kebudayaan di Butta Panrannuangku

Yasin Susilo
takalarterkini.com
 
Di kalangan orang Makassar, sejak dahulu telah mengenal tentang bahasa berirama atau sastra. Mereka menggunakan sejak dahulu sebagai bahasa sehari-hari, suatu contoh apabila seseorang akan meminang biasanya dicari orang yang mampu bersilat lidah danmelontarkan bahasa-bahasa kiasan atau bahasa tutur, agar pinangannya dapat diterimadipihak wanita. Sama halnya seorang ibu yang menidurkan anak dalam buaian, biasanya didengar irama lagu yang penuh harapan- harapan. Lagu yang dituturkan agar anak dapat dirasuki dengan irama tersebut, kelong atau pantun masih sering diucapkan orang-orang tua kita, pantun yang penuh pesan, pantun yang penuh pendidikan, pantun yang penuh petuah-petuah, sekarang ini telah banyak dilupakan oleh generasi muda, banyak dipinggirkan oleh petuah-petuah yang datang dari barat, kalau didengar isinya malah mengajak ke jalan yang kurang etis.
 
Suku Makassar sebagai kelompok terbesar kedua etnis masyarakat di Sulawesi Selatan, juga memiliki kekayaan naskah karya sastra, baik yang ter-golong puisi maupun prosa. Sastra Makassar yang tergolong jenis puisi, yaitu doangang (mantera), paruntuk kana (peribahasa), kelong (pantun), pakkiok bunting (sanjak), dondo (sanjak), aru (puisi), dan rapang (perumpamaan); yang tergolong jenis prosa, yaitu rupama (dongeng), pau-pau (hikayat, riwayat, roman), patturioloang (silsilah), dan lontarak bilang (buku harian kerajaan); dan yang tergolong bahasa berirama, yaitu royong (nyanyian) dan sinrilik. Pada umumnya, semua jenis karya sastra Makassar tersebut sudah terinvertarisasi dan terdokumentasi.
 
Ragam karya sastra Makassar yang sedemikian kaya tersebut merupakan potensi kekayaan Nasional yang berkearifan lokal yang dapat dikembangkan dalam rangka merawat kebudayaan. Selain itu, sebagai karya sastra, Sastra Makassar memiliki watak dan karakter sebagaimana karya sastra lainnya. Karya sastra, sejatinya, tidak hanya menyajikan bentuk tulisan imajiner saja, melainkan karya sastra menyarikan hasil sublimasi, adaptasi, dan representasi dari realitas yang melatarinya. Tulisan karya sastra juga merupakan respons dari pengalaman personal maupun sosial dari kejadian dan kondisi yang terjadi di sekeliling kita.
 
Dengan kata lain, sastra bukan hanya sekumpulan artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya.
 
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Hal itu dikarenakan sastra ditulis dalam kurun waktu tertentu yang langsung berkaitan dengan norma- norma dan adat istiadat zaman itu dan pengarang sastra merupakan bagian dari suatu masyarakat atau menempatkan dirinya sebagai anggota dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, Sastra Makassar merupakan sarana yang memungkinkan dalam menjaga kearifan lokal suatu daerah dengan wataknya yang mampu memahami perkembangan sejarah dan masyarakatnya, tentu juga dapat berselancar di era milineal kita ini.
 
Pandangan di atas juga senafas dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai representasi Negara, misalnya dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 41 ayat 1, dijelaskan bahwa pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, pada pasal 42 Undang-undang tersebut diuraikan bahwa Pemerintah Daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
 
Sastra Makassar sebagai endapan dari kearifan lokal masyarakat pemiliknya, termasuk di Bumi Panrannuangku (Takalar) adalah totalitas hasil pemikiran dan tingkah laku yang dimiliki oleh masyarakat Makassar tentang sistem atau tatanan yang berlaku pada interaksi sosial dalam masyarakat Takalar dan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui belajar. Hasil pemikiran tersebut berupa nilai-nilai budaya Makassar yang telah diwujudkan dalam pola tingkah laku masyarakat Makassar dalam kehidupan keseharian. Nilai-nilai budaya Makassar yang dimaksud antara lain nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai kecendikiaan, nilai kepatutan, abbulosibatang, sipakatau, siri’ dan pacce.’
 
Dengan demikian, kearifan lokal manusia Makassar merupakan penggambaran dari totalitas hasil pemikiran dan tingkah laku yang dimiliki oleh masyarakat Makassar tentang sistem atau tatanan yang berlaku pada interaksi sosial dalam masyarakat Makassar yang diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hasil pemikiran tersebut berupa nilai-nilai budaya Makassar yang telah diwujudkan dalam pola tingkah laku masyarakat Makassar dalam kehidupan keseharian.
 
Nilai-nilai budaya Makassar yang dimaksud terangkum dalam budaya siri’, pacce’, abbulosibatang dan sipakatau. Bekal kearifan lokal yang demikian itulah yang memungkinkan, Sastra Makassar mendapat ruang untuk diadaptasi, disublimasi, dan direpresentasikan melalui kegiatan apresiasi sastra bagi pemuda, khususnya siswa di sekolah.
 
Ada beberapa fungsi Sastra Makassar sebagai salah satu khazanah sastra Daerah yang dihimpun dari berbagi sumber, sebagai berikut: a) Sebagai sebuah bentuk hiburan. b) Sebagai pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. c) Sebagai alat pendidikan anak-anak. d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. e) Sastra daerah sebagai wahana ekspresi budaya daerah mempunyai fungsi merekam pengalaman budaya, estetik, religious, dan sosial politik masyarakat serta menumbuhkan solidaritas kemanusiaan. f) sastra daerah sebagai cermin/refleksi kehidupan masyarakat pemilik sastra daerah tersebut. g) Sastra daerah dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan budi pekerti untuk membentuk karakter anak bangsa. h) Sastra daerah dapat dijadikan sebagai pedoman kehidupan berumah tangga dan berinteraksi sosial, dan i) Sastra daerah pun dapat dijadikan sebagai wahana peningkatan keteguhan iman dalam kehidupan beragama.
 
Adapun peran kita dalam rangka merawat, membina, dan mengembangkan Sastra Makassar sebagai upaya pembangunan kearifan lokal daerah dapat dilakukan dengan pelbagai upaya dan pendekatan. Di antaranya: a) Melakukan inventarisasi dan eksplorasi terhadap ragam sastra daerah (baik lisan atau tulis) yang masih tersebar luas di masyarakat. b) Ragam sastra daerah yang terwujud lisan perlu segera ditraskripsi ke dalam bentuk tertulis sehingga tidak punah seiring dengan berkurangnya penutur sastra lisan. c) Ragam sastra daerah tertulis yang berwujud naskah – naskah di dokumentasikan. d) Dilakukan pengkajian atau penelitian. e) Hasil penelitian atau pengkajian di sosialisasikan kepada masyarakat. f) Sastra daerah yang menggunakan bahasa daerah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar dapat dibaca dan dipahami masyarakat di daerah lain. g) Sosialisasi dapat dilakukan melalui publikasi penerbitan sastra daerah, sosialisasi melalui seminar, dan siaran-siaran radio atau televisi lokal sehingga dapat dikonsumsi oleh publik. h) Pembelajaran sastra dalam dunia pendidikan. i) Menggalakkan kembali kegiatan-kegiatan adat yang di dalamnya terdapat penuturan sastra. j) Mengadakan perlombaan atau kompetisi dikalangan masyarakat pemilik sastra itu sendiri. k) Pemerintah perlu merumuskan Peraturan Daerah yang berisi mengenai pembinaan dan pengembangan sastra daerah, dan l) Adanya kerja sama antara pemerintah daerah, masyarakat, akademis dan tokoh-tokoh adat.
 
Akhirnya, Sastra Makassar sebagai pendulum kearifan lokal Manusia Makassar di Bumi Panrangnuang, sejatinya diharapkan dapat menjadi etos kebudayaan yang dapat menjawab problematika kehidupan berbangsa dan bermasyarakat serta dapat berdialog dengan jujur terhadap gerak sejarah dan zaman milenial dewasa ini.
 
Takalar, 16 Oktober 2020 http://sastra-indonesia.com/2021/08/sastra-makassar-sebagai-etos-kebudayaan-di-butta-panrannuangku/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.S. Dharta Abdul Hadi WM Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Achmad Faesol Achmad S Achmad Soeparno Yanto Adin Adrian Balu Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Sasongko Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Mustofa Bisri Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat al-Kindi Alex R. Nainggolan Ali Ahsan Al Haris Ali Audah Ali Syariati Amien Kamil Amien Wangsitalaja Andhika Dinata Andi Neneng Nur Fauziah Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Andy Riza Hidayat Anindita S. Thayf Anton Kurniawan Anton Sudibyo Aprinus Salam Arafat Nur Arif Hidayat Arman A.Z. Arthur Rimbaud Asap Studio Asarpin Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Badaruddin Amir Bagja Hidayat Balada Bambang Riyanto Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Butet Kartaredjasa Cak Bono Catatan Cecil Mariani Cerbung Cerpen Chairil Anwar Charles Bukowski Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dahta Gautama Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Danarto Dara Nuzzul Ramadhan Dareen Tatour Darju Prasetya Darojat Gustian Syafaat Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Sartika Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dianing Widya Yudhistira Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Djoko Subinarto Doan Widhiandono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erik Purnama Putra Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys Evi Idawati F Aziz Manna F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Firman Wally Fiyan Arjun Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L) Franz Kafka Galih M. Rosyadi Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Garna Raditya Gendut Riyanto Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gurindam Gusti Eka H.B. Jassin Halim HD Hamdy Salad Hamka Hari Sulastri Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasbi Zainuddin Hasif Amini Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Hermawan Mappiwali Herry Lamongan Hikmat Gumelar HM. Nasruddin Anshoriy Ch Hudan Hidayat Humam S Chudori Ibnu Wahyudi Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Iksaka Banu Ilham Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Arlado Imron Tohari Indra Tjahyadi Indrawati Jauharotun Nafisah Indrian Koto Inung As Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Ismi Wahid Iva Titin Shovia Iwan Fals Iwan Kurniawan Jakob Oetama Janual Aidi JJ. Kusni Johan Fabricius John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Sastra K.H. A. Azis Masyhuri Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kahlil Gibran Kamajaya Al. Katuuk Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khatijah Khoirul Inayah Ki Dhalang Sulang Ki Ompong Sudarsono Kikin Kuswandi Kodirun Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Sastra Mangkubumen (KSM) Komunitas Teater Se-Lamongan Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kucing Oren Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Larung Sastra Latief S. Nugraha lensasastra.id Leo Tolstoy Leon Agusta Linda Christanty Lutfi Mardiansyah M. Aan Mansyur M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Harir Muzakki M. Lutfi M. Shoim Anwar M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marniati Martin Aleida Mashuri Masuki M. Astro Matroni Muserang Mawar Kusuma Max Arifin Melani Budianta Mihar Harahap Mikael Johani Miziansyah J. Moch. Fathoni Arief Moh. Ghufron Cholid Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Muhammad Hanif Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Murnierida Pram Myra Sidharta Nadia Cahyani Naim Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nessa Kartika Ni Made Purnama Sari Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Noor H. Dee Nurel Javissyarqi Nurul Fahmy Nurul Ilmi Elbana Nyoman Tusthi Eddy Ong Hok Ham Orasi Budaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Pablo Neruda Pay Jarot Sujarwo PDS H.B. Jassin Pendidikan Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Bergerak Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin Qismatun Nihayah R Sutandya Yudha Khaidar R Toto Sugiharto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Rambuana Ramdhan Triyadi Bempah Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ricarda Huch Riezky Andhika Pradana Riki Dhamparan Putra Rizki Aprima Putra Rokhim Sarkadek Rony Agustinus Royyan Julian Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Ruth Indiah Rahayu S Yoga S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sahaya Santayana Sahli Hamid Saini KM Sajak Salvator Yen Joenaidy Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setyaningsih Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosial Media Sastra Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sudarmoko Sudirman Sugeng Sulaksono Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunaryata Soemarjo Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susie Evidia Y Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka T Agus Khaidir T.A. Sakti Tangguh Pitoyo Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teater Pendopo nDalem Mangkubumen (Dokumen) Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tiya Hapitiawati Tiyasa Jati Pramono Toeti Heraty TS Pinang Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Usman Arrumy UU Hamidy Veronika Ninik Vika Wisnu W.S. Rendra Wahyu Triono Ks Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wilda Fizriyani Willy Ana Y Alpriyanti Y.B. Mangunwijaya Yanto le Honzo Yasin Susilo Yasir Amri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yulhasni Zehan Zareez Zuhdi Swt Zul Afrita