JP Radar Madura, 23 Jul 2017
PENERBITAN buku naskah drama tak semenggeliat penerbitan buku-buku novel, cerpen, dan bahkan puisi. Bagi sebagian penerbit, baik penerbit indie maupun mayor, menerbitkan buku naskah drama —setidaknya di Indonesia— dianggap menghamburkan biaya produksi, karena terbatasnya pembeli.
Banyak faktor yang menyebabkan penerbitan buku-buku naskah drama kurang diminati oleh penerbit, baik indie maupun mayor. Selain sulitnya pemasaran buku drama, salah satu faktor lain adalah anggapan bahwa naskah keberadaannya tidak lebih sebagai pelengkap.
Meskipun banyak naskah drama yang menarik dan asyik untuk dibaca, adalah benar bahwa sastra drama pertama-tama ditulis untuk kepentingan pementasan. Naskah drama menjadi lengkap saat naskah tersebut dipentaskan dalam pertunjukan teater. Anggapan ini sudah tertanam sangat dalam dan menjadi mitos yang menyebabkan orang enggan membaca naskah drama dan lebih memilih untuk menontonnya waktu naskah itu dipentaskan.
Sebenarnya, nasib penerbitan buku naskah drama tidak jauh berbeda dengan nasib buku puisi. Buku puisi dianggap sebagai buku yang kurang laku dan kurang peminat. Anggapan ini juga tertanam kuat meskipun di Indonesia hampir tidak ada acara perayaan penting yang tidak dibumbui baca puisi. Maka, puisi —laku maupun tidak— tetap menjadi genre sastra yang populer.
Salah satu keuntungan dari puisi dibanding naskah drama adalah bentuknya yang relatif pendek dan mudah ditampilkan di media massa cetak maupun media online dan bahkan media sosial. Hampir setiap minggu kita menemukan puisi di koran-koran, tapi tidak setiap tahun kita bisa menemukan drama di koran. Tampaknya inilah salah satu penyebab mengapa puisi terus hadir, dan penerbit, meski dengan agak terpaksa masih menerbitkannya. Namun tidak demikian dengan naskah drama.
Salah satu buktinya, di toko buku jauh lebih mudah mencari buku puisi yang ditulis penyair gurem dibanding mencari buku naskah drama. Sekalipun naskah drama itu ditulis oleh sastrawan-sastrawan besar dan terkenal seperti Rendra, Asrul Sani, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, WisranHadi, N. Riantiarno, Agus R. Sarjono, atau Arthur S. Nalan, untuk menyebut beberapa nama.
Untunglah naskah drama masih terus ditulis, baik oleh seniman teater untuk kepentingan pementasan maupun oleh sastrawan sebagai bahan bacaan dan pementasan.
Atas dasar itulah, Mastera Indonesia bernisiatif menerbitkan buku kumpulan naskah drama yang ditulis oleh para sastrawan-sastrawan muda dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, yang pada 2015 mengikuti Bengkel Penulisan Sastra Mastera.
Bengkel Penulisan Sastra Mastera adalah program tahunan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) yang disepakati negara-negara oleh anggota untuk diselenggarakan oleh Mastera Indonesia sekaligus sebagai perancang dan pelaksananya. Bengkel penulisan sastra ini diikuti oleh para sastrawan muda dari Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Indonesia sendiri sebagai tuan rumahnya. Para instruktur pun selain para sastrawan Indonesia melibatkan para sastrawan dari negara-negara anggota Mastera. Selama kurang lebih 20 tahun.
Bengkel Penulisan Mastera, banyak para lulusannya telah menjadi sastrawan terkenal di negaranya masing-masing. Bengkel Penulisan Mastera terdiri dari bengkel penulisan puisi, cerpen, novel, drama, dan esai yang dipergilirkan setiap tahun. Drama sengaja ditetapkan sebagai bagian dari program penulisan, mengingat pentingnya genre ini dan menjaga agar drama tetap ditulis oleh para sastrawan muda. Meskipun, sebagaimana dikemukakan di muka, berat tantangannya.
Buku kumpulan naskah drama para peserta Bengkel Penulisan Mastera ini merupakan bukti bahwa drama masih diminati dan bahwa kreativitas penulisan drama tetap hidup dan bergairah. Buku ini juga sebuah upaya kecil untuk menyatukan pasir-pasir drama yang bertebaran itu menjadi satu agar dapat ditemui pembaca.
Semoga penerbitan buku kumpulan naskah drama ini dapat mengisi kekosongan penerbitan buku naskah drama, baik di Indonesia maupun di Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara.
Mari kita berharap para penulis muda peserta Bengkel Penulisan Sastra (drama) ini —apa pun kondisinya— tetap kreatif dan bergairah menulis sastra drama dan menjadi penulis-penulis naskah drama yang terkemuka di negaranya masing-masing serta menularkan kegairahan menulis naskah drama pada rekan segenerasi maupun generasi-generasi berikutnya. Amiin.
Sepanjang perjalanan pulang, 22 Juli 2017
*) Salah satu kurator Mastera 2017. http://sastra-indonesia.com/2017/10/naskah-drama-yang-berkecai-dan-jarang-disatukan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar